Tarif Masuk di Destinasi Wisata Alami Kenaikan, Ini Kata Pengamat Pariwisata

6 November 2024 14:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi wisatawan yang sedang traveling di tengah pandemi Foto: Dok. Pegipegi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wisatawan yang sedang traveling di tengah pandemi Foto: Dok. Pegipegi
ADVERTISEMENT
Pemerintah secara resmi melakukan penyesuaian tarif masuk di seluruh Taman Nasional yang ada di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
ADVERTISEMENT
Kenaikan tarif itu pun bervariasi, tergantung dengan kondisi dan kebijakan di taman nasional tersebut. Meski demikian, Pengamat Pariwisata Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Chusmeru, mengatakan bahwa kebijakan menaikkan tarif di beberapa destinasi wisata harus dibarengi dengan transparansi penggunaan dana yang jelas, agar tidak menimbulkan kegaduhan di dalam masyarakat.
“Jangan sampai kenaikan tarif di beberapa destinasi wisata itu menimbulkan kegaduhan di sektor pariwisata Indonesia yang sedang berupaya bangkit,” kata Chusmeru, seperti dikutip dari Antara.
Ia menambahkan bahwa kondisi perekonomian nasional dan global yang belum membaik dikhawatirkan akan menuai respons negatif di sektor wisata, atas kenaikan tarif di destinasi wisata.

Kenaikan Tarif di Tempat Wisata

Wisatawan menikmati spot foto di Pulau Padar, Kamis (28/7). Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
Chusmeru mencontohkan wisata memancing di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur misalnya. Adanya kenaikan tarif yang melonjak drastis dari Rp 25 ribu menjadi Rp 5 juta per orang per hari, dinilainya terlalu mahal,, karena terhitung mengalami lonjakan harga sebesar 20 ribu persen.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikhawatirkan membuat wisatawan domestik tidak lagi tertarik berkunjung ke destinasi wisata tersebut, karena merasa total anggaran dalam berwisata menjadi lebih bengkak.
Belum lagi adanya potensi terbentuknya persepsi di pasar wisatawan dunia bahwa produk wisata Indonesia sangat mahal, sehingga berdampak pada kunjungan wisatawan asing yang memilih berpindah tujuan wisata, ke destinasi negara lain yang lebih murah produk wisatanya.

Sebut Indonesia Bisa Dicap Wisata Mahal

Sejumlah wisatawan melihat suasana Gunung Bromo di Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Pasuruan, Jawa Timur, Senin (1/1/2024). Foto: ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya
Dengan demikian, Chusmeru menilai jika kebijakan ini segera diterapkan dengan tergesa-gesa, maka promosi pariwisata Indonesia ke luar negeri akan menjadi sia-sia, jika produk wisatanya dianggap mahal.
“Kenaikan tarif yang drastis itu tentu saja menjadi pukulan berat bagi wisatawan domestik. Jika benar angka-angka kenaikan tarif itu, tentu akan menimbulkan kelesuan dalam pergerakan wisata dalam negeri,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, transparansi penggunaan dana dapat memberikan gambaran secara lebih jelas soal jenis manfaat atau peralatan yang bisa diperoleh para wisatawan, hingga apa saja hal yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga.
Pemerintah, katanya, juga perlu menjelaskan peruntukkan dari anggaran yang diperoleh dari kenaikan tarif tersebut. Contohnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar wisata, program konservasi dan regenerasi lingkungan atau meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), dan pendapatan nasional.
“Kenaikan tarif sejumlah tempat wisata perlu dikaji ulang dan dikoordinasikan dengan berbagai kementerian dan lembaga,” pungkas Chuseru.