Hari Kesehatan Mental Sedunia: Kapan Kita Harus ke Psikolog, ya?

11 Oktober 2023 18:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi konsultasi dengan psikolog. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi konsultasi dengan psikolog. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Ladies, tanggal 10 Oktober setiap tahunnya merupakan Hari Kesehatan Mental Sedunia atau World Mental Health Day. Ini menjadi hari peringatan buat kita untuk selalu memedulikan dan merawat kondisi mental, mengingat kesehatan mental juga sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
ADVERTISEMENT
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), kesehatan mental meliputi kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial seseorang. Kesehatan mental bisa membantu menentukan bagaimana caranya menangani stres, menjalin hubungan dengan orang lain, dan mengambil pilihan-pilihan yang baik dalam hidup.
Kesehatan mental sangat penting dijaga karena bisa membantu kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik. Tak hanya itu, kondisi mental juga sangat berkaitan erat dengan kondisi fisik.
Ilustrasi perempuan sedih Foto: Shutterstock
Misalnya, orang yang kesehatan mentalnya terjaga cenderung memiliki tubuh yang bugar, sementara orang mengidap gangguan mental seperti depresi memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan fisik, seperti diabetes hingga penyakit jantung.
Cara menjaga kesehatan mental ada berbagai macam, Ladies. Selain melakukan perawatan diri (self-care) dan menerapkan gaya hidup sehat, mencari pertolongan ahli ketika membutuhkan juga sangat penting. Tak jarang, kita merasa kewalahan dengan stres yang dirasakan dan itu menjadi salah satu pertanda bahwa kamu perlu meminta bantuan psikolog.
ADVERTISEMENT
Namun, masih banyak yang belum tahu kapan momen yang tepat untuk meminta pertolongan profesional. Lantas, kapankah kita harus ke psikolog? Simak penjelasan yang sudah kumparanWOMAN rangkum berikut ini, Ladies.
ilustrasi wanita cemas, stres atau depresi Foto: Shutterstock

1. Saat kamu kesulitan memroses hal yang terjadi di hidup

Salah satu pertanda bahwa kamu harus ke psikolog adalah ketika kamu merasa kesulitan memproses apa yang terjadi dalam hidupmu. Contohnya, ketika kamu merasakan satu emosi, kamu kebingungan bagaimana cara untuk mendeskripsikannya. Dikutip dari Self, psikolog akan bisa membantu kita untuk perlahan membuka diri dan memproses seluruh emosi dan pikiran yang dirasakan.
“Kadang-kadang, suatu hal yang sangat berharga bisa diperoleh dalam menjalani proses ini—kita bisa lebih memahami diri sendiri dan menjadi versi diri kita yang lebih baik,” kata psikolog klinis di Washington University School of Medicine, Marcia McCabe, Ph.D, sebagaimana dikutip dari Self.
ADVERTISEMENT

2. Saat kamu jadi lebih pemarah dari sebelumnya

Jika kamu merasa lebih pemarah dan lebih mudah merasa kesal dengan hal-hal kecil di sekelilingmu, ini merupakan waktu yang tepat untuk datang ke psikolog. Dilansir Self, memperhatikan bagaimana reaksimu terhadap hal-hal yang membuatmu stres dan mencatat perubahannya akan sangat membantumu mengelola emosi dengan lebih baik.
Berbicara dengan psikolog bisa membantu mencari penyebab dari emosimu yang meledak-ledak. Selain itu, psikolog juga bisa menolong kamu mencari cara terbaik untuk menangani situasi sehari-hari yang membuat stres.
Ilustrasi perempuan marah-marah. Foto: wavebreakmedia/Shutterstock

3. Saat kamu merasa terjebak di satu tempat dan momen

Merasa stuck atau terjebak di satu momen dalam hidup bisa menjadi pertanda untuk kamu meminta bantuan pada psikolog.
“Kamu tidak merasa lebih baik meskipun kamu memiliki keinginan kuat untuk merasa lebih baik secara emosional. Atau, kamu bahkan mencoba untuk bertindak dengan perilaku baru untuk membuatmu merasa lebih baik, tetapi hal tersebut rasanya tidak berguna,” kata pendiri organisasi nirlaba AAKOMA Project, Psikolog Alfiee M. Breland-Noble, dilansir Self.
ADVERTISEMENT
Menurut Self, terapi dengan psikolog mampu membantu mereka yang merasa hidupnya kosong dan stagnan.

4. Saat kamu merasa kewalahan

Ketika kita kewalahan dengan berbagai hal yang terjadi dalam hidup, kita bisa jadi kesulitan untuk bertahan atau memroses hal-hal yang terjadi. Banyak kejadian yang bisa membuat kita kewalahan, mulai dari masalah pribadi hingga dunia pekerjaan.
Dilansir Self, berbicara dengan psikolog bisa membantu kamu mengidentifikasi dan memahami seluruh perasaan yang kamu rasakan.
“Contohnya, apakah kecemasan atau stres menyebabkan kamu lebih mudah kesal? Apakah kamu memerlukan komunikasi yang lebih baik? Apakah kamu memerlukan waktu self-care lebih banyak sehingga kamu tidak terlalu merasa sedang di ujung tanduk? Terapi adalah proses yang menyediakan kemampuan untuk menangani perasaan dan situasi yang sulit, untuk memperbaiki hubungan dan kesejahteraanmu,” kata Psikolog Kathryn H. Gordon, Ph.D.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi perempuan melakukan konseling dengan psikolog. Foto: Chinnapong/Shutterstock

5. Saat kamu merasa kelelahan memenuhi ekspektasi dalam hidup

Apakah kamu merasa kelelahan memenuhi ekspektasi dalam hidup? Atau, apakah kamu merasa tertekan, merasa harus selalu produktif, dan merasa bersalah ketika beristirahat sejenak? Ini bisa menjadi pertanda bahwa kamu perlu bertemu dengan psikolog, Ladies.
Dilansir Self, sesi konseling dengan psikolog dapat membantu kamu membangun batasan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, meraih work-life balance, dan memperbaiki hubunganmu dengan orang sekitar. Selain itu, psikolog juga dapat membantu kamu menangani kebiasaan mengkritik diri sendiri terlalu keras.

6. Saat kamu mengalami kejadian traumatis

Ketika mengalami trauma, seperti kehilangan orang tersayang, menjadi korban kekerasan seksual, menjadi korban bully, atau melewati perubahan besar dalam hidup, kamu butuh bantuan profesional.
ADVERTISEMENT
Menurut Self, trauma bisa mengganggu fungsi kehidupan dan hubungan interpersonal dengan orang lain. Nah, pertolongan dari psikolog bisa membantu kamu untuk memahami dampak emosional dari trauma yang dialami, memahami respons emosional terhadap pemicu trauma, hingga meraih kesempatan untuk mencoba modifikasi perilaku atau pikiran.