Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Ladies, apakah Anda sering merasa kesulitan mengambil keputusan untuk diri sendiri dan selalu merasa perlu pendapat orang lain?Anda merasa bahwa Anda hanya akan benar-benar bahagia jika sudah menikah dan memiliki pasangan hidup? Atau apakah Anda merasa bahwa meski hidup berkecukupan namun pasangan atau suami tetap haruslah yang bertanggung jawab terhadap kehidupan Anda? Jika ya, hati-hati Ladies, bisa jadi Anda mengalami Cinderella Complex.
ADVERTISEMENT
Apa itu Cinderella Complex? Apakah ada hubungannya dengan tokoh dongeng favorit anak perempuan , Cinderella?
Ya, Cinderella Complex (CC) adalah sebuah kondisi psikologis yang namanya memang terinspirasi dari dongeng Cinderella. Istilah ini pertama kali dipakai oleh Colette Dowling, seorang terapis asal New York sekaligus penulis buku The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence.
Mengapa demikian? Karena Cinderella dalam dongeng yang kita kenal digambarkan sebagai sosok perempuan muda, cantik, dan anggun namun hidup tidak bahagia bersama ibu dan dua saudara tiri sejak ditinggal oleh ayahnya.
Meskipun dalam dongeng tersebut Cinderella diceritakan sebagai perempuan pekerja keras dan mandiri, tetapi ia tidak bisa mengubah nasibnya sendiri ketika diperlakukan tidak adil oleh ibu dan kakak tirinya. Ia hanya meratapi nasib tanpa tahu apa yang harus dilakukan.
Baru setelah bertemu dengan peri, hidup Cinderella berubah penuh keajaiban. Ia dibantu untuk bisa tampil cantik dengan gaun dan sepatu kaca yang menawan saat akan menghadiri pesta dansa yang dibuat oleh keluarga kerajaan.
ADVERTISEMENT
Jika tidak ada peri yang menolong, ia tidak akan berhasil menarik perhatian dan membuat sang pangeran jatuh hati. Dan tanpa sang pangeran, Cinderella tidak akan bisa melepaskan diri dari 'penjajahan' ibu tirinya.
Kisah Cinderella ini menunjukkan bahwa ia membutuhkan bantuan dari orang lain untuk bisa memperbaiki hidupnya. Dan menurut Colette Dowling, hal ini juga banyak terjadi para perempuan di kehidupan nyata. Apakah ini terdengar akrab dengan kehidupan Anda sendiri?
Hal ini juga dibenarkan oleh Liza Marielly Djaprie, Psikolog & Hipnoterapis Klinis di Sanatorium Dharmawangsa. Menurut Liza, saat ini Cinderella Complex banyak terjadi pada perempuan urban. “Kondisi psikologis ini memang menggambarkan perempuan yang dari dirinya sendiri merasa tidak mampu melakukan sesuatu sendiri. Harus ada bantuan orang lain, khususnya dari laki-laki,” ungkap Liza saat dihubungi oleh kumparanWOMAN.
Pada banyak kasus, perempuan memang tidak diajarkan untuk bisa mengatasi masalah dan menghadapi ketakutannya sendiri sejak kecil.
ADVERTISEMENT
Colette Dowling mengatakan bahwa kondisi ini bisa terjadi pada perempuan sejak ia baru lahir. Hal ini tentunya karena ada pengaruh dari didikan orang tua. “Alih-alih mengajarkan anak perempuannya untuk menjadi individu yang mandiri, berpikiran terbuka, dan berani membuat keputusan, orang tua cenderung memberikan ‘jawaban’ bagi mereka dalam segala hal dengan alasan berusaha melindungi anak perempuannya,” ungkap Colette Dowling seperti dikutip dari PEOPLE.
Jadi ketika anak perempuan memasuki usia dewasa dan memulai kehidupan baru di luar rumah, mereka akan merasa tidak berdaya karena tidak pernah dibiasakan untuk mandiri dan mengambil keputusan sendiri.
