Ritual Kedewasaan Suku Pedalaman Amazon: Bertahan dari Sengatan Semut

17 Februari 2018 18:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suku Satere-Mawe (Foto: Flickr @Bruno Kelly)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Satere-Mawe (Foto: Flickr @Bruno Kelly)
ADVERTISEMENT
Suku pedalaman di Hutan Amazon yang dikenal sebagai suku Satere-Mawe di Brasil punya cara yang tidak terduga agar seorang pria dianggap sebagai pria dewasa. Jika selama ini pertanda kedewasaan adalah dari segi usia atau ciri biologis yang muncul dalam diri seorang anak, suku Satere-Mawe menjadikan sarung tangan penuh semut sebagai 'buktinya'.
ADVERTISEMENT
Ritual kedewasaan suku Satere-Mawe ini disebut dengan Ritual Da Tucandeira. Ritual ini mengharuskan anak laki-laki bertahan tanpa menangis saat tangannya dikerubungi dan disengat oleh puluhan semut peluru yang berada dalam sarung tangan penuh semut tersebut.
Untuk melaksanakan ritual ini, tetua adat akan pergi ke hutan untuk mengumpulkan semut peluru. Mereka akan memberikan ramuan herbal pada semut-semut peluru yang mereka tangkap agar tidak sadarkan diri. Hal ini akan memudahkan tetua adat untuk memasukkan semut tersebut ke dalam sepasang sarung tangan khusus untuk ritual ini.
Suku Satere-Mawe (Foto: Flick @keniavartan)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Satere-Mawe (Foto: Flick @keniavartan)
Sarung tangan ini dibuat dari dedaunan yang disiapkan khusus untuk inisiasi ini. Jumlah semut dalam sarung tangan ini bisa mencapai 30 ekor per sarung tangan.
Anak-anak yang mengikuti ritual ini adalah anak laki-laki yang berusia 12-16 tahun. Secara bergantian anak laki-laki dari suku ini akan memasukkan tangannya ke dalam sarung tangan dengan lapisan arang sebagai perlindungan tangan mereka.
Suku Satere-Mawe (Foto: Flickr @Adriene Mattos)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Satere-Mawe (Foto: Flickr @Adriene Mattos)
Selama sepuluh menit tangan mereka harus bertahan dari rasa sakit yang berasal dari semut peluru tersebut. Dukun desa Satere-Mawe akan menari untuk mengalihkan perhatian para anak dari rasa sakit di tradisi ini.
ADVERTISEMENT
Suku Satere-Mawe (Foto: Flickr @Marina Souza)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Satere-Mawe (Foto: Flickr @Marina Souza)
Seiring dengan efek 'obat bius' yang mulai habis, semut-semut akan mulai sadar, gelisah, menjadi lebih agresif, dan mulai mencari jalan untuk keluar dari sarung tangan itu sembari menyengat tangan anak laki-laki yang dimasukkan ke dalamnya.
Anak laki-laki ini dianggap berhasil melewati ritual kedewasaan apabila mampu melalui 10 menit tersebut tanpa menangis. Pada saat inilah anak laki-laki ini dianggap sudah mencapai tahap kedewasaan dan diakui sebagai bagian dari suku Satere-Mawe. Terkadang dibutuhkan hingga 20 kali percobaan agar sang anak lulus dari inisiasi ini.
Semut Peluru (Paraponera Clavata) adalah salah satu spesies semut terbesar di dunia yang bentuknya mirip dengan tawon. Sengatannya sangat kuat dan terasa seperti peluru. Tingkat keparahan dari rasa sakit akibat gigitan semut peluru ini pada skala 1,0 - 4,0 di Schmidt Sting Pain Index yang diciptakan oleh John Schmidt dan menempati urutan pertama di atas lebah.
ADVERTISEMENT
Schmidt Sting Pain Index adalah skala rasa nyeri yang disebabkan oleh gigitan serangga ordo Hymenoptera seperti tawon, lebah, dan semut.
Suku Satere-Mawe (Foto: Flickr @Bruno Kelly)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Satere-Mawe (Foto: Flickr @Bruno Kelly)
Gigitan semut peluru ini akan menyebabkan nyeri, memar, rasa sakit yang luar biasa, sensasi terbakar, hingga lumpuh dalam jangka waktu tertentu. Efek ini akan bertahan selama 24 jam, dan ketika efek sakit tersebut hilang, anak laki-laki yang mengalami inisiasi ini akan merasakan adrenalin yang tinggi.
Efek samping inilah yang menjadi alasan suku Satere-Mawe menggunakan semut peluru sebagai sarana dalam ritual kedewasaan ini.
Rasa sakit yang disebabkan oleh semut peluru ini lebih sakit 30 kali dari sengatan lebah. Ritual ini dilakukan untuk membuktikan bahwa kehidupan tanpa pengorbanan atau penderitaan adalah kehidupan yang tidak berharga
ADVERTISEMENT