Singapura, Kota Para Pencinta Makanan

10 April 2019 15:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Di Singapura, petualangan kuliner adalah petualangan tanpa akhir. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Di Singapura, petualangan kuliner adalah petualangan tanpa akhir. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Deony merasa terkaget-kaget ketika melihat tiga anak muda Singapura, yang duduk di meja sebelah tempatnya dan suaminya duduk, memesan begitu banyak makanan. Mereka hanya bertiga, tetapi memesan berbagai jenis makanan yang tersedia di Newton Hawker Centre untuk, mungkin, lima sampai enam orang. Dari chilli crab sampai sate ayam. Dari chicken wings sampai kerang-kerangan. Semuanya tersaji penuh di atas meja mereka.
ADVERTISEMENT
Padahal, ia dan suaminya hanya memesan tiga jenis makanan: sepiring nasi goreng, sebungkus makanan semacam chicken wrap (ia lupa apa namanya), dan lima belas tusuk sate ayam dan sapi serta dua ketupat. Porsi itu, menurutnya, bahkan sudah cukup banyak untuk berdua.
“Aku jadi inget film Crazy Rich Asians itu,” ceritanya. “Ternyata orang Singapura makannya memang banyak!”
Scene yang Deony maksud dari film populer itu adalah ketika Rachel Chu dan Nick Young baru sampai di Singapura, dan diajak makan malam bersama sahabat Nick yang akan menikah, Colin Khoo dan Araminta Lee, tepat di hawker centre yang sama. Dalam adegan tersebut, keempatnya memesan begitu banyak makanan sampai memenuhi meja mereka, persis seperti yang dilakukan oleh ketiga anak muda Singapura yang duduk di meja sebelahnya
ADVERTISEMENT
Yang unik, sebetulnya, bukan hanya jumlahnya yang begitu banyak. Tetapi variasi makanan yang tersedia di atas meja mereka: ada yang dipesan dari kios masakan Tiongkok, ada yang dipesan dari kios makanan India, dan ada juga yang dipesan dari kios orang Melayu. Semuanya berpadu di atas satu meja, dan disantap bersama-sama.
Isi meja ketiga anak muda Singapura itu (dan isi meja Nick, Rachel, Colin, dan Araminta) seolah menggambarkan betul betapa majemuknya hawker centre yang menjadi salah satu ikon di Singapura tersebut. Ia juga menggambarkan kondisi kuliner Singapura yang benar-benar beragam, dan tak jarang berfusi.
com-Newton Hawker Centre, salah satu hawker centre terkenal di Singapura. Di bawah satu atap, ragam budaya Singapura bertemu dan berfusi. Foto: Shutterstock
Ragam kuliner Singapura ini tak lepas dari kondisi sosial dan budaya masyarakat Singapura sendiri. Di setiap sudut negeri ini, pertemuan budaya memang terjadi tanpa henti. Dapur bukan pengecualian. Yang sering terjadi, wajan dan peranti masak lainnya menjadi tempat bercampurnya budaya yang satu dengan budaya yang lain.
ADVERTISEMENT
“Bagian terbaik dari Singapura adalah, tempat ini adalah kuali peleburan,” ujar Ruqxana Vasanwala, instruktur kuliner ternama Singapura. “Masakan kami berkembang lewat kedekatan kami kepada banyak budaya berbeda serta interaksi kami dengan para tetangga dan teman-teman kami.”
Ambil kari kepala ikan sebagai contoh. Hidangan ini lahir dapur sebuah rumah makan kecil di Singapura pada 1940-an. Pemilik rumah makan itu bernama M.J. Gomez, seorang India dari Kerala. Selayaknya rumah makan India, Gomez menghidangkan kari di tempatnya. Kepala ikan, tentu saja, tidak ada dalam menu karena konsumen kepala ikan adalah orang-orang Tiongkok. Masalahnya, orang-orang Tiongkok termasuk di antara para pengunjung rumah makan Gomez.
com-Seporsi kari kepala ikan — percampuran budaya dalam bentuk hidangan. Foto: Shutterstock
Maka dapur Gomez pun menciptakan menu baru: kepala ikan yang dimasak dengan kari. Hasilnya tidak hanya membuat senang para pengunjung rumah makan. Kari kepala ikan Gomez sukses besar. Hidangan ini tersebar ke seantero Singapura. Menemukan kari kepala ikan di menu sebuah restoran di Singapura jadi bukan hal aneh lagi.
ADVERTISEMENT
Bahwa India Selatan dan Tiongkok bercampur dalam seporsi hidangan, rasanya, tak terbayangkan bisa terjadi di tempat selain Singapura.
“Saya pernah bepergian ke banyak negara berbeda namun semakin banyak yang saya lihat, semakin saya sadar betapa istimewa dan uniknya makanan Singapura,” kata Malcolm Lee, koki sekaligus pemilik Candlenut, satu-satunya restoran Peranakan dengan penghargaan Michelin Star. “Makanan yang unik dan lezat, yang tidak bisa begitu saja diciptakan di tempat lain di dunia.”
