Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Ladies, guna memperingati Hari Perempuan Sedunia atau International Women's Day yang jatuh setiap 8 Maret, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) selalu meluncurkan Catatan Tahunan atau Catahu yang berisikan dokumentasi dan laporan terkait kekerasan terhadap perempuan (KTP).
ADVERTISEMENT
Untuk Catahu 2020, Komnas Perempuan meluncurkannya pada Jumat (5/3) lalu. Catahu sendiri dimaksudkan untuk memaparkan gambaran umum tentang besaran dan bentuk kekerasan yang terjadi terhadap perempuan di Indonesia. Menurut Andy Yentriyani selaku Ketua Komnas Perempuan, catahu ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk pengembangan, penanganan kasus, dan keadilan untuk korban.
Dalam catahu yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan terdapat beberapa fakta terkait kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020. Penasaran apa saja? Berikut kumparanWOMAN telah rangkum informasinya hanya untuk kamu, Ladies!
1. Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan mengalami penurunan
Tertulis dalam catahu bahwa Komnas Perempuan mencatat terdapat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2020. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 431.471 kasus, angka ini menurun drastis. Penyebab menurunnya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan disebabkan karena berkurangnya jumlah data yang dilaporkan.
Menurut Andy, hampir 50% kuesioner yang sudah dibagikan ke berbagai lembaga layanan mitra Komnas Perempuan tidak dikembalikan seperti pada tahun sebelumnya. Maka dari itu, penurunan jumlah kasus kekerasan bukan disebabkan dari berkurangnya kejadian tersebut melainkan pengembalian kuesioner yang menurun.
ADVERTISEMENT
“Penurunan tajam data kasus yang dapat dicatatkan pada catahu 2020 lebih merefleksikan kapasitas pendokumentasian daripada kondisi nyata kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi yang cenderung meningkat,” ungkap Andy.
2. DKI Jakarta jadi kota paling tinggi dengan tindak Kekerasan Terhadap Perempuan
Sepanjang tahun 2020, di DKI Jakarta terjadi setidaknya 2.461 kasus kekerasan terhadap perempuan. Banyaknya kasus tersebut membuat DKI Jakarta menjadi kota tertinggi terjadinya kekerasan terhadap perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan tersebut terdiri dari beberapa ranah seperti personal, komunitas, dan negara. Untuk ranah personal, mencakup pernikahan dan pacaran, ranah komunitas seperti pertemanan, sedangkan ranah negara yang menyangkut dengan pejabat pemerintahan.
3. Peningkatan kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dalam pernikahan akibat pandemi
Menurut ranah kasus catahu 2021, kekerasan terhadap perempuan seringkali terjadi dalam lingkup personal, di antaranya dalam hubungan pernikahan dan hubungan pacaran. Tidak tanggung-tanggung, kasusnya sudah mencapai 6.480 kasus atau sebesar 79%. Hal ini menandakan bahwa kekerasan perempuan seringkali dilakukan oleh orang yang memang memiliki hubungan khusus layaknya suami-istri ataupun kekasih.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, di tahun ini kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup personal mengalami kenaikan sebanyak 4% dari 75% menjadi 79%. Peningkatan kasus ini dipercaya terjadi karena pandemi yang membuat aktivitas suami-istri untuk bertemu semakin sering. Dengan seringnya pertemuan tersebut, tentu akan lebih sering timbul perbedaan pendapat yang berujung pada kekerasan.
ADVERTISEMENT
"Ini didukung juga oleh penelitian Komnas Perempuan dalam dinamika rumah tangga selama masa pandemi. Disebutkan bahwa semakin banyak suami dan istri bertemu di dalam keluarga dan tidak melakukan aktivitas apa pun. Itu yang menjadikan keluarga ini semakin rentan untuk mengalami kekerasan," jelas Alimatul Qibtiyah, salah satu Komisioner Komnas Perempuan.
4. Kekerasan gender berbasis siber (KGBS) mengalami kenaikan
Bentuk kekerasan seksual yang terjadi terhadap perempuan menduduki peringkat kedua setelah kekerasan fisik. Meski demikian, baik kekerasan seksual dan fisik, keduanya hanya berbeda 1% saja. Kekerasan fisik mencapai 31% dengan 2.025 kasus, sedangkan kekerasan seksual sebanyak 30% dengan 1.938 kasus. Lalu disusul dengan bentuk kekerasan psikis dan juga ekonomi.
Kekerasan gender berbasis siber yang masuk ke dalam jenis kekerasan seksual mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dari yang sebelumnya terdapat 35 kasus menjadi 329 kasus. Artinya, KGBS mengalami kenaikan sebanyak 920% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
KGBS sendiri adalah kekerasan seksual yang terjadi dalam dunia maya. Biasanya korban akan mendapatkan paksaan untuk melakukan hal pornografi yang nantinya akan disebarluaskan di dunia maya. Pelakunya tentu tidak jauh dari orang terdekat dari korban yang bisa jadi sempat memiliki hubungan spesial sebelumnya.
5. Kekerasan Terhadap Perempuan disabilitas menurun
Pandemi covid-19 membawa pengaruh yang cukup signifikan pada menurunnya angka kekerasan terhadap perempuan disabilitas. Kabar tersebut disampaikan oleh Bahrul Fuad, Komisioner Komnas Perempuan, dalam laporan catahu.
Menurut Bahrul, di tahun sebelumnya, kekerasan terhadap perempuan disabilitas mencapai 87 kasus. Namun di tahun 2020, Komnas Perempuan berhasil mendapatkan 77 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas.
6. Femisida termasuk puncak kekerasan berbasis gender (KBG)
Kekerasan berbasis gender (KBG) memang sedang marak terjadi di Indonesia belakangan ini. Salah satu puncak tertinggi dari KBG ini adalah femisida yang biasanya terjadi di dalam rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Lebih jelasnya, femisida adalah tindakan pembunuhan karena ia perempuan. Ada penekanan gender di dalam pengertian tersebut sehingga kondisi ini disebut sebagai puncak tertinggi dari KBG.
"Bentuk femisida adalah kekerasan dalam rumah tangga, penyiksaan atau pembunuhan misoginis (sindrom membenci perempuan), pembunuhan atas nama kehormatan, dan orientasi seksual," jelas Rainy Hutabarat selaku Komisioner Komnas Perempuan.
Penulis: Johanna Aprillia