5 Fakta RA Kartini yang Perempuan Wajib Tahu

21 April 2022 10:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi R.A. Kartini. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi R.A. Kartini. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai sosok perempuan yang memberikan pengaruh besar untuk perempuan Indonesia, Raden Adjeng Kartini atau RA Kartini terus dikenang hingga saat. Bahkan, setiap tanggal 21 April, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini.
ADVERTISEMENT
Kartini berperan penting dalam kemajuan pendidikan perempuan Tanah Air. Berkat perjuangannya, perempuan dapat mengenyam pendidikan yang setara dengan laki-laki.
Tak heran bila sampai hari ini, banyak pula sosok-sosok perempuan yang berani menyuarakan diri dan gigih meraih impian karena terinspirasi oleh pemikiran Kartini. Nah, berikut ini beberapa fakta menarik tentang RA Kartini yang wajib kamu simak, Ladies.

1. Kartini adalah perempuan pribumi keturunan bangsawan

Berasal dari keluarga bangsawan dan putri dari bupati Jepara bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dengan M.A. Ngasirah, Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah.
Karena merupakan keturunan bangsawan, Kartini pun diperbolehkan mengenyam pendidikan di Europese Lagere School atau ELS. Sayangnya di masa itu, hanya anak-anak keturunan bangsawan yang boleh menempuh pendidikan dasar. Bahkan, tradisi Jawa juga hanya memperbolehkan perempuan untuk bersekolah hingga umur 12 tahun.
ADVERTISEMENT

2. Kartini belajar dan menulis surat selama dipingit

Setelah lulus dari ELS, Kartini tidak diizinkan melanjutkan studi. Ketika itu, perempuan hanya boleh bersekolah hingga usia 12 tahun. Setelah mencapai usia tersebut, perempuan harus dipingit dan menunggu waktu untuk dinikahkan.
Namun, Kartini tidak tinggal diam selama menetap di rumah. Ia belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi dari Belanda menggunakan kemampuan berbahasa Belanda yang ia miliki. Salah satu temannya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya.

3. Kartini menulis surat berisi pemikiran terkait berbagai masalah

Ilustrasi R.A. Kartini. Foto: Shutter Stock
Mengutip Intersections, surat-surat yang dikirimkan itu menguraikan pemikiran Kartini terkait berbagai masalah termasuk tradisi feudal yang menindas, pernikahan paksa dan poligami bagi perempuan Jawa kelas atas, dan pentingnya pendidikan bagi anak perempuan. Di sisi-sisi lain, surat-surat tersebut juga mencerminkan pengalaman hidup Kartini sebagai putri seorang bupati Jawa.
ADVERTISEMENT
Kartini juga tertarik pada kemajuan berpikir para perempuan Eropa dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa yang dibacanya.

4. Kartini menikah dengan Bupati Rembang K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat

Pada tanggal 12 November 1903, RA Kartini yang pada saat itu berusia 24 tahun menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Beruntungnya, Kartini mendapatkan suami yang turut mendukung keinginannya untuk menaikkan derajat perempuan agar setara dengan laki-laki.
Tidak tanggung-tanggung, suaminya mengizinkan dirinya untuk membangun sekolah perempuan di pintu timur gerbang perkantoran Rembang yang kini sudah menjadi Gedung Pramuka.

5. Surat-surat Kartini diterbitkan menjadi buku

Pada 17 September 1904, Kartini meninggal dunia selang empat hari setelah melahirkan anaknya yang pertama, RM Soesalit Djojoadhiningrat. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.
ADVERTISEMENT
Setelah kepergian Kartini, surat yang dikirimkan olehnya kepada teman-temannya di Belanda dikumpulkan oleh Jacques Henrij Abendanon, Menteri Kebudayaan Agama dan Kerajinan Hindia Belanda. Kemudian kumpulan surat tersebut dijadikan sebuah buku dengan judul 'Door Duisternis tot Licht' yang kemudian diterjemahkan menjadi 'Dari Kegelapan Menuju Cahaya'.
Pemikiran-pemikiran Kartini dalam surat-suratnya tidak pernah bisa dibaca oleh beberapa orang pribumi, karena mereka tidak mahir berbahasa Belanda. Karena itulah pada 1922, Balai Pustaka menerbitkan versi translasi buku dari Abendanon dengan bahasa Melayu yang diberi judul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran’.
Sedangkan Yayasan Kartini baru terbentuk pada tahun 1916 di Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Cirebon. Yayasan Kartini sendiri merupakan sekolah khusus perempuan.