(COVER) Role Model, Grace Natalie, kumparanWOMAN

Grace Natalie Ingin Perempuan Berani Duduki Posisi Penting di Politik

6 September 2019 16:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Grace Natalie untuk program Role Model kumparanWOMAN. Foto: 	Dok. Panji Indra
zoom-in-whitePerbesar
Grace Natalie untuk program Role Model kumparanWOMAN. Foto: Dok. Panji Indra
ADVERTISEMENT
Di era modern saat ini, perempuan sudah semakin berani memperjuangkan keinginan dan hak untuk bisa setara dengan laki-laki. Terutama di bidang profesional.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, tak sedikit juga perempuan yang masih berpikiran bahwa dirinya tidak layak untuk berada di posisi tertentu. Pemikiran tersebut kadang bisa datang dari diri kita sendiri sebagai perempuan, atau bisa juga dari orang lain di sekitar kita.
Masalah ini ternyata juga banyak dialami oleh perempuan di dunia politik. Mereka yang sudah ‘nyemplung’ kadang tak berani duduk di posisi penting karena banyak yang merasa politik adalah dunianya laki-laki. "Dominasi laki-laki di dunia politik membuat perempuan memilih untuk jadi pengurus konsumsi, keuangan, sekretaris. Urusan-urusan yang dianggap perempuan banget. Akhirnya muncul stigma bahwa perempuan memang tugasnya tidak jauh dari urusan kasur, sumur, dapur," ungkap Grace Natalie saat melakukan sesi wawancara program Role Model untuk kumparanWOMAN beberapa waktu lalu.
Grace Natalie untuk program Role Model kumparanWOMAN. Foto: Panji Indra, Stylist: Anantama Putra, Makeup: Irma Gerungan, Hairdo: Uthe, Busana: Massimo Dutti.
Oleh karena itu, Grace Natalie sebagai politikus perempuan dan ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terus mendorong agar perempuan yang ada di dunia politik bisa lebih berani lagi. Saat ini, di PSI sendiri 42 persen anggotanya adalah perempuan dan Grace memastikan mereka menduduki posisi penting di setiap divisi.
ADVERTISEMENT
“Kalau di PSI, kita paksakan agar satu dari tiga jabatan penting, seperti ketua untuk (jabatan) sekretaris dan bendahara itu perempuan. Alhasil kami punya banyak ketua perempuan karena memang diwajibkan seperti itu. Istilahnya, mereka memang dipaksa untuk bisa berada di level atas. Awalnya memang harus dipaksa untuk bisa memancing agar kedepannya banyak yang lahir secara organik, dalam artian mereka mau memimpin karena keinginannya sendiri,” ungkapnya.
Selain karena keterlibatan perempuan dipercaya dapat meningkatkan perekonomian negara, mengutip dari situs UN Women, studi menunjukkan banyaknya jumlah perempuan di parlemen dapat lebih menyoroti isu-isu perempuan yang selama ini tidak mendapatkan perhatian penuh dari pihak pemerintah.
Di Indonesia, misalnya, hingga saat ini, angka kekerasan seksual terhadap perempuan masih sangat mengkhawatirkan. Menurut data dari Komnas Perempuan, jumlah kekerasan seksual terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017 berjumlah 335.062. Jumlah tersebut naik drastis dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 258.150.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya dan peran dari berbagai pihak untuk mendesak pemerintah agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Semata-mata agar perempuan memiliki payung hukum yang jelas untuk menghapuskan kekerasan seksual yang selama ini menghantui perempuan Indonesia. Namun nyatanya, sejak dibuat pada tahun 2015 hingga saat ini, RUU PKS masih banyak mengalami hambatan.
Tak hanya dapat lebih menyoroti isu-isu perempuan, partisipasi perempuan di dunia politik juga akan membantu negara memenuhi syarat sebagai negara yang setara gender sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah ditentukan oleh PBB.
Grace dan beberapa anggota perempuan dari PSI. Foto: dok. @gracenat/ Instagram
Menurut Grace Natalie, untuk meningkatkan partisipasi perempuan di ranah politik, tidak hanya perempuan saja yang harus semakin aktif, tetapi para laki-laki juga harus mulai mengubah pola pikirnya terhadap perempuan. Karena ia melihat hingga saat ini masih banyak laki-laki yang meragukan keterlibatan perempuan di sektor politik.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan peraturan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008, setiap Partai Politik wajib melibatkan perempuan paling sedikit 30 persen. Tapi menurut Grace peraturan tersebut memang dijalankan namun pemilihannya tidak benar-benar diperhatikan.
“Pemilihannya dilakukan dengan asal, yang penting ada perempuan di dalam partai politiknya. Setelah itu, perempuan yang terpilih tidak didampingi, dibiarkan bertarung sendiri di medan yang didominasi laki-laki. Jadi kasihan mereka yang sudah lolos harus berjuang sendiri,” ungkapnya.
Akibatnya, laki-laki kembali mendominasi di dunia politik dan membuat perempuan tidak yakin pada dirinya sendiri, lalu memilih untuk menjadi pengurus partai.
“Perempuan pasrah menjadi pengurus konsumsi, keuangan, sekretaris, urusan-urusan yang dianggap perempuan banget. Akhirnya, laki-laki di dalam partai juga akan menganggap peran perempuan ya memang seperti itu, mengerjakan tugas yang tidak jauh dari urusan kasur, sumur, dapur,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kondisi yang seperti itu menurut Grace akan mempengaruhi self-esteem perempuan yang terjun ke politik. Dampaknya, mereka jadi meragukan dirinya sendiri, tidak percaya bahwa mereka bisa melakukan lebih dari itu.
“Jadi menurut saya memang harus ada sistem khusus agar perempuan bisa keluar dari pemikiran-pemikiran seperti itu,” tutup Grace Natalie.
Ikuti cerita inspiratif lainnya dari Grace Natalie eksklusif untuk kumparan pada topik Role Model.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten