Bernadya Kena Komentar Bernada Melecehkan, Bukti Pelecehan Online Masih Marak

27 September 2024 20:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyanyi Bernadya saat mengunjungi kantor kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penyanyi Bernadya saat mengunjungi kantor kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Musisi Bernadya diduga menjadi korban pelecehan seksual verbal di internet. Salah satu videonya yang diunggah di platform TikTok dipenuhi dengan komentar yang bernada pelecehan, menyinggung tubuh perempuan.
ADVERTISEMENT
Isu ini mulai mencuat ketika sebuah akun X (dulu Twitter) mengungkapkan kekecewaannya soal komentar yang ditulis di video TikTok Bernadya. Akun @daiscream_my mengungkapkan, akibat komentar yang tidak senonoh, kolom komentar di video tersebut dinonaktifkan.
Salah satu komentar yang ditinggalkan oleh netizen adalah kata yang merujuk ke “tobrut” atau “toket brutal”. Ini merupakan istilah yang menyinggung salah satu bagian tubuh perempuan, yakni payudara. Beberapa komentar tersebut bertuliskan, “Mau ke mana brut,” dan “Brutnadya”. Video orisinal yang diunggah di akun TikTok resmi Bernadya sudah dihapus.
Komentar tersebut dianggap sebagai bentuk pelecehan seksual, sebab istilah “tobrut” menyinggung bagian tubuh perempuan, mengobjektifikasinya, dan mengaitkannya dengan unsur seksual.
Namun, menurut Bernadya, ternyata ada akun TikTok lainnya yang mengunggah ulang atau me-repost ulang video tersebut. Video unggahan ulang tersebut kemudian juga diramaikan dengan komentar-komentar yang bernada pelecehan.
ADVERTISEMENT
Dalam unggahan di Instagram Story-nya yang kini sudah dihapus, Bernadya pun mengatakan bahwa komentar tersebut sudah keterlaluan dan ia merasa sedih akibat komentar-komentar tersebut.
“Menurut aku sudah keterlaluan komen-komennya, bahkan komennya itu ada di sebuah postingan yang bukan aku yang nge-post. Aku enggak ngerti, lah, cuma ya, aku sedih, jujur,” kata Bernadya dalam video IG Story tersebut.
Bernadya juga meminta orang-orang untuk tidak meninggalkan komentar yang sekiranya berpotensi menyakiti hati orang lain.
“Tidak ada yang bisa membatasi orang mau berpikir apa, terserah. Sangat wajar untuk berpikir tentang apa yang kamu lihat ataupun kamu tonton, itu hakmu. Tapi, kalau sekiranya kamu tahu itu akan menyakiti hati orang atau akan bikin orang enggak nyaman pas baca, tolong simpan sendiri saja lain kali,” tutup Bernadya.
ADVERTISEMENT
Label Bernadya, Juni Records, turut mengecam komentar-komentar tidak senonoh tersebut. Lewat unggahan di Instagram, Juni Records menegaskan bahwa ruang digital seharusnya menjadi ruang yang aman buat semua, termasuk perempuan.
“Ruang digital seharusnya aman untuk semua. Di sini kami ada dan tidak memberikan ruang bagi para pelaku digital harassment. Mari ciptakan ruang yang ramah dan inklusif,” tulis Juni Records pada Kamis (26/9).

Pelecehan seksual online masih marak

Ilustrasi perempuan jadi korban kekerasan seksual siber berbasis gender. Foto: aslysun/Shuttterstock
Dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh Bernadya sayangnya hanyalah satu dari banyak kasus kekerasan siber berbasis gender (KSBG). Bahkan, dalam data yang dikumpulkan Komnas Perempuan dalam CATAHU 2023, ada 1.272 kasus yang dilaporkan sepanjang tahun lalu.
Menurut Komnas Perempuan, kekerasan terhadap perempuan secara online menjadi kasus yang paling banyak terjadi di ruang publik. Pada 2023, jumlah laporan yang diterima oleh Komnas Perempuan mencapai 927 kasus.
ADVERTISEMENT
“Menjelang dua tahun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) tercatat menduduki posisi tertinggi, diikuti dengan pelecehan seksual fisik, kekerasan seksual lain, dan perkosaan di ranah personal,” kata Komnas Perempuan dalam keterangannya.
Menurut Komnas Perempuan, tingginya pelecehan seksual online ini disebabkan oleh peningkatan interaksi masyarakat di dunia siber pascapandemi COVID-19. Dengan peningkatan interaksi ini, bertambah pulalah interaksi perempuan dalam media sosial.
“Situasi ini menyebabkan perempuan rentan mengalami kekerasan di ruang siber,” jelas Komnas Perempuan.