Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Hari Anti Sunat Perempuan: PBB Percepat Langkah Hapus Praktik Langgar HAM Ini
7 Februari 2025 18:59 WIB
·
waktu baca 2 menit![Ilustrasi sunat perempuan. Foto: Marina Kap/Shutterstock](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01hjnem9kt0v30zkjd17qwavjs.jpg)
ADVERTISEMENT
Ladies, 6 Februari diperingati sebagai Hari Internasional Tanpa Toleransi terhadap Mutilasi Genital Perempuan alias Hari Anti Sunat Perempuan . Momen ini pertama kali ditetapkan oleh PBB pada 2012 yang bertujuan untuk memperkuat dan mengarahkan upaya penghapusan praktik tersebut.
ADVERTISEMENT
Selama lebih dari satu dekade PBB telah mengedepankan program-program yang mendukung penyintas sunat perempuan dengan mengedepankan pemberdayaan dan akses ke berbagai layanan bantuan.
Tahun ini PBB mengangkat tema bertajuk “Step Up the Pace” yang menyoroti agar terciptanya upaya lebih terarah, terkoordinasi, berkelanjutan, dan terpadu untuk mencapai pengakhiran sepenuhnya terhadap mutilasi kelamin perempuan pada tahun 2030.
“Marilah bergabung untuk menjadikan mutilasi alat kelamin perempuan sebagai sejarah dan memastikan masa depan yang lebih baik, lebih sehat, dan lebih adil bagi semua perempuan dan anak perempuan di mana pun,” ujar Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres seperti dikutip dari laman resmi PBB.
200 juta perempuan di dunia jadi korban sunat perempuan
Female genital mutilation alias sunat perempuan merupakan semua prosedur yang menyebabkan perubahan atau cedera alat kelamin perempuan untuk alasan non-medis. PBB menegaskan bahwa praktik ini diakui secara internasional sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, termasuk hak atas kesehatan, hak keamanan, dan hak integritas fisik untuk terbebas dari tindakan perlakuan kejam.
ADVERTISEMENT
Perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban mutilasi kelamin berisiko menghadapi komplikasi jangka pendek, seperti nyeri hebat, syok, pendarahan berlebihan, infeksi, dan kesulitan buang air kecil. Ada pula risiko jangka panjangnya, yakni munculnya masalah masalah kesehatan seksual dan reproduksi serta gangguan kesehatan mental pada korban.
Praktik sunat perempuan sebenarnya terpusat di 30 negara di Afrika Timur dan tengah, namun praktik ini juga ditemukan di Asia dan Amerika Latin. Menurut data PBB, lebih dari 200 juta perempuan dan anak perempuan di dunia telah menjadi korban mutilasi kelamin. Sementara tahun ini, hampir 4,4 juta anak perempuan di dunia atau setara 12 ribu kasus setiap harinya berisiko menjadi korban praktik berbahaya ini.
Dikutip dari WHO, praktik sunat perempuan mencerminkan ketidaksetaraan yang mengakar dan merupakan bentuk diskriminasi ekstrem terhadap perempuan dan anak perempuan. Sunat perempuan juga disebut mengambil hak seseorang untuk hidup, karena prosedur tidak manusiawi itu bisa mengakibatkan hilangnya nyawa.
ADVERTISEMENT