Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 21 April, Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk untuk mengingat perjuangan RA Kartini atau Raden Ajeng Kartini dalam mencapai kesetaraan gender di masa penjajahan. Karena perjuangannya tersebut, sosok RA Kartini dikenal sebagai tokoh emansipasi perempuan hingga kini.
ADVERTISEMENT
Jika mengulas kembali pada zaman penjajahan dahulu, keberadaan perempuan saat itu seringkali tidak dihargai. Bahkan pada saat itu, perempuan hanya diperbolehkan mengurus pekerjaan rumah, dapur, dan juga anak tanpa mengenyam pendidikan yang semestinya.
Perjuangan Kartini dalam memperjuangkan derajat perempuan Indonesia agar sama dengan laki-laki pun tidak sia-sia. Kini, perjuangannya memberi pengaruh yang besar untuk perempuan Indonesia. Bahkan di masa sekarang, perempuan tidak perlu merasa takut untuk mencapai pendidikan dan pekerjaan yang setara dengan laki-laki.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari banyaknya peran perempuan dalam berkontribusi memajukan bangsa Indonesia. Salah satu contohnya adalah Megawati Soekarnoputri menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia.
Untuk mengenal lebih dalam tentang sosok RA Kartini ini, berikut kumparanWOMAN telah merangkum biografi singkat dari tokoh emansipasi perempuan ini. Simak di bawah ini, Ladies!
ADVERTISEMENT
RA Kartini atau yang dikenal sebagai Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada 21 April 1879. Itulah alasan Hari Kartini diperingati setiap tanggal 21 April yang sesuai dengan tanggal kelahiran dari Kartini sendiri.
Ia merupakan perempuan pribumi keturunan bangsawan dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M. A. Ngasirah. Maka itu, ia diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan di ELS atau Europeesche Lagere School.
Sayangnya di masa itu, hanya anak-anak yang memiliki keturunan bangsawan saja yang boleh mengenyam pendidikan sekolah dasar. Bahkan tradisi Jawa hanya memperbolehkan perempuan untuk bersekolah hingga umur 12 tahun.
Setelah itu, perempuan Jawa diharuskan untuk berdiam diri di rumah hingga menikah nanti. Namun, Kartini memiliki keinginan untuk mengenyam pendidikan yang sama seperti laki-laki. Maka itu, beberapa cara dilakukan oleh Kartini agar mampu mewujudkan keinginannya tersebut.
Salah satu cara yang dilakukan oleh Kartini adalah mempelajari bahasa Belanda dan menulis untuk berbagai macam surat kabar, majalah, dan buku-buku. Pengetahuan Kartini semakin bertambah karena hobinya membaca buku berbahasa Belanda. Sejak saat itu, Kartini mulai tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa yang membuatnya ingin memajukan status sosial perempuan Indonesia yang masih rendah kala itu.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 12 November 1903, RA Kartini yang pada saat itu berusia 24 tahun menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Beruntungnya, Kartini mendapatkan suami yang turut mendukung keinginannya untuk menaikkan derajat perempuan agar setara dengan laki-laki.
Tidak tanggung-tanggung, suami Kartini mengizinkan dirinya untuk membangun sekolah perempuan di pintu timur gerbang perkantoran Rembang yang kini sudah menjadi Gedung Pramuka.
17 September 1904, Kartini meninggal dunia selang empat hari setelah melahirkan anaknya yang pertama, RM Soesalit Djojoadhiningrat. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.
Setelah kepergian Kartini, surat yang dikirimkan olehnya kepada teman-temannya di Belanda dikumpulkan oleh Jacques Henrij Abendanon, Menteri Kebudayaan Agama dan Kerajinan Hindia Belanda. Kemudian kumpulan surat tersebut dijadikan sebuah buku dengan judul 'Door Duisternis tot Licht' yang kemudian diterjemahkan menjadi 'Dari Kegelapan Menuju Cahaya'.
ADVERTISEMENT
Pemikiran Kartini yang ia tuangkan dalam surat-surat tersebut membuahkan hasil karena mampu menarik perhatian masyarakat terutama kaum Belanda. Sedangkan Yayasan Kartini baru terbentuk pada tahun 1916 di Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Cirebon. Yayasan Kartini sendiri merupakan sekolah khusus perempuan.
Karena jasa-jasa Kartini, pada 2 Mei 1964, ia diberikan gelar sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Presiden Soekarno yang juga menetapkan 21 April sebagai Hari Kartini untuk mengingat kembali jasa-jasanya.
Penulis: Johanna Aprillia