Tradisi Mapeed di Bali, Ucapan Syukur Umat Hindu Pada Ida Sang Hyang Widi Wasa

20 Februari 2020 14:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah perempuan Bali mengusung sesajen dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed yaitu rangkaian persembahyangan Hari Raya Galungan, Bali, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah perempuan Bali mengusung sesajen dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed yaitu rangkaian persembahyangan Hari Raya Galungan, Bali, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
ADVERTISEMENT
Nama tradisi Mapeed mungkin belum familiar terdengar di telingamu. Tetapi, jika melihat sendiri prosesinya, kamu mungkin saja tak aneh dengan pemandangan yang akan disaksikan.
ADVERTISEMENT
Para wanita berdandan rapi dengan kebaya seragam. Kain diikat di pinggang mereka, sementara bagian bawah tubuh mereka dililit dengan sarung.
Kakinya melangkah anggun, tak terburu-buru, tanpa saling mendahului. Rambutnya disanggul dengan indah. Seluruh wanita tanpa terkecuali ikut dalam ritual ini. Mulai dari anak-anak, wanita muda, hingga dewasa.
Umat Hindu menjunjung Gebogan atau sesajen berisi kue, buah, bunga dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed di Pura Alas Kedaton, Tabanan, Bali, Selasa (13/8/2019) Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Umat Hindu menjunjung Gebogan atau sesajen berisi buah, kue, bunga dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed saat Hari Raya Galungan di Desa Lukluk, Badung, Bali. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Sambil berjalan dalam satu baris, mereka memegangi sesajen yang telah disusun rapi setinggi satu meter dalam gebogan. Gebogan merupakan rangkaian buah, kue, aneka jajanan tradisional, bunga, dan hiasan janur yang disusun dalam sebuah tempat yang disebut sebagai Dulang.
Tradisi Mapeed punya aturan yang jelas. Selain hanya boleh dilakukan oleh wanita, Mapeed juga tak bisa dikerjakan sendirian, mesti dilaksanakan bersama-sama.
Sesuai dengan namanya, Mapeed memiliki arti berjalan beriringan. Sehingga sembari para wanita berbaris mengantar sesajen, anggota keluarga mereka akan turut mengiring di luar dari barisan itu dengan mengenakan pakaian adat Bali yang lengkap.
Umat Hindu menjunjung Gebogan atau sesajen berisi buah, kue, bunga dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed saat Hari Raya Galungan di Desa Lukluk, Badung, Bali. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Tradisi Mapeed merupakan perwujudan ucapan syukur umat Hindu Bali kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan yang Maha Esa. Tradisi unik tersebut hanya bisa kamu temukan 10 hari setelah Hari Raya Kuningan. Sesajen yang mereka bawa merupakan persembahan yang akan dibawa menuju pura.
ADVERTISEMENT
Tiba di pura, gebogan disucikan oleh pemangku setempat dengan memercikkan air suci yang disebut sebagai Tirta. Setelah gebogan diperciki air suci, barulah ibadah sembahyang bisa dimulai.
Apabila ada sesajen yang dipersembahkan dalam keadaan kotor atau patah, sesajen itu tak diterima dan akan dikembalikan kepada empunya. Sesajen yang tak disajikan dengan baik dinilai tidak diberikan dengan ikhlas, sehingga si pemilik mesti membayar sanksi adat.
Sejumlah perempuan Bali menjunjung Gebogan atau sesajen bersusun buah, bunga dan hiasan janur dalam Tradisi Mapeed di Pura Alas Kedaton, Tabanan, Bali. Foto: ANTARA/Wira Suryantala
Sejumlah perempuan Bali mengusung sesajen dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed yaitu rangkaian persembahyangan Hari Raya Galungan, Bali, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Iring-iringan dalam tradisi Mapeed di Bali biasanya dilakukan dalam dua gelombang. Gelombang pertama berasal dari bagian barat desa (tempek kauh), dan gelombang kedua berasal dari kawasan timur desa (tempek kangin).
Buat kamu yang tertarik untuk melihat langsung tradisi Mapeed, disarankan untuk mencari tahu jadwal di tempat yang kamu kunjungi. Karena umumnya, tanggal pelaksanaan Mapeed dilangsungkan berbeda tergantung daerahnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Seru sekali, ya.
ADVERTISEMENT