Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Demi Cinta, 5 Bangsawan Ini Rela Melepaskan Gelar & Takhta
21 November 2021 15:00 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Pepatah yang mengatakan bahwa cinta itu buta tampaknya memang benar-benar ada di kehidupan nyata. Bukan cuma terjadi di kalangan rakyat biasa, ini juga terjadi pada beberapa bangsawan dan anggota keluarga kerajaan.
ADVERTISEMENT
Bahkan, beberapa anggota keluarga kerajaan itu rela melepas takhta dan gelar mereka demi cinta. Mereka lebih memilih meninggalkan itu demi bisa hidup bersama dengan orang yang dicintainya.
Lantas, siapa saja mereka? Berikut ini lima bangsawan yang rela melepaskan gelar dan takhta demi cinta seperti dikutip dari South China Morning Post.
1. Raja Edward VIII dari Britania Raya
Yang pertama ada Raja Edward VIII. Raja Britania Raya ini menyerahkan gelar dan takhta kerajaannya demi bisa menikah dengan Wallis Simpson pada 1937. Hal itu karena sesuai aturan kerajaan, Edward VIII tidak bisa menikahi Wallis yang merupakan seorang perempuan Amerika Serikat yang telah dua kali bercerai.
Gereja Inggris saat itu dikabarkan tidak bisa mengizinkan orang yang sudah bercerai untuk menikah di gereja. Oleh karena itu, Edward VIII pun akhirnya melepas gelarnya dan memilih untuk menikahi Wallis Simpson.
ADVERTISEMENT
Edward VIII lalu mewariskan takthanya kepada sang adik, George VI. Setelah George VI meninggal pada 6 Februari 1952, taktha itu langsung turun ke putrinya, Ratu Elizabeth II.
2. Putri Ubolratana dari Thailand
Putri Ubolratana rela melepaskan gelarnya demi menikah dengan Peter Ladd Jensen pada 1972. Peter Jensen sendiri adalah warga Amerika. Keduanya diketahui bertemu saat menempuh pendidikan di Massachusetts Institute of Technology (MIT), di Massachusetts, AS.
Setelah menikah, Putri Ubolratana kabarnya mengambil nama Julie Jensen. Pasangan itu lalu tinggal bersama di AS selama lebih dari 26 tahun dan memiliki 3 anak bersama.
Namun, pada 2001, pasangan suami istri itu memilih bercerai. Kendati telah bercerai, Putri Ubolratana tetap tidak diperbolehkan untuk menggunakan status kebangsawanannya, dan sebaliknya ia hanya boleh menggunakan gelar “Tunkramom Ying” yang jika diterjemahkan berarti “Putri Bupati Ratu”.
ADVERTISEMENT
3. Pangeran Philip dari Yunani dan Denmark
Pangeran Philip merupakan putra dari Pangeran Andrew dari Yunani dan Denmark. Namun pada 1947, Pangeran Philip menanggalkan statusnya sebagai pangeran di Kerajaan Yunani dan Denmark karena menikah dengan Ratu Elizabeth II dari Britania Raya.
Gelar itu konon dilepas lantaran ia dinaturalisasi menjadi warga negara Inggris. Setelah menikah dengan Ratu Elizabeth II, Pangeran Philip pun dianugerahi gelar Duke of Edinburgh dari Kerajaan Inggris.
4. Putri Mako dari Jepang
Keputusan Mako untuk menikah dengan Kei Komuro itu membuatnya kehilangan status kerajaannya. Hal itu disebabkan karena menurut Imperial House Law, anggota keluarga kekaisaran perempuan harus melepaskan status mereka jika ingin menikah dengan orang biasa.
ADVERTISEMENT
Selain rela melepas gelar kebangsawanannnya, Mako juga menolak tunjangan dari pemerintah Jepang. Menurut laporan Kyodo News, Mako seharusnya bisa menerima uang tunjangan sebesar 1,36 juta dolar AS atau Rp 19 miliar dari pemerintah Jepang. Tunjangan itu kabarnya dibayarkan kepada perempuan bangsawan yang kehilangan status kerajaan mereka ketika menikah. Namun, alih-alih menerima, Mako justru menolak uang belasan miliar itu demi bisa bersama dengan seorang pria yang berasal dari keluarga biasa.
5. Putri Sayako dari Jepang
Putri Mako bukanlah satu-satunya putri di Negeri Sakura yang rela melepas gelar kebangsawanannya demi cinta. Sebelumnya, Putri Sayako lebih dulu melakukan hal serupa.
Sayako adalah anak perempuan satu-satunya dari mantan Kaisar Jepang Akihito dan Permaisuri Michiko. Ia juga adalah anak ketiga setelah Pangeran Naruhito dan Pangeran Akishino.
ADVERTISEMENT
Namun, Sayako lebih memilih melepaskan gelar bangsawannya demi menikah dengan seorang pria bernama Yoshiki Kuroda pada 2005. Yoshiki merupakan orang biasa dan bukan berasal dari keluarga kerajaan. Yoshiki diketahui bekerja sebagai perencana tata kota untuk pemerintah Tokyo.
Pesta pernikahan Sayako dan Yoshiki sendiri digelar dengan upacara Shinto di Hotel Imperial, Tokyo, Jepang. Setelah menikah dengan Yoshiki, Sayako kemudian meninggalkan Keluarga Kekaisaran dan mengambil nama belakang sang suami, yakni Sayako Kuroda.