Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Bincang Karier bersama Olavina Harahap, Director of Communication DANA
3 Oktober 2024 15:30 WIB
·
waktu baca 7 menitSempat berkiprah di perusahaan Johnson and Johnson selama 5 tahun, lalu beralih ke raksasa teknologi Google selama 7 tahun, kini Ola—sapaan akrab Olavina—memutuskan berlabuh di perusahaan Unicorn tanah air, DANA , sebagai Direktur Komunikasi. Sebuah posisi strategis sebagai representasi perusahaan.
Namun Ola tidak sedikitpun ragu untuk terjun ke dunia yang sama sekali baru untuknya. Sebab baginya, perjalanan karier tidak selalu seperti meniti anak tangga yang satu jalur untuk naik ke atas. Baginya, perjalanan karier merupakan sebuah petualangan—yang untuk mencapai puncak—kadang seseorang harus menyebrang atau bahkan melompat.
Siang itu, kumparanWOMAN menemui Ola di kantor DANA yang ternyata punya desain interior bernuansa Nusantara. Di kantor kekinian khas perusahaan rintisan itu, Ola membagikan pengalamannya sebagai seorang perempuan yang sudah malang melintang selama hampir dua dekade menjalani karier profesional.
Simak selengkapnya di edisi Bincang Karier kali ini.
Halo Mbak Ola, boleh diceritakan apa saja kesibukan Mbak Ola saat ini?
(Ola Harahap/OH): Dari sisi komunikasi, kesibukan saya saat ini adalah memastikan semua inisiatif komunikasi kami, baik yang internal maupun eksternal, bisa berjalan sesuai perannya. Misalnya mengenalkan fitur-fitur kami ke masyarakat. Tapi selain itu kami juga punya inisiatif lain yaitu program-program di luar pengenalan produk.
Bicara perjalanan karier, Mbak Ola sempat bekerja di Johnson and Johnson selama hampir 5 tahun, lalu pindah ke raksasa teknologi, Google, selama 7 tahun, kenapa kemudian Mbak Ola memutuskan pindah ke DANA?
OH: Saya selalu tertarik dengan industri yang memberikan dampak luas ke masyarakat. Dari semua history karier saya, Alhamdulillah saya selalu dapat kesempatan untuk berkarier di industri yang memberikan dampak positif. Dari mulai bekerja di industri kesehatan, lalu ke perusahaan teknologi yang lebih berhubungan dengan sosial media dan informasi, kemudian sekarang saya beralih ke fintech, semua sama-sama memberikan dampak positif.
Nah saya melihat DANA itu sebagai salah satu platform yang memberikan solusi positif karena membantu meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat. Jadi saya merasa ini waktu yang tepat untuk saya bergabung ke DANA. Sebab untuk memberikan dampak yang lebih besar, masih banyak yang bisa dilakukan.
Apa kesamaan value perusahaan ini dengan prinsip hidup Mbak Ola?
OH: Prinsip hidup saya dalam berkarier adalah saya ingin selalu berguna bagi banyak orang. Dan DANA juga memiliki visi itu. Tidak hanya berkontribusi secara bisnis, tapi DANA juga berkontribusi untuk memajukan ekonomi nasional dengan berbagai cara.
Mulai dari fitur-fitur DANA yang semakin baik dan semakin menjawab kebutuhan masyarakat hingga adanya program lain di luar bisnis yang berfokus pada pemberdayaan perempuan. Saya melihat kesamaan visi atau kesamaan value di situ ya, sama-sama mau berkontribusi buat Indonesia.
Kalau di DANA, apa contoh nyatanya?
OH: Kami di DANA saat ini sedang menjalankan program SisBerdaya dan DisBerdaya. Program ini merupakan komitmen kami untuk menjembatani inklusi dan literasi keuangan melalui pemberdayaan perempuan dan perempuan disabilitas pelaku UMKM. Program ini sudah masuk tahun kedua dan sedang berjalan. Pengennya program ini bisa terus berlanjut dan semakin baik.
Program SisBerdaya dan DisBerdaya ini bentuknya pendampingan untuk perempuan pelaku UMKM, ya, Mbak?
OH: Betul. Jadi ada coaching, mentoring, dan training langsung dari para ahli dan juga ada kompetisi. Untuk yang kompetisi ini, kita minta para perempuan pelaku UMKM untuk merancang bisnis proposal. Nantinya proposal itu akan dinilai dan proposal terbaik akan mendapatkan bantuan modal usaha.
Program ini sudah dimulai dari pendaftaran di bulan Juni lalu. Ada ribuan UMKM yang mendaftar lalu kita seleksi sampai kemudian tersaring 180 UMKM. Para UMKM ini kemudian berkesempatan mengikuti mentoring online dari bulan Agustus. Lalu akan kita seleksi lagi. Nanti yang lolos seleksi akan diundang ke Jakarta untuk mengikuti coaching offline sekaligus hadir di awarding night untuk pengumuman pemenang bisnis proposal.
Salah satu fokus dari program SisBerdaya dan DisBerdaya tadi adalah soal mentoring. Nah kalau menurut Mbak Ola, apakah dalam sebuah karier seorang perempuan juga butuh mentor? Seberapa penting peran mentor itu?