Cinderella Complex membuat perempuan merasa terlena
Tidak hanya karena pengaruh didikan orang tua, Cinderella Complex juga bisa terjadi karena beberapa hal. Beberapa diantaranya adalah karena ada pengaruh dari lingkungan sekitar dan dari karakter perempuan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Lingkungan sekitar memang memiliki pengaruh yang besar terhadap pola pikir seseorang. Biasanya Cinderella Complex yang terjadi karena faktor lingkungan ini menurut Liza terjadi pada perempuan yang dulunya hidup kurang berkecukupan atau tidak memiliki skill yang memadai, lalu sekarang menjadi sukses karena mendapat bantuan dari orang lain.
Hal tersebut memang wajar dan sepertinya sah-sah saja terjadi karena secara naluri, manusia harus saling membantu. Namun ternyata, bantuan yang diberikan bisa membuat perempuan merasa terlena karena terbiasa untuk dibantu.
Jadi di masa depan, ketika ia ingin memulai sesuatu sendiri, ada perasaan yang kemudian membuat dirinya ragu dan tidak percaya diri. “Ia jadi mempertanyakan kemampuannya sendiri karena sebelumnya ia bisa berhasil karena ada bantuan dari orang lain,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Cinderella Complex ini ternyata juga bisa terjadi karena faktor sifat alami yang datang dari dirinya sendiri. Setiap perempuan memang memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada yang merasa sangat mandiri dan dapat mengatasi segala hal sendiri, namun ada juga yang selalu menggantungkan diri pada orang lain.
“Yang seperti ini biasanya terjadi pada perempuan dengan jiwa berjuang yang sedikit. Fight factor-nya sedikit. Sehingga ia merasa takut tidak bisa berhasil, lalu memilih mengandalkan orang lain,” ungkap Liza.
Lebih meluas lagi, Cinderella Complex ini ternyata juga bisa menjadi salah satu penyebab perempuan terjebak dalam hubungan percintaan yang tidak sehat. Banyak dari kita yang cenderung mencari laki-laki yang sudah mandiri dan lebih mapan secara finansial agar bisa membantu memenuhi kebutuhan.
ADVERTISEMENT
Keinginan ini yang kadang membuat kita menjadi bergantung pada laki-laki. Padahal sebelumnya kita bisa dengan mudah membiayai kebutuhan sendiri tanpa ada campur tangan siapapun. Dalam kondisi seperti ini, bahkan untuk membeli barang dengan harga murah atau hanya untuk sekadar duduk di cafe bersama sahabat kita harus merasa minta ijin pada suami. Dampak jangka panjangnya akan terlihat nanti jika kita merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri karena tidak ada pasangan.
Mengutip artikel The New York Times, The Cinderella Syndrome, selama ini perempuan menjadi sangat bergantung dengan laki-laki dan kadang merasa takut hidup tanpa mereka. Dongeng seperti Cinderella membuat kita percaya bahwa kita tidak bisa berdiri sendiri, bahwa kita rapuh, dan selalu membutuhkan perlindungan. Stigma itulah yang kemudian membentuk perempuan tidak siap secara emosional untuk hidup lebih mandiri.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasinya, kita bisa menggunakan jasa profesional seperti psikolog dan terapis. Namun sebelum menggunakan bantuan profesional, perempuan harus menyadari bahwa ada sesuatu yang salah pada dirinya sendiri.“Perempuan yang mengalami ini harus memiliki keinginan untuk berubah. Jika tidak maka segala usaha yang dilakukan akan menjadi percuma,” jelas Liza.
Selain dari diri sendiri, Liza juga menyarankan agar perempuan lebih berani memulai sesuatu sendiri. Kita juga harus pandai mencari lingkungan yang mendukung apapun yang kita lakukan dan percaya akan kemampuan kita.
“Belajarlah untuk mengapresiasi orang lain dan mengapresiasi diri sendiri. Nanti secara perlahan-lahan akan terbentuk kebiasaan baru yang membuat perempuan jadi lebih mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain.”