5 Dampak COVID-19 terhadap Perempuan Indonesia Berdasarkan Laporan dari UN Women

10 November 2020 14:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan stres Foto: dok.Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan stres Foto: dok.Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 yang tengah melanda di seluruh dunia memberikan dampak besar dalam kelangsungan hidup manusia, tak terkecuali perempuan di Indonesia. Hal ini diungkapkan dalam laporan terbaru tentang dampak gender dari pandemi oleh Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, UN Women di Indonesia bekerja sama dengan Indosat Ooredoo.
ADVERTISEMENT
Laporan ini dibuat berdasarkan pada survei dampak sosio-ekonomi dari pandemi COVID-19 pada perempuan dan laki-laki melalui pesan SMS yang disebar melalui jaringan Indosat Ooredoo selama bulan April dan Juli 2020 secara acak. Dituturkan oleh Jamshed Kazi, UN Women Representative for Indonesia and Liaison to ASEAN, laporan ini memperlihatkan dengan jelas bahwa perempuan terdampak secara tidak proporsional oleh pandemi.
"Data yang dikumpulkan sangat penting untuk memastikan bahwa intervensi yang ada dirancang untuk perempuan, terutama bagi mereka yang merupakan kelompok rentan. Data terbaru ini diharapkan dapat membantu Satgas Penanganan COVID-19, mitra-mitra pembangunan, serta sektor swasta di Indonesia dalam pembuatan keputusan untuk mendukung respons kuat terhadap COVID-19 agar dapat memenuhi kebutuhan perempuan dan anak perempuan, serta dalam mempromosikan upaya pemulihan yang cepat,” ujar Jamshed Kazi dalam pernyataan resmi yang diterima kumparanWOMAN.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan yang bertajuk 'Menilai Dampak COVID-19 terhadap Gender dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia', terungkap bagaimana pandemi COVID-19 membuat perempuan lebih rentan terhadap guncangan ekonomi. Tak hanya itu saja, laporan ini juga memperdalam ketidaksetaraan yang sudah ada di Indonesia sejak sebelum pandemi, yang kemungkinan dapat menghambat kemajuan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).
Selengkapnya, berikut kumparanWOMAN paparkan beberapa temuan dari laporan yang didukung oleh insiatif “Women Count” dari UN Women dan The United Nations (UN) COVID-19 Multi-Partner Trust Fund berkerja sama dengan UNICEF, WFP, dan UNDP. Apa saja?

1. 82% perempuan Indonesia mengalami penurunan sumber pendapatan

Ilustrasi memikirkan penurunan pendapatan. Foto: Shutterstock
Pandemi COVID-19 memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian. Tak terkecuali untuk perempuan, yang sebagian besar bergantung pada pendapatan dari usaha keluarga, mengalami pengurangan pendapatan yang cukup besar. Sebanyak 82 persen perempuan Indonesia mencatat adanya penurunan dalam sumber pendapatan, dibanding laki-laki yang tercatat sebanyak 80 persen. Meskipun laki-laki juga mengalami penurunan serupa, bukti menunjukkan bahwa laki-laki mendapatkan keuntungan dari sumber pendapatan yang lebih luas.
ADVERTISEMENT

2. 57% perempuan mengalami peningkatan stres dan kecemasan

Ilustrasi perempuan stres. Foto: Shutterstock
Secara langsung atau tidak, COVID-19 memberikan dampak kepada kesehatan mental. Berdasarkan laporan dari UN Women, 57 persen perempuan mengalami peningkatan stres dan kecemasan karena COVID-19, sedangkan hanya 48 persen laki-laki mengalami hal tersebut.
Tak heran, akibat dari pandemi, banyak perempuan yang harus mengurus anggota keluarga atau merawat mereka yang sakit. Hal ini, telah menambah beban pekerjaan rumah tangga yang memang sudah meningkat. Faktor-faktor tersebut, ditambah dengan kecemasan atas hilangnya pekerjaan dan pendapatan serta efek pembatasan sosial terhadap kekerasan berbasis gender. Sehingga, hal ini mungkin berkontribusi pada memburuknya kesehatan mental perempuan secara tidak proporsional.
ADVERTISEMENT

3. 69% perempuan menghabiskan lebih banyak waktu mengerjakan pekerjaan rumah tangga tak berbayar

