Cukur Rambut Kemaluan Tak Meningkatkan Risiko Penyakit Menular Seksual

5 Oktober 2019 19:46 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vagina. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vagina. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian perempuan, mencukur rambut kemaluan menjadi salah satu cara untuk merawat kebersihan organ kewanitaan. Namun beberapa waktu lalu, tepatnya di tahun 2016, ada sebuah penelitian University of California di San Francisco menyatakan bahwa merawat rambut kemaluan dapat meningkatkan risiko terjangkit penyakit menular seksual.
ADVERTISEMENT
Tetapi studi tersebut disanggah oleh studi baru. Dalam jurnal PLOS ONE menyatakan bahwa mencukur rambut kemaluan tidak berkaitan dengan peningkatan risiko seseorang terjangkit penyakit chlamydia atau gonorrhea yang masuk dalam kategori penyakit seks menular. Riset baru ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang pernah dirilis pada 2016 yang mengklaim bahwa mencukur rambut kemaluan dapat meningkatkan risiko penyakit seks menular.
Ilustrasi iritasi vagina. Foto: Shutterstock
Dalam studi yang baru saja dirilis pada jurnal PLOS ONE, peneliti dari Ohio State University melakukan survei pada lebih dari 200 mahasiswi tentang aktivitas seksual dan cara mereka merawat rambut kemaluan. Para mahasiswi ini juga melewati sebuah tes khusus untuk penyakit chlamydia dan gonorrhea.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa 98 persen mahasiswi yang diteliti merawat bulu pubiknya, 54 persen di antaranya merawat rambut kemaluan secara rutin setiap minggu, dan 18 persen mahasiswi lebih rajin mencukur rambut kemaluan enam kali sebulan. Dari penelitian tersebut, ada 10 persen mahasiswi yang terdeteksi positif terjangkit chlamydia atau gonorrhea. Kabar baiknya, mereka yang rajin merawat rambut kemaluan tidak masuk dalam daftar penderita penyakit seks menular.
ADVERTISEMENT
Riset baru ini tampaknya menyangkal hasil studi pada tahun 2016 dari University of California di San Francisco yang mengaitkan perawatan rambut kemaluan dengan risiko penyakit seks menular yang lebih tinggi. Studi lama tersebut menyebutkan bahwa 80 persen perempuan yang mencukur atau mencabut rambut kemaluannya dilaporkan tertular penyakit seks, dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah mencukur rambut kemaluan.
Ilustrasi berhubungan seks atau bercinta. Foto: Shutterstock
“Mungkin mereka (yang terjangkit) adalah orang-orang yang lebih sering melakukan hubungan seksual, jadi risiko terpapar penyakit seks menular juga lebih tinggi, dan atau mereka melakukan perawatan rambut kemaluan dengan cara yang lebih ekstrem,” tutur Maria Gallo, seorang penulis studi baru dan profesor epidemiologi di Ohio State, dalam sebuah siaran pers seperti dikutip dari The Independent.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, para peneliti menyatakan bahwa temuan mereka tidak mendukung kebutuhan kesehatan masyarakat atau intervensi klinis untuk mengatasi perawatan rambut kemaluan sebagai faktor risiko dari penyakit seks menular.