OH: Betul. Dalam karier, menurut saya, penting sekali perempuan memiliki mentor, ya. Tapi mentor itu punya arti yang berbeda buat setiap orang. Kalau buat saya, mentor yang saya perlukan sebenarnya adalah teman untuk sharing. Bukan untuk diajarin tapi mungkin lebih ke saling berbagi. Dalam satu situasi persoalan, bisa jadi saya sudah tahu jawabannya, tapi saya butuh afirmasi dari orang lain yang juga mengerti tentang masalah itu.
Selain teman sharing, mentoring juga bisa berbentuk pelatihan untuk meningkatkan soft skill. Ada banyak program di luar sana yang bisa kita ambil. Jadi menurut saya, seorang perempuan juga harus aktif berinisiatif mencari mentor yang terbaik buat diri kita masing masing. Apa pun bentuknya.
Kalau dalam tim, bentuk mentoring yang seperti apa yang Mbak Ola lakukan?
OH: Prinsip saya adalah keterbukaan dan kolaborasi. Meski saya leader, saya akan merasa sangat senang banget kalau misalnya saya juga mendapat feedback dari anggota tim. Dan menurut saya, dalam tim kita bisa memberikan feedback kapan aja, enggak perlu misalnya menunggu performance review.
Karena pasti akan lebih cepat memberikan feedback saat situasi terjadi, daripada menunggu momen one on one, misalnya. Nanti keburu lupa atau enggak ingat lagi konteksnya. Tapi at the same time, saya juga bilang kepada semua tim, kalau misalnya pengen ngobrol di luar kerjaan, just set waktu aja. Saya sangat terbuka untuk itu.
Lantas, gaya kepemimpinan seperti apa yang Mbak Ola terapkan dalam memimpin sebuah tim?
OH: Mungkin kalau secara singkatnya gaya kepemimpinan saya adalah accountability demokrasi. Saya punya kelebihan di satu sisi, tapi saya punya kekurangan di sisi lain dan orang lain boleh menambal kekurangan itu. Demokrasi itu adalah ketika semua anggota tim bisa punya kontribusi, bisa punya suara.
Tapi saya juga mau ada accountability. Setiap anggota tim harus accountable dengan kerjaannya. Jadi saya ingin sebuah tim itu tercipta demokrasi, antar anggota tim bisa saling memberi masukan, bekerja dalam suasana yang santai tapi kerjaan harus tetap selesai.
Sepanjang berkarier selama 19 tahun situasi apa yang paling menantang dan bagaimana Mbak Ola mengatasinya?
OH: Di awal-awal karier, saya kesulitan menemukan balancing standar. Sebagai perempuan, menciptakan balancing antara work dan personal life itu cukup menantang. Apalagi waktu anak masih kecil. Sekarang sih udah gede udah lebih chill.
Kalau along the way, saya merasakan sendiri yaitu undersell. Women likes undersell themselves. Kadang kita nggak percaya diri.
Kalau sekarang, tantangan terbesarnya setelah di fase yang lebih mature adalah setelah ini pengin ke mana, sih? Tinggal berapa belas tahun lagi bekerja. Pengin apa sih tujuan akhirnya? Tantangan apa lagi yang belum belum kesampaian?
Mengapa Mbak Ola merasa perempuan punya kecenderungan untuk untuk undersell dirinya?
OH: Saya bilang begitu karena saya mengalami. Saya bilang perempuan harus percaya diri bukan karena saya demikian, justru karena saya sering merasa tidak percaya diri.
Padahal perempuan itu juga punya experience, perempuan punya skill. Tapi kadang kita melihat lingkungan sekitar, ada yang lebih pintar, ada yang lebih skilfull, lantas kita perempuan jadi cenderung ya udah kita in the shadow aja.
Itu tantangan terbesar bagi saya. Yaitu untuk lebih berani menunjukkan kapabilitas dan kontribusi. Itu yang sering menjadi feedback buat saya dari bos selama saya meniti karier. Bahwa you need show yourself a little bit more. Put yourself in the spotlight. Menurut saya itu bukan problem personal. Banyak perempuan pasti mengalami hal serupa.
Sebagai seseorang yang sudah berkarier selama 19 tahun, apa saran terbaik yang bisa Mbak Ola bagikan bagi perempuan-perempuan muda di luar sana yang masih meniti karier?
OH: Saya mau mengutip satu kalimat dari mantan bos saya dan saya setuju banget ketika mendengar ini. Dia bilang bahwa career is not a ladder but a jungle gym. Jadi karier itu kadang naik, kadang turun, kadang loncat, kadang nyebrang, kadang diem dulu untuk istirahat.
Punya ambisi dalam berkarier merupakan hal yang baik. Tapi jangan menutup mata sama opportunity yang ada di sepanjang perjalanan karier. Misal kita punya plan A tapi ternyata along the way ada kesempatan lain yang lebih menarik, jangan ragu jika akhirnya kita harus berbelok.
Nah pesan buat para perempuan yang masih meniti karier, perempuan itu cenderung under selling terhadap kemampuan mereka. Sedangkan laki laki cenderung over selling. Jadi saya berpesan, perempuan harus percaya diri. Kalau emang tahu, bilang tahu. Show that you can do it. Jangan under sell yourself. Percaya diri dan at the same time punya integritas, punya value yang kamu pegang dan tidak bisa dikompromikan.