Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Satu Hari di Bali, Bisa Pergi Ke Mana Saja?
6 Desember 2018 7:29 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu yang lalu kumparanTRAVEL mendapat kesempatan untuk pelesiran di salah satu surga Indonesia yaitu Bali. Kami diberikan kesempatan untuk pergi selama satu hari saja. Maka dari itu, tim harus memanfaatkan waktu sebaik dan semaksimal mungkin.
ADVERTISEMENT
Cerita dimulai dengan bangun pagi saat langit masih gelap demi menikmati sunrise di Pulau Seribu Pura. Saat suara burung dan ayam masih terdengar malu-malu, kami sudah melaju ke destinasi pertama.
Sesuai dugaan, jalanan masih kosong, mobil kami sudah melaju kencang untuk menuju salah satu pantai terbaik di pulau itu. Kami pergi ke Pantai Sanur, salah satu spot terbaik untuk menyaksikan mentari yang keluar dari tidurnya.
Setibanya di lokasi, suara burung dan deburan ombak menyapa kumparanTRAVEL yang baru tiba. Tanpa pikir panjang, kami langsung berjalan perlahan menuju bibir pantai.
Sambil menyusuri tepi pantai, secara perlahan sang surya naik ke atas, menyatu dengan suara pecahan ombak. Serta halusnya pasir pantai, semua berbalut menjadi satu dengan sepoi angin yang begitu segar. Perpaduan yang sempurna.
ADVERTISEMENT
Tak terasa matahari sudah bersinar cerah. Suasana pantai semakin ramai dikunjungi turis yang hendak melepas penat.
Puas menatap cantiknya Pantai Sanur, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. kumparanTRAVEL pergi menuju Desa Penglipuran, yang berada di Kabupaten Bangli.
Perjalanan dari Pantai Sanur ke Desa Penglipuran cukup panjang, kurang lebih sejauh 45 km. Selama di jalan, kami disuguhkan pemandangan berupa pura, sawah, ladang, hingga pegunungan. Alhasil jarak yang jauh itu tidak terasa.
Saking tak terasanya, rupanya kami sudah sampai di desa dengan luas 112 hektare itu. Turun dari mobil, matahari sudah terasa terik, tetapi udara dan sepoi angin masih segar, maklum Desa Penglipuran berada di kaki gunung.
Karena sudah sangat penasaran, kami langsung masuk ke area perumahan. Terlihat jelas, deretan rumah tradisional itu berjejer rapi saling berhadapan.
ADVERTISEMENT
Rumah di sisi kiri dan kanan dipisahkan dengan jalanan yang terbuat dari batuan alam, serta kian menanjak. Sementara di puncak paling atas terdapat sebuah pura.
Pada bagian depan rumah dilengkapi dengan informasi singkat mengenai nama kepala keluarga, serta jumlah penghuninya. Tak lupa, ada janur kuning yang menjulang tinggi, tetapi sudah mulai layu.
“Kalau ke sini pas (Hari Raya) Galungan pasti lebih bagus lagi mbak, janurnya warna kuning, bagus, ramai sekali turis yang datang,” ujar Ahis, driver yang setia mengantarkan kami.
Beberapa rumah juga terlihat membuka usaha, mulai dari makanan hingga tas rotan. Mungkin mereka memanfaatkanya, karena sekitar tempat tinggalnya merupakan desa wisata yang selalu ramai turis.
Puas mengambil foto, rupanya desa sudah ramai dengan wisatawan. Takjubnya, keadaan desa tetap bersih, tak ada yang buang sampah sembarangan.
ADVERTISEMENT
Baik penghuni dan pengunjung sama-sama punya kesadaran tinggi untuk membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan. Memang tak salah jika desa ini berhasil menyabet gelar sebagai desa terbersih di dunia pada 2016 lalu.
Sayangnya, karena perut sudah keroncongan, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mencari tempat makan siang. kumparanTRAVEL menjatuhkan pilihan untuk santap siang di restoran Hujan Locale yang berlokasi di Jalan Sri Wedari, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.
Restoran Hujan Locale berada tepat di pinggir jalan, untuk mencarinya pun tak susah. Bangunan dua tingkat itu menawarkan masakan khas Indonesia.
Soal rasa tak usah ditanya, main course dan dessert, semuanya lezat nan mengunggah selera. Selain nikmat, pelayannya pun sangat ramah, dua jempol untuk restoran ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Hujan Locale juga Instagramble, dekorasinya kebanyakan bernuansa kayu. Cocok untuk bidikan kamera dan diunggah ke sosial media.
Perut kenyang, hati pun senang. Saatnya kami melanjutkan perjalanan, ke Pasar Seni Ubud.
Pasar yang jadi lokasi syuting Eat, Pray, love ini ini berada tak jauh dari Hujan Locale. Cocok jadi penutup setelah seharian berkelana menyusuri indahnya Bali.
Walau saat itu jam hampir menunjukan pukul 16.30, rupanya Pasar Seni Ubud masih terlihat ramai. Para pedagang berjejer sambil menawarkan dagangannya.
Mulai dari kain khas Bali, aneka tas rotan dengan beragam ukuran dan bentuk, hingga lukisan. Ada juga pernak-pernik, sandal, tikar, kipas, lilin aroma terapi, dan patung.
Seorang pedagang mengaku kepada kami, jika mereka biasanya memberikan harga lebih rendah kepada turis lokal ketimbang asing. Maka dari itu, kami disarankan untuk pintar-pintar menawar.
ADVERTISEMENT
Tak terasa langit sudah mulai gelap, kaki sudah pegal, saatnya kami kembali ke hotel. Rupanya dalam satu hari, kami bisa menyusuri tiga destinasi wisata yang ciamik dan satu restoran dengan tawaran kuliner yang lezat.
Untuk lebih lengkapnya, yuk intip video perjalanan satu hari kumparanTRAVEL selama di Bali.