Ruins of St. Paul’s, Ikon Macao dengan Sejarah Unik

23 Oktober 2019 14:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Tampak depan fasad Church of St. Paul, yang kini dikenal dengan nama Ruins of St. Paul's. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Tampak depan fasad Church of St. Paul, yang kini dikenal dengan nama Ruins of St. Paul's. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ruins of St. Paul’s hingga kini masih mampu membuat para pengunjung terpesona, dan hal itu tidak mengherankan: Ruins of St. Paul’s adalah perbauran budaya dalam wujud satu lempeng granit setinggi empat tingkat.
ADVERTISEMENT
Setiap tingkat berhias patung dan ukiran indah yang menonjolkan keagungan gereja, namun fasad Ruins of St. Paul's tidak hanya tentang agama. Unsur perbauran budaya tampil pula di permukaan fasad lewat dua bunga: peony dan krisan. Masing-masing ukiran bunga tersebut melambangkan Cina dan Jepang.
Dengan kemegahan serupa itu, tidak mengherankan jika Ruins of St. Paul’s menjadi salah satu landmark paling populer di Macao — serta menjadi altar simbolik untuk Kota Macao.
com-Yang tersisa dari kebakaran besar 1835 adalah fasad dan tangga Church of St. Paul. Foto: Shutterstock
Yang kini menjadi Ruins of St. Paul’s dulunya adalah kompleks kolese dan gereja bernama St. Paul’s College dan Church of St. Paul’s. Gereja yang dikenal pula dengan nama “Mater Dei” itu didirikan sebagai bentuk pengabdian kepada Santo Paulus dari Tarsus.
ADVERTISEMENT
Proses pembangunan bangunan asli Ruins of St. Paul’s memakan waktu lebih dari 30 tahun, dari 1602 hingga 1640. Hasil akhir dari proses panjang itu adalah gereja terbesar di Asia pada masanya, gereja yang begitu megah hingga berjuluk “Vatikan dari Timur Jauh”. Pembangunan dan keberadaannya sendiri dimaksudkan untuk mengekspresikan kejayaan Gereja Katolik Roma melalui kemegahan hiasan bangunan.
Bangunan asli Church of St. Paul’s terbuat dari kayu dan terbakar habis pada 1835 bersama St. Paul’s College. Yang tersisa dari kebakaran hebat itu adalah fasad gereja, yang terbuat dari granit, dan 68 anak tangga (yang terbuat dari batu) menuju bagian depan gereja.
Kebanyakan sejarawan sepakat bahwa fasad Church of St. Paul didesain oleh seorang Italia bernama Carlo Spinola. Pengrajin Cina dan Jepang terlibat pula dalam dekorasi fasad, sehingga menghasilkan mahakarya yang seperti Macao itu sendiri: peleburan budaya antara Timur dan Barat yang indah.
com-Tampak samping Ruins of St. Paul's. Foto: Shutterstock
Adalah berkat keputusan tepat Pemerintah Macao fasad tersebut masih bisa kita nikmati hingga saat ini. Pada awal 1990-an masyarakat sempat mendesak penghancuran Ruins of St. Paul’s karena strukturnya yang ringkih dianggap membahayakan. Namun Pemerintah Macao lebih memilih memugar sisa-sisa kompleks kolese dan gereja St. Paul menjadi museum.
ADVERTISEMENT
Struktur beton dan baja menopang fasad dari sisi belakang guna menjaga dan mempertahankan kemegahannya. Tangga baja yang juga terletak di sisi belakang fasad memungkinkan turis naik ke bagian atas guna melihat dari dekat ukiran megahnya, dan untuk menikmati pemandangan kota dari ketinggian.
Museum of Sacred Art and Crypt dibangun di sisi bawah Ruins of St. Paul’s pada 1996 dan menjadi tempat penyimpanan banyak artefak keagamaan, termasuk salib Cina-Portugis dan lukisan abad ke-17 Malaikat Agung Santo Mikhael — satu-satunya karya asli yang selamat dari St. Paul’s College.
Pada 2005, Historic Centre of Macao (yang terdiri dari puluhan bangunan bersejarah) dinobatkan menjadi UNESCO Heritage Site. Dalam pernyataannya mengenai penobatan tersebut, UNESCO menyinggung Ruins of St. Paul’s:
ADVERTISEMENT
“Identitas multikultural Macao yang unik tampak lewat dinamika keberadaan peninggalan arsitektur Barat dan Cina yang berdiri berdampingan di kota, dan dinamika serupa hadir pula dalam desain bangunan tunggal yang mengadaptasi sifat desain Cina dalam bangunan bergaya Barat dan sebaliknya, seperti penyatuan aksara Cina sebagai ornamen dekoratif pada fasad gereja barok Ruins of St. Paul’s.”
Artikel ini merupakan hasil kerja sama dengan Macao Government Tourism Office