Bahaya Praktik Sunat Perempuan: Risiko Kesehatan hingga Melanggar HAM

30 Desember 2023 11:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sunat perempuan. Foto: Sasca/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sunat perempuan. Foto: Sasca/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu praktik yang sangat kontroversial pada perempuan adalah sunat perempuan atau female genital mutilation (FGM). Banyak kelompok masyarakat di dunia yang melaksanakan praktik ini pada perempuan dengan budaya dan tradisi menjadi basisnya. Padahal, praktik ini dicap berbahaya oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
ADVERTISEMENT
Dikutip dari laman resmi WHO, sunat perempuan dideskripsikan sebagai semua prosedur yang melibatkan penghilangan sebagian atau seluruh area alat kelamin eksternal perempuan tanpa alasan medis. Prosedur ini biasanya dilakukan pada bayi perempuan hingga perempuan remaja di kisaran usia 15 tahun.
Hingga saat ini, diperkirakan 200 juta perempuan dan anak perempuan pernah mengalami FGM. Mereka tersebar di 30 negara dunia di wilayah Afrika, Timur Tengah, dan Asia. Praktik sunat perempuan dianggap melanggar HAM, mulai dari melanggar hak perempuan atas kesehatan, hak perempuan atas keamanan dari tindak kekerasan, hak atas integritas, hingga hak untuk hidup dalam beberapa kasus yang berat.
Ilustrasi sunat perempuan. Foto: Bagus Permadi/kumparan

Jenis-jenis sunat perempuan

Dalam laman resminya, WHO menjelaskan bahwa sunat perempuan atau FGM dibagi ke dalam empat jenis yang diklasifikasikan sesuai dengan tindakan yang dilakukan terhadap alat kelamin perempuan. Apa saja?
ADVERTISEMENT

Tipe 1

Pada tipe 1, dilakukan penghilangan sebagian atau seluruh bagian klitoris yang terlihat. Area klitoris merupakan bagian sensitif pada alat kelamin perempuan

Tipe 2

Tipe 2 meliputi penghilangan sebagian atau seluruh bagian klitoris dan labia minora (lipatan bagian dalam vulva), baik dengan penghilangan labia majora (bagian luar kulit vulva) maupun tidak.

Tipe 3

Tipe 3 FGM dikenal sebagai infibulasi. Pada tipe ini, dilakukan penyempitan bukaan vagina dengan cara membuat penutup. Penutup ini dibuat dengan cara memotong dan kembali memposisikan labia minora atau labia majora atau dengan cara menjahit, baik dengan penghilangan area klitoris maupun tidak.

Tipe 4

Tipe ini meliputi berbagai prosedur berbahaya pada alat kelamin perempuan tanpa tujuan medis, seperti piercing, pengirisan, penusukan, hingga pengikisan.
Ilustrasi sunat perempuan. Foto: Marina Kap/Shutterstock

Dampak FGM bagi perempuan

WHO menegaskan bahwa sunat perempuan tidak bermanfaat bagi kesehatan perempuan. Sebab, sunat perempuan menghilangkan dan merusak jaringan kelamin perempuan yang normal dan sehat. Selain itu, sunat juga mengganggu fungsi alami dari tubuh perempuan.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama juga ditegaskan oleh UNICEF (United Nations Children’s Fund). Menurut UNICEF, sunat perempuan bisa menyebabkan komplikasi kesehatan jangka panjang, gangguan psikis, hingga kematian.
“Risiko kesehatan langsung meliputi pendarahan, syok, infeksi, penularan HIV, retensi urin, dan rasa sakit yang luar biasa. Dampak psikis bisa beragam, mulai dari anak perempuan kehilangan kepercayaannya pada pengasuhnya (orang tua atau kerabat), hingga perasaan cemas dan depresi jangka panjang,” jelas UNICEF, sebagaimana dikutip dari laman resminya.
Tak hanya itu, ketika perempuan yang pernah disunat memasuki usia dewasa, mereka berpotensi mengalami kemandulan atau komplikasi saat melahirkan. Ini meliputi pendarahan, bayi lahir mati atau stillbirth, hingga kematian dini bayi.
Perempuan yang disunat juga berpotensi mengalami masalah kesehatan pada vagina, seperti keputihan abnormal, gatal, jamur, hingga infeksi bakteri. Mereka juga berisiko mengalami masalah saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan.
Silet untuk sunat perempuan Foto: Reuters.

Kenapa sunat perempuan masih dilakukan?

Menurut UNICEF, faktor budaya dan sosial masih menjadi alasan sunat perempuan masih dilakukan. Mereka menegaskan, sunat perempuan adalah ekspresi dari ketidaksetaraan gender yang sangat mengakar dalam di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Banyak kelompok masyarakat yang mempercayai bahwa sunat perempuan adalah tradisi. Oleh sebab itu, di tengah masyarakat tersebut, ada tekanan sosial untuk mengikuti tradisi agar tidak diasingkan.
“Sunat perempuan sering kali dianggap sebagai hal yang perlu dilakukan dalam membesarkan anak perempuan. Praktik in dilihat sebagai cara untuk mempersiapkan anak perempuan memasuki kehidupan dewasa dan pernikahan. Ini bisa meliputi mengendalikan seksualitas mereka untuk mempromosikan keperawanan dan kesetiaan dalam pernikahan,” ungkap WHO dalam laman resminya.
Kementerian Kesehatan RI sendiri membedakan definisi FGM dengan sunat perempuan. Dalam situs resmi Kemenkes RI, FGM didefinisikan sebagai praktik pengangkatan seluruh atau sebagian organ genital perempuan, sementara sunat perempuan didefinisikan sebagai tindakan yang hanya menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris.
ADVERTISEMENT
Kebijakan terhadap FGM dan sunat perempuan di Indonesia pun berbeda. Kemenkes melarang pelaksanaan female genital mutilation, tetapi memperbolehkan prosedur sunat perempuan yang hanya melibatkan penggoresan kulit bagian depan klitoris.