Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Sudah bukan rahasia lagi kalau Korea Utara atau Korut adalah negara yang sangat tertutup. Bahkan, Korea Utara juga dikenal memiliki sejumlah peraturan ketat yang dibuat oleh sang pemimpin.
ADVERTISEMENT
Maka, tak menjadi hal yang mengherankan lagi jika sebagian penduduknya ada yang tak betah tinggal di negara mereka sendiri dan memilih untuk kabur atau melarikan diri. Meski terbilang cukup sulit, nyatanya ada beberapa perempuan yang berhasil pergi dari Korea Utara dan meniti karier di negara lain, seperti Korea Selatan.
Lalu, siapa sajakah mereka? Berikut kumparanWOMAN rangkum informasinya, seperti dikutip dari berbagai sumber.
1. Kang Nara
Yang pertama adalah Kang Nara. Kang Nara diketahui kabur dari Korea Utara pada 2014. Saat melakukan sebuah wawancara dengan akun YouTube YonTongTV, Kang Nara menyebut bahwa keberaniannya untuk menjadi seorang pembelot karena terinspirasi dari ibunya.
Sang ibu pernah bertanya kepada Kang Nara, apakah ia ingin datang ke Korea Selatan. Awalnya Kang Nara ragu untuk menerima tawaran itu, namun setelah beberapa lama, ia pun memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. Sang ibu pun mulai bekerja dan segera mengirimkannya broker atau calo yang bisa melancarkan aksinya.
ADVERTISEMENT
Perjuangan Kang Nara sampai ke Korea Selatan dikatakan tidaklah mudah. Sebab, ia harus menyeberangi sungai dan berhenti di beberapa tempat. Bahkan, ia juga hampir tewas ketika menyebrangi sungai Amnok (sungai yang membatasi China dan Korea Utara), karena tidak bisa berenang dan kala itu arus sangat kuat.
Namun, perjuangan itu tak sia-sia, sebab kini Kang Nara telah sukses meniti karier di Korea Selatan sebagai seorang YouTuber. Bahkan, di kanal Youtube pribadinya, ia tak segan memberi tahu para subscribers seputar fakta-fakta soal kehidupan di Korea Utara.
2. Yeonmi Park
Selanjutnya adalah Yeonmi Park. Yeonmi memilih kabur dari Korea Utara pada 2007, saat usianya baru 13 tahun. Di buku memoarnya berjudul In Order to Live: A North Korean Girl’s Journey to Freedom, Yeonmi menceritakan soal pelarian keluar dari Korea Utara bersama ibunya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ia juga menceritakan soal kisah hidupnya selama masih tinggal di Korea Utara. Ia menyebut bahwa ia dan keluarganya hidup susah saat kelaparan dahsyat melanda Korea Utara pada 1990. Bahkan, untuk bisa bertahan hidup, Yeonmi dan keluarganya terpaksa memakan bunga, rumput, bahkan capung.
Pelarian Yeonmi dan keluarganya pun dimulai tak lama setelah sang ayah ditangkap dengan tuduhan menjalankan bisnis gelap. Yeonmi dan ibunya kemudian membujuk seorang pria untuk menyelundupkan mereka ke China. Selama perjalanan itu, Yeonmi mengaku banyak sekali rintangan yang harus dihadapi. Bahkan ketika sampai di China, Yeonmi bercerita bahwa sang ibu diperkosa oleh pria yang menolongnya. Selain itu, mereka Yeonmi dan ibunya juga terpaksa tinggal sementara di sana.
ADVERTISEMENT
Setelah dua tahun, akhirnya Yeonmi dan ibunya dilepas. Mereka melarikan diri ke Mongolia dan terbang ke Korea Selatan atas bantuan para misionaris China dan Korea Selatan. Sejak bebas dari sana, Yeonmi yang kini merupakan seorang aktivis HAM banyak bercerita soal kondisi di Korea Utara maupun soal kisah pelariannya.
3. Hyeonseo Lee
Hyeonseo Lee bukan lahir dari keluarga miskin. Namun sama dengan yang lain, ia juga mengalami kelaparan yang parah saat krisis besar menimpa Korea Utara pada 1990. Sejak kejadian itulah, ia pun memutuskan untuk hengkang dari negara tersebut.
Menurut laporan The Guardian, Hyeonseo Lee kabur dari negaranya pada 1997. Kala itu, ia mencoba kabur seorang diri melintasi perbatasan China. Setelah 10 tahun hidup seperti buronan di China, Hyeonseo Lee pun berhasil kabur ke Korea Selatan. Ia tiba di Bandara Internasional Incheon pada Januari 2008, dan memasuki kantor imigrasi dengan menyatakan identitasnya sebagai pencari suaka Korea Utara.
ADVERTISEMENT
Kini, Hyeonseo Lee pun disibukkan dengan profesinya sebagai aktivis. Ia juga sempat menceritakan kisah hidup dan perjalannya dalam mencapai kebebasan lewat buku berjudul The Girls with Seven Names.