news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

4 Langkah Kurangi Mengkritik Diri Sendiri soal Masalah Kulit Menurut Psikolog

2 Agustus 2022 19:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan mengkritik diri sendiri. Foto: ARTFULLY PHOTOGRAPHER/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan mengkritik diri sendiri. Foto: ARTFULLY PHOTOGRAPHER/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mengkritik diri sendiri terlalu keras, terutama soal masalah kulit yang dihadapi, mungkin sering dilakukan oleh kamu. Ucapan seperti, “Aku berjerawat, sih, makanya tidak terlihat cantik,” atau “Kulit aku merah sekali, jadi tidak enak dipandang,” adalah bentuk dari mengkritik dan menghakimi diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Menurut psikolog klinis Disya Arinda, mengkritik diri sendiri kemungkinan menjadi coping mechanism atau tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah berat di kehidupan. Akibatnya, tindakan tersebut bisa menjadi kebiasaan yang terus menerus kamu lakukan setiap hari.
Dikutip dari Harvard Business Review, mengkritik diri sendiri terlalu keras bisa berujung pada motivasi yang menurun, kontrol diri yang lebih buruk, hingga rasa malas berlebih. Selain itu, menurut Disya, mengkritik diri sendiri terkait masalah kulit bisa membuat kamu semakin membenci diri sendiri.
Oleh karena itu, kamu perlu mengurangi kebiasaan mengkritik diri secara destruktif. Kepada kumparanWOMAN, psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia ini memaparkan sejumlah langkah yang bisa kamu terapkan untuk mengurangi kebiasaan buruk ini. Simak selengkapnya di bawah ini, Ladies.
ADVERTISEMENT

1. Sadari bahwa kamu sering mengkritik diri sendiri

Ilustrasi perempuan mengkritik diri sendiri. Foto: fizkes/Shutterstock
Menurut Disya, tahap pertama yang dilakukan adalah menyadari bahwa kamu memang sering mengkritik diri sendiri. Seperti yang sudah disebutkan, karena kritik diri sudah menjadi sebuah kebiasaan, sering kali kamu tidak menyadari bahwa kamu tengah menghakimi diri sendiri.
“Oleh karena itu, ketika kita mengkritik atau punya kebiasaan mengkritik diri, bisa pelan-pelan sadari dulu, ‘Oh, ternyata aku sering, ya, mengkritik diri sendiri,” atau “Aku sering, ya, menyampaikan hal-hal negatif ke diri sendiri,” jelas Disya ketika diwawancarai kumparanWOMAN, Kamis (28/7).

2. Ketahui dari mana kebiasaan ini muncul

Ilustrasi masalah kulit wajah pada perempuan. Foto: Shutter Stock
Langkah selanjutnya setelah menyadari kebiasaan tersebut adalah mencari tahu dari mana kebiasaan ini muncul.
“Apakah kebiasaan ini datang dari insecurity kita? Atau apakah ada keinginan diterima oleh orang lain, tetapi tidak terwujud? Ataukah ada tuntutan atau ekspektasi dari diri sendiri yang tidak sesuai dengan harapan dan realitanya? Ini bisa membuat kita jadi mengkritik diri,” papar Disya. Ini juga merupakan salah satu cara bagi kamu bisa lebih mengenal diri sendiri dan apa yang kamu rasakan, Ladies.
ADVERTISEMENT
Disya pun memberikan contoh yang mudah dipahami. Jika kamu bertemu dengan orang lain yang hobinya mengkritik atau menghakimi kamu, tentu kamu akan merasa kesal dan tidak ingin lama-lama bersama dia. Lantas, mengapa kamu menghadirkan orang seperti itu di dalam diri kamu sendiri?
“Itu justru menjauhkan kita dari konsep mencintai diri sendiri. Kita malah jadi sebal dengan diri sendiri, semakin benci, semakin enggak suka, semakin sering mengkritik diri. Ini jadi seperti snowball effect: sedikit demi sedikit dilakukan, tetapi saking seringnya, kita jadi melihat kritik buruk tersebut sebagai bagian dari diri kita sendiri,” ungkap Disya.

3. Tantang kritik buruk tersebut

Ilustrasi masalah kulit wajah pada perempuan. Foto: Shutter Stock
Setelah kamu menyadari dan mengetahui dari mana kritik buruk itu bersumber, kamu bisa mulai menantang pikiran tersebut. Ini merupakan upaya untuk mengurangi intensitas mengkritik diri sendiri yang kamu lakukan.
ADVERTISEMENT
“Misalnya, kita mengkritik diri sendiri, ‘Aduh, kok jerawatan banget, padahal sudah memakai skin care?’ Nah, kritik tersebut kita challenge, ‘Apakah pikiran kayak gini menghilangkan jerawat? Kayaknya enggak, justru membuatku semakin tidak percaya diri,’” jelas Disya.
Ketika menantang kritik buruk tersebut, kamu sekaligus melakukan brainstorming dengan cara mencari jawaban atas masalah yang dihadapi.
“Kita challenge pemikiran negatif terhadap diri sendiri dengan, ‘Apa ada buktinya kita seperti itu? Apa iya, aku seburuk itu?’ Atau, ‘Apakah kesalahan ini enggak bisa diperbaiki? Atau sebetulnya ada cara yang bisa dilakukan?’” tambah Disya.

4. Perlahan cari alternatif pikiran yang jauh lebih positif

Ilustrasi perempuan memakai skin care. Foto: Shutterstock
Terakhir, setelah kamu sukses menantang kritik buruk tersebut, mulailah untuk mencari alternatif pikiran yang jauh lebih positif. Tentu saja, ini akan sulit dilakukan, terutama bagi kamu yang sudah sering kali mengkritik diri sendiri. Namun, dengan latihan, kamu akan bisa mulai menemukan pikiran positif mengenai diri sendiri.
ADVERTISEMENT
“Cari alternatif pikiran yang lebih sehat, seperti, ‘Aku enggak nyaman dengan masalah kulit ini. Ini memang mengganggu penampilanku, tetapi aku tahu, ini adalah kondisi yang sifatnya sementara.’ Atau untuk teman vitiligo, 'Ini memang enggak bisa diubah, tetapi aku bisa melakukan yang terbaik dengan cara merawat kulitku, dengan taking care of myself, kemudian dengan berbagi dengan teman-teman yang sama. Aku pun akan punya dukungan,'” jelas Disya.
Yang paling penting, dalam upaya mencari alternatif pikiran yang lebih positif, kamu tidak boleh menyangkal (denial) kondisi kulit yang sedang kamu alami. Disya menegaskan, tidak apa-apa mengakui bahwa kulitmu memang sedang bermasalah.
“Dengan mengakui adanya ketidaknyamanan dan adanya flaw di diri kita, justru kita jadi tahu apa yang harus dilakukan. Misalnya, ‘Jerawatku perlu ditutup dengan acne patch, nih.’ Itu yang membuat kita jadi tahu dan semakin merasa berdaya terhadap kondisi yang sedang kita alami,” tutup Disya.
ADVERTISEMENT
Nah, mengurangi kritik buruk terhadap diri sendiri merupakan bagian dari upaya skin positivity, lho, Ladies. Jadi, jangan lupa untuk mulai menerapkan langkah-langkah dari psikolog Disya Arinda, ya!