Sumbu Filosofi Yogyakarta Resmi Ditetapkan Jadi Warisan Budaya UNESCO

20 September 2023 14:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengendara melintas di dekat Tugu Pal Putih di Yogyakarta, Selasa (19/9/2023). Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pengendara melintas di dekat Tugu Pal Putih di Yogyakarta, Selasa (19/9/2023). Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kabar gembira datang dari Provinsi Yogyakarta. Sebab, UNESCO resmi menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai salah satu warisan dunia dari Indonesia pada sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committee (WHC) di Riyadh, Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari situs resmi Pemerintah Yogyakarta, Sumbu Filosofi Yogyakarta sah diterima sepenuhnya tanpa sanggahan menjadi Warisan Dunia Budaya, sesuai dokumen penetapan WHC 2345.COM 8B.39, tanggal 18 September 2023 lalu.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada UNESCO dan seluruh lapisan masyarakat yang telah mendukung upaya pelestarian Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia, yang memiliki nilai-nilai universal yang luhur bagi peradaban manusia di masa kini dan mendatang," ujar Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Pengendara melintas di dekat Tugu Pal Putih di Yogyakarta, Selasa (19/9/2023). Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
Sumbu Filosofi Yogyakarta yang dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO bertajuk the Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks, diakui sebagai warisan dunia karena dinilai memiliki arti penting secara universal.
Konsep atta ruang yang dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta ini pertama kali dicetuskan oleh Raja Pertama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada abad ke-18.
ADVERTISEMENT
Pengendara melintas di dekat diorama Sumbu Filosofi Yogyakarta di Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Selasa (19/9/2023). Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
Konsep tata ruang ini berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah selatan, Kraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah utara.
Struktur jalan tersebut merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia yang meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antar-manusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dan Sang Pencipta, serta antara pemimpin dan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmik.