6 Peristiwa Kontroversial di Dunia Fashion Sepanjang 2019

23 Desember 2019 16:56 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kontroversi sweater ‘Blackface’ milik Gucci. Foto: dok. @highsnobiety/ Twitter
zoom-in-whitePerbesar
Kontroversi sweater ‘Blackface’ milik Gucci. Foto: dok. @highsnobiety/ Twitter
ADVERTISEMENT
Akhir 2019 sudah di depan mata. Jika menengok kembali perjalanan selama 12 bulan terakhir, maka banyak sekali kejadian tak terduga yang menghiasi dunia fashion. Mulai dari isu eksploitasi pekerja, rasisme, hingga perampasan budaya.
ADVERTISEMENT
Isu-isu tersebut tentu sempat menyita perhatian bahkan menimbulkan sejumlah kontroversi. Bagi Anda yang penasaran, kumparanWOMAN sudah merangkum sederet kontroversi di dunia fashion yang terjadi sepanjang 2019.
1. Kontroversi di balik t-shirt amal Gender Justice milik Spice Girls
Januari 2019 lalu, group musik legendaris asal Inggris, Spice Girls, menjual merchandise t-shirt dalam rangka menyambut konser reuni yang berlangsung pada bulan Mei di Inggris. Menariknya, sebagian hasil penjualan t-shirt tersebut akan didonasikan untuk kampanye ‘Gender Justice’ milik organisasi sosial Comic Relief.
Namun sayang, niat mulia itu harus ternodai oleh fakta miris di balik proses pembuatan t-shirt ini di Bangladesh. Konon, terkuak fakta bahwa t-shirt putih bertuliskan #IWannaBeASpiceGirl itu dibuat oleh perempuan pekerja konveksi Interstoff Apparels, dengan upah yang sangat minim yaitu USD 35 sen/jam atau setara dengan Rp 5000/jam.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, jika gagal memenuhi target pembuatan, para buruh juga akan dilecehkan dan dihujani makian bernada seksis oleh mandor yang bertugas. Padahal, charity t-shirt #IWannaBeASpiceGirl dijual cukup mahal, yaitu £19.40 atau sekitar Rp 357 ribuan. Sedangkan, Comic Relief dijanjikan menerima £11.60 atau Rp 165 ribuan dari setiap t-shirt yang berhasil terjual.
Sementara pihak Spice Girls mengaku amat shock, marah, dan kecewa saat mengetahui fakta tersebut. Tim Spice Girls lalu melakukan investigasi terhadap kondisi pabrik dan kesejahteraan buruh perempuan Interstoff Apparels. Mereka pun berniat menuntut Represent untuk mendonasikan profit yang didapat untuk menginisiasi kampanye ini di Bangladesh.
2. Kontroversi ‘jerat’ hoodie milik Burberry
Februari lalu, brand fashion asal Inggris, Burberry, membuat kegemparan pada London Fashion Week karena menampilkan hoodie dengan tali yang mirip seperti jerat.
ADVERTISEMENT
Liz Kennedy, model yang mengenakan hoodie itu di runway pun mengkritik desainnya pada Chief Creative Officer Burberry, Riccardo Tisci. Dalam unggahannya di Instagram, Kennedy menyebut bahwa tali tersebut mirip jerat dan seperti menampilkan seseorang yang hendak bunuh diri.
“Bunuh diri bukanlah mode,” tulis Kennedy di akun Instagramnya.
Menanggapi kritikan Kennedy, Burberry pun menarik hoodie tersebut dan Tisci pun langsung meminta maaf. “Saya sangat menyesal atas kejadian yang terjadi pada salah satu pertunjukan saya. Sebetulnya desainnya terinspirasi dari tema bahari, dan saya menyadari bahwa itu tidak peka. Saya juga tidak berniat untuk membuat marah siapapun, ” ungkap Tisci kepada CNN.
3. Kontroversi sweater ‘Blackface’ milik Gucci
Februari lalu, rumah mode asal Italia, Gucci, tersandung isu rasialisme. Insiden itu mencuat akibat dirilisnya koleksi Gucci berupa sweater berwarna hitam. Dalam kampanyenya, sweater berjenis turtleneck ini dipakai hingga menutupi bagian hidung dan memperlihatkan gambar bibir besar berwarna merah yang menyerupai ‘blackface’.
