Sisemba, Tradisi Unik Adu Kaki Masyarakat Toraja Sebagai Bentuk Rasa Syukur

24 Maret 2020 7:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pemuda saling tendang (sisemba') saat pesta panen Kande Api di Rantepao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Basrul Haq
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pemuda saling tendang (sisemba') saat pesta panen Kande Api di Rantepao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Basrul Haq
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selain pesona alam yang dimiliki, Indonesia juga terkenal akan kekayaan budayanya yang khas. Beberapa daerah di Indonesia memiliki banyak sekali tradisi yang unik.
ADVERTISEMENT
Apalagi yang berhubungan dengan upacara rasa syukur, karena hasil panen yang melimpah. Salah satu tradisi unik tersebut bisa kamu temukan di Toraja, Sulawesi Selatan.
Dilansir berbagai sumber, meski terkesan anarkis, Tradisi Sisemba ini sangat diminati oleh warga dan sudah berlangsung sejak lama.
Sisemba merupakan sebuah tradisi turun temurun masyarakat Toraja yang dilaksanakan sebagai ungkapan kegembiraan usai melaksanakan panen padi. Tiap tahun, warga Kande Api akan menggelar tradisi pesta panen dengan membawa berbagai macam makanan khas, seperti nasi bambu atau peong.
Sejumlah pemuda saling tendang (sisemba') saat pesta panen Kande Api di Rantepao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Basrul Haq
Tradisi ini digelar dengan tari Ma’gallu, serta Ma’ lambuk atau menumbuk padi secara beramai-ramai. Para tetua adat akan memberi wejangan yang berisi pesan leluhur tentang aturan bertani. Warga yang memadati lokasi pesta panen disuguhkan tarian Ma’gallu.
ADVERTISEMENT
Tarian ini bermakna sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang berlimpah. Tradisi Sisemba bukan hanya sekadar permainan adu kaki atau hiburan semata, tapi juga diyakini dapat mengantisipasi gagal panen, serta dapat meningkatkan hasil pertanian pada tahun berikutnya.
Sesuai dengan namanya, para pria akan saling beradu kekuatan dengan cara saling menendangkan kaki mereka.
Tradisi adu kaki ini dilakukan secara kelompok yang terdiri dari anak-anak usia 10 hingga 15 tahun. Setelah mereka selesai, para petarung remaja dan orang dewasa mulai berkumpul dan mengambil alih arena permainan.
Peserta adu kaki ini selalu membludak, karena memang dilakukan secara massal, tetapi hanya dilakukan oleh kaum pria. Permainannya pun lumayan keras dan terlihat brutal, sehingga risiko mengalami cedera cukup tinggi. Meski demikian, cedera serius jarang terjadi dalam permainan ini.
ADVERTISEMENT
Permainan adu kaki atau Sisemba dimainkan oleh dua kubu atau dua kelompok petarung yang berbeda. Biasanya antara warga kampung yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan pesta panen dengan warga dari kampung tetangga lainnya.
Karena permainan ini hanya melibatkan kaki, maka para petarung dari setiap kubu wajib berpasangan dengan cara bergandengan tangan, baik ketika menyerang lawan maupun dalam posisi bertahan. Tidak diperbolehkan menyerang lawan menggunakan tangan, seperti menampar atau memukul.
Setiap petarung sama-sama mengandalkan kekuatan kaki dan kelincahan gerak tubuh kala menendang, juga kekuatan fisik sewaktu menerima serangan dari pihak lawan. Bahkan, ada juga yang menggunakan mantra-mantra atau yang dikenal dengan Panimbolo' yang berupa benda maupun bacaan-bacaan tertentu.
Namun, sebagai petarung yang tangguh dan sportif, tidak semua petarung menggunakan mantra dan murni hanya mengandalkan kekuatan fisik mereka saja.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, rasa persaudaraan tetap tercipta, walau rasa sakit melanda kaki mereka. Bahkan tak sedikit dari mereka ada yang meringis kesakitan.
Acara yang dihadiri ratusan warga tersebut juga merupakan ajang silaturahmi bagi warga kampung untuk mempererat tali persaudaraan sekaligus untuk menghindari permusuhan.
Bagaimana menurutmu?
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!