Sudamala: Lebih dari Sekadar Resort, Ini Tentang Jiwa Indonesia

21 April 2025 13:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Founder dan CEO Sudamala Resort, Ben Subrata. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Founder dan CEO Sudamala Resort, Ben Subrata. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah riuhnya pariwisata global yang semakin seragam, Sudamala Resorts berdiri tegak sebagai oase ketulusan, identitas budaya, dan keanggunan lokal. Bagi Ben Subrata, pendiri Sudamala, ini bukan sekadar bisnis penginapan. Ini adalah panggilan jiwa.
ADVERTISEMENT
Tak banyak yang tahu bahwa benih Sudamala ditanam bukan dari ambisi komersial, melainkan dari kecintaan pada seni dan budaya. “Awalnya saya ingin buat tempat diskusi budaya, semacam galeri,” ujar Ben kepada kumparanTravel di ruang kerjanya di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat.
Namun, saran teman-temannya mengarahkan visi itu menjadi sebuah resort. Tapi bukan sembarang resort. “Bukan cuma tempat tinggal, tapi tempat yang menyampaikan pengalaman,” tegas Ben.
CEO Sudamala Resort, Ben Subrata, saat berbincang dengan kumparanTravel di ruang kerjanya. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Di sinilah filosofi "Sudamala" menemukan maknanya. Diambil dari bahasa Sanskerta, Sudamala berarti purification—penyucian. Seperti ritual air suci dalam kepercayaan Bali, Sudamala ingin menjadi medium pembersih dari hiruk-pikuk dunia. Sebuah tempat untuk kembali ke asal, ke jiwa yang murni.
Dengan properti di Bali (Sanur & Amed), Lombok (Senggigi), hingga Flores (Labuan Bajo dan Seraya Kecil), serta rencana ekspansi ke Sumba dan Ruteng, Sudamala menjejakkan kakinya di titik-titik Indonesia yang kaya akan cerita. Namun yang membuatnya unik adalah bagaimana setiap resort menyatu sepenuh hati dengan alam dan budaya lokal.
Sudamala Resort Seraya. Foto: Dok. Sudamala Resort
“Kalau kamu tinggal di properti kami di Bali, kamu benar-benar merasa ada di Bali. Di Lombok, terasa nuansa Sasak. Di Labuan Bajo, kamu disapa aroma eksotisme Flores,” kata Ben.
ADVERTISEMENT
Ia menolak keras arsitektur “kotak di langit”—bangunan tinggi nan steril dari nuansa lokal. Sudamala adalah tentang rasa hadir sepenuhnya di tempat yang kamu pijak.
Nuansa etnik terasa kental dalam salah satu vila Sudamala Resort Sanur. Foto: Sudamala Resorts
Bagi Ben Subrata, laut bukan sekadar bentangan biru. Ia adalah panggung kehidupan. Sebagai penyelam aktif, Ben mengenal dunia bawah laut Labuan Bajo seperti ruang tamu sendiri.
“Kalau ada waktu, meski setengah hari, saya akan menyelam,” ujarnya. Ia menyimpan alat selam di dua tempat: Bali dan Labuan Bajo, agar selalu siap menjelajah bawah air kapan saja.
Dua properti Sudamala di kawasan Komodo—Pulau Utama dan Pulau Seraya—dilengkapi dive center profesional. Dari Batu Bolong hingga berenang bersama Manta, spot-spot selamnya adalah surgawi.
Spot Diving di Raja Ampat. Foto: Getty Images
Tapi lebih dari itu, kehadiran Sudamala juga mendorong ekonomi lokal. “Kita latih SDM sendiri, walau itu berat dan butuh waktu. Tapi ketulusan mereka itu tak tergantikan,” ucap Ben.
ADVERTISEMENT

Ruteng: Perjalanan Keheningan Spiritual

Sudamala Tented Resort di Ruteng adalah proyek terbaru yang mencerminkan arah visi Sudamala: destinasi tersembunyi, spiritual, dan sarat makna. Berkolaborasi dengan Keuskupan Ruteng, resort ini dibangun dengan tenda-tenda mewah yang menyatu lembut dengan lanskap pegunungan hijau.
“Ruteng bukan hanya indah secara visual, tapi juga spiritual. Kami ingin tamu bisa merasakan keheningan yang menyentuh,” ujar Ben. Dikelilingi oleh desa adat, gereja tua, dan budaya Manggarai yang kental, resort ini lebih mirip jendela waktu—membawa kita menyusuri jejak leluhur dan kekayaan keyakinan lokal.
CEO Sudamala Resort, Ben Subrata. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Saat banyak brand lokal tergiur akuisisi asing, Sudamala memilih berdiri mandiri. “Kita harus punya local champion. Kalau tidak, kita hanya jadi lahan untuk merek asing,” kata Ben.
ADVERTISEMENT
Dengan Sudamala, ia ingin membuktikan bahwa brand Indonesia bisa bersaing, bukan hanya dalam desain dan pelayanan, tapi juga dalam visi dan dampak sosial. “Uang kita, brand kita. Kita tidak bayar royalti ke luar. Ini tentang membangun komunitas,” tegasnya.

Harapan kepada Pemerintah: Infrastruktur, Pelatihan, dan Promosi

Ben sadar bahwa potensi pariwisata Indonesia Timur tidak bisa tumbuh maksimal tanpa dukungan sistemik. Ia berharap pemerintah berperan aktif dalam membangun infrastruktur, terutama akses transportasi dan konektivitas antar daerah.
“Kalau tidak ada direct flight, bagaimana wisatawan bisa menjangkau tempat-tempat ini? Kalau ke Sumba saja harus transit di dua tempat, itu tantangan besar,” ujarnya.
Selain akses, ia juga menyoroti pentingnya pelatihan vokasional untuk masyarakat lokal. “Kita butuh SDM siap. Tapi pelatihan itu berat, butuh waktu, dan biaya besar. Pemerintah bisa bantu di situ.”
Suasana di area kolam renang Sudalama Resorts Senggigi. Foto: Sudamala Resorts.
Ben juga menekankan pentingnya promosi pariwisata yang lebih agresif. Ia membandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang sukses memasarkan destinasi mereka meskipun secara konten, Indonesia jauh lebih unggul dalam keragaman budaya dan keindahan alam.
ADVERTISEMENT
“Kita bukan cuma unggul, tapi sangat unggul. Tapi kalau tidak dipromosikan dan dirawat, semua itu bisa sia-sia.”
CEO Sudamala Resort, Ben Subrata. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sudamala adalah pengalaman menyeluruh—dari suara angin yang menyentuh dinding tenda di Ruteng, aroma dupa di Sanur, sampai tatapan tulus staf lokal yang menyapa Anda dengan senyum. Ini bukan tentang kemewahan semata, tapi keaslian. Bukan hanya tempat tidur empuk, tapi narasi yang hidup di balik dinding, anyaman, dan tarian.
Salah satu kamar depan pantai di Sudamala Resorts Seraya. Foto: Sudamala Resorts.
Dan ketika tamu pulang, mereka membawa lebih dari sekadar kenangan. Mereka membawa sebongkah jiwa Indonesia yang tulus, murni, dan menenangkan.