Ilustrasi membersihkan rumah. Foto: Shutterstock
Keputusan pemerintah untuk melakukan PSBB dan social distancing membuat pekerjaan rumah seperti membersihkan rumah dan memasak, sulit dipindahtugaskan ke orang lain dan harus dikerjakan sendiri demi menjamin keselamatan dan kesejahteraan anggota keluarga, terutama anak kecil dan keluarga yang sakit. Akibatnya, beban pekerjaan rumah tangga, perawatan dan pengasuhan meningkat tajam.
69 persen perempuan dan 61 persen laki-laki kini menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan rumah tangga tak berbayar sejak penyebaran COVID-19. Selain itu, 61 persen perempuan dan 48 persen laki-laki menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan perawatan tak berbayar.
Sebagai akibat dari krisis ini, intensitas pekerjaan rumah tangga dan kerja perawatan dan pengasuhan tak berbayar juga meningkat. Diperkirakan, 26 persen perempuan melihat bahwa pekerjaan perawatan dan pengasuhan yang tak berbayar ini meningkat, 19 persen mencatat hal yang sama untuk pekerjaan rumah tangga yang tak berbayar.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk laki-laki, perubahan ini kurang terlihat. Hanya 23 persen laki-laki yang mengalami peningkatan pekerjaan perawatan dan pengasuhan tak berbayar. Di samping itu, hanya 11 persen yang mencatat peningkatan ini untuk pekerjaan rumah tangga.

4. 39% perempuan menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengajar anak di rumah

Ilustrasi perempuan bekerja sambil menemani anak sekolah di rumah. Foto: Shutter Stock
Sejak wabah COVID-19 mencuat di Indonesia pada Maret lalu, banyak sekolah yang memutuskan untuk melakukan belajar jarak jauh melalui kelas online demi menekan penyebaran COVID-19. Namun, mengingat pendidikan tidak dapat dialihdayakan kepada pihak lain, maka orang tua lah yang harus mengajarkan anaknya di rumah.
Survei terbaru memperkirakan ada sekitar 39 persen perempuan yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengajar anak di rumah, termasuk membimbing dan melatih anak-anak dalam mengerjakan tugasnya. Presentase ini 10 persen lebih banyak dari laki-laki, yang hanya 29 persen menghabiskan waktu untuk mengajar anak di rumah.
ADVERTISEMENT

5. Pembatasan sosial membawa risiko bagi keamanan perempuan

Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Dalam konteks krisis COVID-19 saat ini, laporan terjadinya kekerasan terhadap perempuan tampaknya terus meningkat. Berdasarkan laporan dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam Kajian Dinamika Perubahan di dalam Rumah Tangga Selama COVID-19 di 34 Provinsi di Indonesia, frekuensi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia semakin meningkat sejak awal pandemi, terutama mereka yang sudah menikah dan berusia 31–40 tahun, serta mereka yang berpenghasilan di bawah Rp 5 juta.
Di antara laporan kekerasan, kekerasan psikologis dan ekonomi adalah yang paling sering disebutkan. 15 persen perempuan mencatat bahwa mereka terkadang mengalami kekerasan psikologis dan 4 persen perempuan mengatakan bahwa insiden ini sering terjadi. Untuk kekerasan ekonomi, 7 persen perempuan mencatat mengalaminya sesekali dan 3 persen perempuan mencatat bahwa sering mengalaminya.
ADVERTISEMENT
Dengan diberlakukannya pembatasan sosial dan pembatasan pergerakan karena pandemi, banyak penyedia layanan untuk korban kekerasan berhadapan dengan isu-isu terkait dengan keberlangsungan kegiatan mereka. Misalnya, pembatasan aktivitas yang harus mereka lakukan karena pemotongan dana atau masalah keamanan.
Survei terhadap 11 penyedia layanan di Indonesia menunjukkan bahwa, meskipun sebagian besar belum berhenti beroperasi sepenuhnya, banyak yang membatasi ruang lingkupnya pada pemberian rujukan, bantuan darurat, layanan psikososial, dan layanan hukum saja. Hal ini menimbulkan tantangan yang cukup besar bagi para korban, yang mungkin mempertaruhkan nyawa untuk mencari bantuan tetapi tidak selalu mendapatkan layanan yang mereka butuhkan.
ADVERTISEMENT