Batik, Wastra Nusantara yang Sering Jadi Rebutan Indonesia-Malaysia

2 Oktober 2024 13:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengrajin batik Tapsel di Kelurahan Aek Pining, Kecamatan Batangtoru. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengrajin batik Tapsel di Kelurahan Aek Pining, Kecamatan Batangtoru. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Batik, katun dengan motif dan warna yang kaya, bukanlah sekadar kain belaka. Batik merepresentasikan kekayaan budaya dan sejarah tanah air Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di balik teknik pembuatannya yang kompleks—menggunakan metode pencantingan lilin cair pada selembar kain—batik memilki makna yang luhur dan telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Indonesia.
Tak heran batik telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia pada 2 Oktober 2009 silam. Sejak saat itu, setiap tanggal 2 Oktober, seluruh masyarakat Indonesia memperingatinya sebagai Hari Batik Nasional.
Sayangnya, seringkali status warisan budaya tersebut juga diklaim oleh negara lain, contohnya Malaysia. Indonesia dan Malaysia tercatat pernah beberapa kali bersitegang lantaran perebutan klaim atas batik sebagai warisan budaya.
Lalu, mengapa batik seringkali jadi rebutan Indonesia dan Malaysia?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita nampaknya perlu belajar sedikit tentang sejarah batik, Ladies. Dikutip dari berbagai sumber, berikut kumparanWOMAN merangkum sejarah dan sederet fakta tentang batik dan alasan wastra nusantara ini sering jadi rebutan Indonesia-Malaysia.
ADVERTISEMENT

Asal usul batik sulit dipastikan

Pengunjung berswa foto dengan latar belakang kain-kain batik koleksi Trupark Museum di kawasan Sentra Batik Trusmi, Cirebon, Jawa Barat, Senin (17/4/2023). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Asal usul batik tidak diketahui secara pasti. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa teknik pewarnaan kain dengan menggunakan lilin bahkan telah ada sejak zaman kuno di berbagai belahan dunia.
Terdapat banyak pendapat tentang kapan dan bagaimana batik bisa menjadi tradisi yang turun-temurun bagi masyarakat Indonesia. Menurut G. P. Rouffaer, peneliti dan pustakawan asal Belanda, teknik membatik kemungkinan hadir di abad ke-6 dan ke-7 karena pengaruh dari India dan Sri Lanka.
Namun, arkeolog Belanda, J.L.A Brandes dan arkeolog Indonesia, F.A. Sutjipto, percaya bahwa batik adalah tradisi asli orang Indonesia. Hal ini terbukti di beberapa daerah Indonesia, seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua, yang tidak memiliki 'kontak ' langsung dengan ajaran Hindu, juga memiliki tradisi membatik.
ADVERTISEMENT

Perdagangan batik di masa lampau mempengaruhi penyebaran batik

Perajin penyandang disabilitas menjemur kain batik di rumah Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kubedistik) di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Rabu (19/10/2022). Foto: Galih Pradipta/Antara Foto
Jalur perdagangan maritim yang menghubungkan Indonesia dan Malaysia sejak masa lalu telah memfasilitasi penyebaran motif dan teknik pembuatan batik. Para pedagang membawa serta kain-kain batik dari berbagai daerah, sehingga terjadi percampuran dan adaptasi motif.
Sejarah mencatat hubungan dagang antara Kerajaan Melayu di Jambi dan kota pesisir di Pulau Jawa sudah berkembang sejak abad ke-13. Batik-batik inilah yang akhirnya memengaruhi kerajinan batik di semenanjung Melayu, baik secara teknik maupun pengembangan desain.
Sekitar tahun 1920-an, pebatik Jawa mulai mengenalkan penggunaan malam dan tembaga di pantai timur Malaysia. Namun, perajin batik di Malaysia biasanya jarang menggunakan canting dan lebih memilih menggunakan semacam kuas untuk mengaplikasikan lilin panas ke kain.
ADVERTISEMENT
Meski awalnya terpengaruh Batik Jawa, motif Batik Malaysia jauh berbeda dengan batik-batik Indonesia, terutama Batik Malaysia di Kelantan, Terengganu, dan Pahang.
Motif-motif yang digunakan di wilayah-wilayah itu biasanya sebatas geometris atau tumbuh-tumbuhan. Sebab, perajin batik di Malaysia memilih untuk tidak mencantumkan makhluk hidup yang bernyawa pada karyanya.
Sementara, pengaruh budaya Jawa pada Batik Malaysia di daerah Johor masih jelas terlihat. Hal ini karena banyak imigran Jawa dan Sumatera yang ada di Malaysia bagian selatan tersebut.
Meski banyak terpengaruh oleh budaya Jawa, pola Batik Malaysia di Johor lebih sederhana dan besar-besar ukurannya. Sangat berbeda dengan batik serupa di Indonesia yang kerap menggunakan pola kecil dan rumit.

Tak hanya Malaysia, negara lain juga punya batik

Proses pembuatan batik tulis tangan di atas kain dengan lilin yang dipanaskan. Foto: Asep Dwi Kurniawan/Shutterstock.
Meski sering jadi rebutan Indonesia-Malaysia, namun nyatanya, ada beberapa negara lain yang tercatat juga memiliki batik. Ada batik Belanda yang diciptakan salah satunya oleh Van Franquemont, pengusaha batik Belanda pertama yang memulai usahanya tahun 1840 di Surabaya, Jawa Timur, sebelum akhirnya hijrah ke Ungaran, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Ia dan beberapa pebatik keturunan Belanda lainnya mulai berinovasi dan menciptakan motif baru yang sesuai selera Eropa. Ia menciptakan pola batik yang begitu khas dengan menampilkan motif-motif dongeng, wayang, puisi, dan naturalis yang kemudian dikenal dengan nama Batik Prankemon (diambil dari namanya, Franquemont).
Ada juga batik Jepang, atau lebih dikenal dengan Batik Hokokai. Batik ini pada awalnya dibuat oleh organisasi Jawa Hokokai bentukan Jepang. Tujuan pembuatan batik tersebut adalah untuk mengambil hati serta mendapatkan perlindungan dari para penjajah Jepang itu.
Untuk motifnya, Batik Jepang terkenal dengan penggabungan dua budaya yaitu Jepang dan Jawa. Meski menggunakan motif batik umum, namun pada bagian detail sedikit dimodifikasi menggunakan motif khas Jepang seperti sakura, kupu-kupu, merak, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, meski masa penjajahan sudah berakhir, motif-motif hasil akulturasi budaya tersebut masih ada. Bahkan, pakar batik almarhum Iwan Tirta pernah mengatakan, batik-batik ini merupakan prestasi cemerlang yang pernah ada.
Selain itu masih ada Batik Tiongkok, Batik India bahkan Batik Sri Lanka yang sebenarnya tak jauh berbeda dengan batik di Indonesia, sebab sebagian besar perajinnya pun hasil “impor” dari Indonesia.
Jadi, meski saat ini batik masih diidentikkan dengan Indonesia, jangan dulu berpuas diri, Ladies. Sebab, jika kita tak merawat dan menjaga budaya batik dengan baik, bukan mustahil predikat “pemilik batik” akan beralih ke negara lain.