Makan Gaya Singapura, Makan di Hawker Centre
“Yang paling saya suka tentang Singapura adalah keragaman pilihan makanannya,” ujar Li Ruifang, pemilik kios makanan di Tekka Centre, sebuah hawker centre Bukit Timah Road.
Hawker centre adalah pilar mahapenting dalam gaya hidup Singapura. Seringnya, jika tidak makan di rumah, orang-orang Singapura makan di hawker centre alih-alih di restoran. Selain menyediakan makanan dengan harga yang murah, hawker centre juga lebih sering dipilih karena mudah dijangkau.
ADVERTISEMENT
Hawker centre tersebar di banyak titik di Singapura. Beberapa yang terkenal adalah Maxwell Food Centre (jangan sampai tidak mencoba chicken rice-nya Tian Tian Chicken Rice), Lau Pa Sat, Tekka Centre, Tiong Bahru Market, ABC Brickworks Food Center, Adam Road Food Centre, Chomp Chomp (tidak banyak yang tahu di sini tersedia ikan pari bakar yang lezat), Golden Mile Food Centre, The Bedok Marketplace, Chinatown Complex Market & Food Centre, East Coast Lagoon Food Village, dan Old Airport Road Food Centre (jangan heran melihat antrean panjang di Lao Ban Soya Beancurd dan 51 Soya Beancurd).
Bahwa makan di hawker centre menjadi bagian dari gaya hidup Singapura juga tak lepas dari faktor keragaman makanan yang tersedia. Masakan India, Cina, atau Melayu, semuanya bisa ditemukan di hawker centre. Makan di hawker centre sama saja dengan mengikuti kursus kilat keragaman budaya lewat makanan. Makanan nasional yang tercipta dari hasil pertemuan ketiga budaya tersebut di Singapura juga, tentu saja, tersedia.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang paling populer, dan paling fenomenal, tentu saja Chilli Crab. Bisa dibilang inilah makanan nasional (tak resmi) Singapura sesungguhnya, dan ikon kuliner Singapura di mata dunia.
com-Chilli crab begitu merakyat sehingga hidangan ini dinobatkan secara (tak resmi) menjadi makanan nasional Singapura. Foto: Shutterstock
Keberadaan chilli crab atau kepiting pedas tak lepas dari eksperimen Cher Yan Tiam pada tahun 1956. Awalnya, Singapura hanya mengenal satu cara memasak kepiting: dikukus. Madam Cher kemudian mencoba cara lain untuk memasak kepiting, yaitu dengan menumisnya menggunakan saus tomat. Tidak puas, Madam Cher menambahkan saus sambal dalam resepnya. Lahirlah kepiting pedas atau chili crab.
Puas dengan hasil eksperimennya, Madam Cher dan suaminya menjual masakan ini dengan gerobak dorong di sepanjang Kallang River. Dari satu transaksi ke transaksi lain, semakin mantap status kepiting pedas sebagai raja dari segala jenis masakan kepiting Singapura. Jualan Madam Cher dan suaminya begitu laris sehingga mereka mampu membuka rumah makan.
ADVERTISEMENT
Namun perkembangan kepiting pedas tak berhenti di situ. Hooi Kok Wah, pemilik rumah makan Palm Beach yang telah dibuka pada 1963, membawa kepiting pedas ke tingkat berikutnya. Dia menyempurnakan resep Madam Cher dengan menambahkan telur dalam proses memasaknya. Tak hanya itu, Hooi juga mengganti saus tomat dan saus sambal botolan dengan selai tomat (tomato paste) dan sambal. Derajat kepiting pedas yang sudah tinggi semakin terangkat. Kepiting pedas menjadi makanan nasional tak resmi Singapura.
Kepiting pedas adalah Singapura, dan Singapura adalah kepiting pedas. Kunjungan ke Singapura rasanya tak akan lengkap tanpa mencicipi hidangan ini. Dan meski harganya relatif tak murah, melihat kepiting pedas tersaji di atas meja hawker centre yang sederhana bukanlah sesuatu yang aneh. Begitu populer dan disukainya kepiting pedas sampai-sampai makanan ini tampak begitu merakyat.
ADVERTISEMENT
Namun Singapura bukan semata kepiting pedas dan kari kepala ikan. Masih banyak makanan yang bisa dicoba, yang tak mungkin bisa dicicipi hanya dalam satu kunjungan ke hawker centre. Apalagi, tak semuanya bisa Anda temukan di hawker centre — masih banyak lagi makanan-makanan khas Singapura yang tersembunyi di berbagai belahan jalan di Negeri Singa ini.
Satu hal yang pasti adalah: petualangan kuliner di Singapura adalah petualangan tanpa akhir.
Jangan sekadar makan, jadilah Pencinta Makanan