Untitled Image

Advokat Gender: Merangkul Korban Kekerasan Seksual melalui Kolektif Ahli Hukum

30 Mei 2023 16:11 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Podcast Satu Indonesia Award Bicara episode Surviving and Thriving. Foto: dok. SATU Indonesia Awards
zoom-in-whitePerbesar
Podcast Satu Indonesia Award Bicara episode Surviving and Thriving. Foto: dok. SATU Indonesia Awards
Kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, sebanyak 26.161 perempuan telah menjadi korban kekerasan sepanjang tahun 2023.
Dari jumlah tersebut, kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual menjadi tiga jenis kekerasan yang paling banyak terjadi.
Bukan tidak mungkin angkanya akan terus naik seiring berjalannya waktu. Sebab, ada banyak perempuan yang tidak memiliki power untuk melawan pelaku dan melaporkannya ke ranah hukum.
Hal ini pula yang disampaikan oleh Pengacara sekaligus Founder Advokat Gender, Justitia Avila Veda. Menurut Veda, korban kerap mengalami retaliasi saat melapor. Situasi tersebut membuat korban tersudut karena dapat dilaporkan balik oleh pelaku dengan pasal yang berbeda.
"Banyak dalam kasus kekerasan seksual, korban ini mengalami retaliasi atau pembalasan dendam. Apalagi kalau kita bicara tentang pelaku yang punya social status, yang punya power. Kalau misalnya (korban) melapor, nanti dilaporkan balik pakai pasal pencemaran nama baik misalnya," jelasnya dalam podcast SATU Indonesia Award Bicara episode Surviving and Thriving.
Padahal, tak hanya dukungan psikis, korban juga membutuhkan pendampingan dan perlindungan hukum terhadap ancaman-ancaman lain yang mungkin terjadi.
"Dalam kondisi yang sangat rentan secara psikis, dia (korban kekerasan seksual) ini juga sebenarnya rentan secara hukum. Dan pemberian bantuan tidak bisa salah satu saja, harus secara holistik," kata Veda.
Perempuan yang kini bekerja sebagai Legal and Policy Manager di Konservasi Indonesia itu berbicara bukan hanya dari fakta di lapangan. Ia pernah menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh atasannya sendiri saat masih menjadi mahasiswa dan peneliti lepas di kampus.
Memiliki latar belakang hukum dan akses kepada pihak-pihak yang mendukungnya, Veda berhasil melewati masa suram tersebut dan membuat pelaku diboikot dari komunitas HAM di Indonesia.
Veda menyadari, akses atas keadilan bagi para korban kekerasan seksual perlu diperluas. Karena itulah, ia tergerak menginisiasi Advokat Gender dan berhasil menerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 bidang Kesehatan.
Lantas, bagaimana Advokat Gender memberikan pendampingan dan perlindungan kepada para korban kekerasan seksual? Layanan apa saja yang diberikan agar korban tidak mendapatkan dampak stigma sosial di masyarakat?
Temukan jawabannya dengan menonton podcast Satu Indonesia Award Bicara episode Surviving and Thriving. Tak hanya Veda, episode kali ini juga mendatangkan Dosen Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia sekaligus Juri 14th SATU Indonesia Awards 2023, Prof. Nila Moeloek yang siap memberikan ilmunya soal permasalahan kesehatan di Indonesia.
Langsung simak keseruannya di sini ya!
Advertorial ini dibuat oleh kumparan Studio
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten