Tradisi Unik Suku di Sudan Selatan: Culik Wanita Cantik, Lalu Dipukuli

21 Januari 2023 7:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi piring bibir suku di Ethiopia. Foto: demidoff/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi piring bibir suku di Ethiopia. Foto: demidoff/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Menculik mempelai wanita sebelum pernikahan mungkin jadi hal terlarang buat dilakukan. Ya, hal tersebut dianggap melanggar hukum dan aturan.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, hal tersebut tak berlaku dengan sebuah suku di Afrika satu ini. Bagaimana tidak? Mereka justru memiliki tradisi untuk menculik wanita cantik yang ingin dinikahi.
Ilustrasi piring bibir suku di Ethiopia. Foto: canyalcin/Shutterstock
Dilansir Pulse, para pria di Latuka, Afrika Selatan, akan menculik wanita yang ingin mereka jadikan sebagai istri. Mirip-mirip dengan tradisi yang ada di Suku Sasak, Lombok, yang bernama kawin culik.
Menurut tradisi, mempelai pria yang hendak menikah akan menculik sang pujaan hati. Tak hanya itu, ia juga akan mempekerjakan pria lain untuk menculik wanita yang hendak dinikahi tersebut.
Ilustrasi perempuan Angola yang punya tradisi unik melumuri rambut dengan kotoran sapi. Foto: Pere Grau/Shutterstock
Wanita yang ditangkap tersebut kemudian dibawa ke rumah pelamarnya di mana dia akan ditahan, sebelum akhirnya sang pria memberi tahu ayah si wanita. Menariknya, seolah-olah penculikan sungguhan, sang ayah juga akan memukuli calon menantunya.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut untuk menunjukkan bahwa dia menyetujui pernikahan putrinya. Tak diketahui pasti seperti apa sang ayah memukuli menantunya, hanya saja ketik seorang wanita sudah diculik oleh pria tersebut, berarti pihak lain tidak boleh ikut campur atau mendekati wanita itu lagi.

Usai Diculik, Pernikahan Baru Digelar

Setelah wanita tersebut diculik, maka pelamarnya akan kembali ke keluarganya. Kemudian, bersama keluarga, pria tersebut akan datang secara resmi ke pihak wanita untuk meminangnya.
Kalau di tempat lain, biasanya ada upacara penyerahan seorang wanita kepada seorang pria yang kebanyakan oleh ayah dari calon pengantin wanita, suku tersebut justru memiliki cara yang berbeda.
Ilustrasi suku yang punya tato. Foto: David Evison/Shutterstock
Adapun, ayah sang pria memiliki pilihan apakah akan menyetujui lamaran pelamar ini atau tidak. Jawaban “ya” atau “tidak” datang dengan kegiatan seremonial tersendiri.
ADVERTISEMENT
Jika ayah sang wanita menyetujui lamaran dari pihak pelamar, dia harus mengalahkan menantunya untuk menunjukkan persetujuannya atas lamaran mereka.
Laporan mengatakan bahwa pemukulan itu menandakan bahwa pria tersebut bersedia dipukuli untuk istrinya, karena ini tentang pengorbanan yang rela ia lakukan untuk wanita yang dicintainya.
Menariknya, jika jawaban sang ayah adalah "tidak", maka pelamar memiliki keleluasaan untuk memutuskan apakah akan mengembalikan putri yang diculik atau tetap menikahinya.

Tradisi yang Mendapat Kritik

Ilustrasi perempuan Angola yang punya tradisi unik melumuri rambut dengan kotoran sapi. Foto: 2630ben/Shutterstock
Sayangnya, praktik ini ternyata menuai perdebatan dan mendapat kritik dari banyak orang. Sebab, hal tersebut dianggap sebagai penghinaan terhadap hak seorang wanita untuk memilih dengan siapa ia jatuh cinta, dan ingin menghabiskan hidupnya bersama.
Adapun, Latuka dan Otuho diketahui sebagai sekelompok etnis kecil yang ada di Afrika. Mereka dikenal sebagai suku yang suka bertani dan juga beternak.
ADVERTISEMENT
Mereka memelihara ternak, domba, dan kambing dalam jumlah besar di pegunungan Sudan Selatan. Sedangkan, tanaman yang biasa mereka tanam adalah kacang tanah, sorgum, jagung, dan umbi-umbian, seperti ubi dan kentang.
Latuka dikatakan mewujudkan gaya hidup komunal, di mana tidak ada yang disimpan dari siapa pun. Mereka mempraktikkan sistem berbagi dan dengan demikian, tidak ada satu orang pun yang mengatur mereka. Sebaliknya, Latuka memiliki sekelompok penatua yang diberi wewenang untuk membimbing mereka.
Mereka dikenal sebagai suku konservatif yang melarang berbagai bentuk penetrasi agama dan budaya lain, termasuk pernikahan yang tetap tidak berubah selama bertahun-tahun, meskipun menuai kritik.