Fakta Baru soal Kekerasan terhadap Perempuan dari Catahu Komnas Perempuan 2022

9 Maret 2022 12:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fakta Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dari Catahu Komnas Perempuan 2022. Foto: Mary Long/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Fakta Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dari Catahu Komnas Perempuan 2022. Foto: Mary Long/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pada 8 Maret, perempuan di seluruh dunia tengah merayakan International Women's Day atau Hari Perempuan Internasional 2022. Pada momen spesial ini, salah satu isu yang sering digaungkan oleh para perempuan, terutama di Indonesia, adalah kekerasan terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), kekerasan terhadap perempuan adalah fenomena gunung es. Sebab kasus yang selama ini diketahui seringnya tidak menyeluruh karena masih banyak kasus kekerasan yang belum dilaporkan.
Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2022 menyatakan kasus kekerasan berbasis gender (KBG) mengalami peningkatan pada 2021 dibandingkan 2020. Pada peluncuran CATAHU 2022 ini, Komnas Perempuan memang fokus menghadirkan data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, lembaga layanan, dan badan peradilan agama (BADILAG).
Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Olivia C. Salampessy dalam acara virtual Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022. Foto: Putu Indah Savitri/ANTARA
Mengutip laman Komnas Perempuan, ada peningkatan signifikan sebanyak 50 persen KBG terhadap perempuan yaitu 338.506 kasus pada 2021, sedangkan pada 2020 ada 226.062 kasus. Data tersebut diperoleh berdasarkan penerimaan dan penanganan laporan kasus yang diterima oleh lembaga masyarakat dan institusi pemerintah serta pengaduan langsung ke Komnas Perempuan.
ADVERTISEMENT
Pada tahun ini, Komnas Perempuan bekerja sama dengan BADILAG. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di BADILAG sendiri juga mengalami lonjakan cukup besar, yaitu 52 persen atau 327.629 kasus pada 2021 dan 215.694 pada 2020.
Tak cuma itu, data pengaduan kekerasan terhadap perempuan ke Komnas Perempuan juga meningkat signifikan sebesar 80 persen, dari 2.134 kasus pada 2020 menjadi 3.838 kasus pada 2021. Sebaliknya, data dari lembaga layanan menurun 15 persen, terutama disebabkan sejumlah lembaga layanan sudah tidak beroperasi selama pandemi Covid-19, sistem dokumentasi kasus yang belum memadai dan terbatasnya sumber daya.

Kemajuan kebijakan dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan

CATAHU 2022 juga memberikan sedikit kabar positif mengenai kemajuan kebijakan di tahun 2021. Mengutip laman Komnas Perempuan, ada dua hal kebijakan yang mengalami kemajuan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Berikut beberapa kemajuan yang disoroti oleh Komnas Perempuan:
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Jaringan Muda Setara melakukan aksi dengan membawa poster saat berlangsung Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (10/2). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

1. Adanya gagasan dan inisiatif terkait penanganan kekerasan terhadap perempuan

Menurut komnas perempuan, gagasan inisiatif pembuatan kebijakan di sektor tata kelola pemerintahan sudah menunjukkan kemajuan. Begitu juga terkait urusan sumber daya manusia dan pendidikan terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan. Hal-hal ini sudah bisa dilihat pada pemerintahan daerah maupun pemerintah pusat.
ADVERTISEMENT

2. Keadilan untuk seluruh korban kekerasan seksual tanpa pandang gender

Sejauh ini, upaya penanganan kekerasan semakin memudahkan semua korban kekerasan. Urusan administrasi kependudukan tak lagi diskriminatif, artinya tidak memandang gender. Siapa pun korbannya, baik itu transgender, kelompok disabilitas, atau masyarakat adat wilayah terpencil sekalipun. Keputusan ini telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil).
Selain itu, ada juga dukungan lain seperti pengadaan layanan call center SAPA 129 KemenPPPA yang bisa diakses oleh korban atau pelapor dalam pengaduan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan anak.
Sejumlah massa aksi membawa spanduk saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Masih adanya kemunduran dalam menyediakan payung hukum untuk kasus kekerasan terhadap perempuan

ADVERTISEMENT
Sayangnya, di tengah kemajuan tersebut, masih ada juga kemunduran yang terjadi, terutama terkait payung hukum yang bisa melindungi korban kekerasan. Komnas Perempuan mengatakan bahwa kemunduran tersebut masih terjadi dalam proses penyediaan payung hukum bagi korban kekerasan. Berikut tiga kemunduran yang jadi perhatian Komnas Perempuan.
ADVERTISEMENT

1. RUU TPKS sempat didepak dari prolegnas

Saat ini, proses pembuatan RUU TPKS masih menghadapi tantangan kompleks. Setelah didepak dari prolegnas, para aktivis dan sejumlah pihak harus kembali menempuh jalan panjang agar RUU tersebut dapat dibahas dan disahkan di setiap tahapan pembentukan undang-undang.

2. Adanya kesalahpahaman publik soal RUU TPKS

Selain itu, adanya mispersepsi dan ketidakpahaman publik atas isi atau fungsi dari RUU TPKS. Pasalnya, beberapa waktu lalu ada sejumlah kelompok yang menganggap bahwa RUU TPKS mengesahkan perzinaan. Mengutip laman Komnas Perempuan, hal ini terjadi karena minimnya akses publik terhadap proses pembahasan dan dokumen rujukan. Tak cuma itu, pembuat kebijakan juga dinilai kurang berkomitmen dalam mengupayakan agar RUU TPKS ini dijadikan prioritas sebab rancangan tersebut bisa melindungi kelompok rentan.
ADVERTISEMENT