ADVERTISEMENT
Blackface sendiri adalah riasan wajah teater yang digunakan orang bukan kulit hitam agar terlihat serupa dengan kulit hitam. Biasanya riasan ini digunakan sebagai media untuk mengejek orang-orang kulit hitam.
Tak lama setelah dirilis, sweater Gucci itu langsung mendapat kecaman warganet. Mereka berkomentar dengan menyebut turtleneck ‘blackface’ bernilai Rp 12,6 juta tersebut sangat rasis.
Merespons hal tersebut, Gucci pun langsung menyampaikan permohonan minta maaf. Dalam pernyataan resmi yang diunggah di Twitter, brand yang dipimpin oleh desainer Alessandro Michele ini memastikan telah menarik produk tersebut dari pasaran.
“Kami sangat menghargai keberagaman sebagai nilai yang harus dihormati dan dijunjung tinggi, serta selalu menjadi bahan pertimbangan di dalam setiap keputusan kami,” imbuhnya.
4. Kontroversi kaus ‘Girl Power’
ADVERTISEMENT
Maret lalu, kaus bertuliskan ‘Girl Power’ yang dijual secara online melalui website fequals.com ditarik dari pasaran. Pasalnya, disinyalir tempat yang memproduksi kaus itu melakukan eksploitasi terhadap para pekerjanya. Padahal, keuntungan kaus itu akan disumbangkan ke Worldreader sebuah lembaga amal yang menyediakan akses ke perpustakaan digital untuk negara-negara berkembang di dunia.
Melansir Independent, yang membuat kaus ini menuai polemik adalah meskipun proses penyablonan logo 'Girl Power' dicetak di Inggris, kaus ini berasal dari brand Stanley/Stella asal Belgia yang memasok bahan dasar katun dari pabrik garmen Dird Composite Textiles yang berbasis di Bangladesh. Diduga perusahaan garmen tersebut memperlakukan para buruh pabriknya dengan tidak layak.
Menanggapi tuduhan itu, salah satu pendiri fequals.com, Danielle Newnham menyatakan sikapnya di situs web perusahaan. Ia berkata bahwa pabrik tempat pembuatan kaus tersebut telah disertifikasi oleh Fair Wear Foundation (FWF), sebuah organisasi nirlaba yang berkomitmen untuk melindungi pekerja dalam industri garmen.
ADVERTISEMENT
5. Kontroversi Kimono, label pakaian dalam milik Kim Kardashian
Juni lalu, Kim Kardashian menuai kontroversi lantaran meluncurkan shapewear yang diberi nama Kimono Solutionwear. Konon, label pakaian dalam milik bintang reality show Keeping Up With The Kardashians ini melakukan perampasan budaya atau cultural approtiation.
"Kimono adalah shapewear andalan dan solusi bagi para perempuan yang benar-benar berfungsi," tulis Kim Kardashian dalam unggahannya di Instagram. Kim juga mengungkapkan bahwa ia telah melakukan persiapan selama 15 tahun sebelum meluncurkan produk ini.
Setelah viral dan mendapat kecaman dari warganet, Walikota Kyoto, Daisaku Kadokawa pun menulis surat resmi kepada Kim Kardashian. Ia meminta istri dari Kanye West itu untuk mencabut nama Kimono dari label pakaian dalam miliknya.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Kim membela pilihannya dan menyebut bahwa itu adalah bentuk keindahan dan detail dari pakaian tradisional Jepang. Namun, akhirnya Kim mengalah dan mengganti label pakaian dalam miliknya menjadi Skims Solutionwear yang diluncurkan pada September lalu.
6. Kontroversi Versace, Givenchy, dan Coach yang dianggap tidak menghormati kedaulatan China
Bulan Agustus lalu, tiga brand fashion yaitu Versace, Givenchy dan Coach dituduh tidak menghormati kedaulatan China dengan merilis kaus yang mencantumkan Hong Kong sebagai negara terpisah dengan daratan China. Selain itu, Taiwan juga dituliskan sebagai negara merdeka. Kesalahan itu pun berbuntut pada seruan boikot terhadap ketiga produk barang mewah tersebut di China.
Menanggapi kontroversi itu, ketiga brand fashion tersebut lalu mengeluarkan permintaan maaf di media sosial. Bahkan, perancang busana Donatella Versace pun mengunggah permintaan maaf secara langsung di Instagram pribadinya.
ADVERTISEMENT
“Saya sangat menghormati kedaulatan nasional China. Karena itulah secara pribadi saya meminta maaf atas kesalahan ini,” tulis Donatella.