

Ladies yang aktif bermain media sosial tentu akrab dengan influencer Andrea Gunawan atau yang lebih dikenal dengan nama akun Instagramnya, @catwomanizer. Selain menjadi influencer, Andrea juga menjalani profesi sebagai Image Consultant dan Dating Coach serta Sexual Health Activist. Oleh karena itu, tak heran jika di media sosial ia kerap membahas seputar cinta, hubungan asmara, dan seks.
Hal ini ia lakukan karena kepeduliannya terhadap mereka yang masih menganggap seks itu sebagai suatu hal yang harus disembunyikan. Padahal menurut Andrea, seks adalah kebutuhan dasar manusia yang memang harus dipenuhi dengan cara yang lebih bertanggung jawab.
“Indonesia itu masih sangat patriarki. Oleh karena itu, saya ingin orang-orang, terutama perempuan, tahu bahwa melakukan hubungan seksual itu seharusnya karena mereka benar-benar sudah siap dan karena pilihannya sendiri, bukan untuk dijadikan sebagai jaminan pada pasangan agar mereka tidak ditinggal, tidak ‘jajan’ di luar atau yang lainnya,” ungkap Andrea kepada kumparanWOMAN beberapa waktu lalu.
Untuk edisi Women on Top kali ini, kami mengobrol bersama Andre mengenai berbagai hal, mulai dari pentingnya berhubungan seksual secara sehat, hingga cara dia sendiri mengatasi patah hati karena gagal menikah. Simak obrolan kami berikut ini.
Andrea sering sekali membuka topik soal relationship dan sex education di media sosial. Apa yang menjadi concern Andrea terkait dua hal ini?
Simply karena di Indonesia masih sangat patriarki. Banyak yang menganggap kalau perempuan sudah menyerahkan segalanya ke pasangan termasuk dalam hal seksual, itu seperti dijadikan jaminan kalau pasangan kita enggak akan meninggalkan kita. Padahal kan itu bukan jaminan, oleh karena itu saya ingin supaya orang-orang lebih melek soal healthy dan toxic relationship.
Saya ingin orang-orang, terutama perempuan, tahu bahwa melakukan hubungan seksual itu karena mereka benar-benar sudah siap dan karena pilihannya sendiri, bukan sebagai jaminan pada pasangan agar mereka tidak ditinggal, tidak ‘jajan’ di luar atau yang lainnya.
Memangnya banyak perempuan yang berhubungan seks karena takut ditinggal pasangan?
Banyak! Terus setelah itu mereka menyesal dan merasa tidak berharga lagi. Mereka juga jadi merasa nantinya tidak akan ada lagi laki-laki yang serius sama mereka ketika tahu hal sebenarnya. Karena di awal mereka banyak menganggap kalau sudah berhubungan seks, pasangannya akan setia atau akan memberikan kejelasan. Kan kalau anggapannya seperti itu, seks jadi sesuatu yang transaksional.
Apakah kecenderungan perempuan melakukan hubungan seks sebagai jaminan agar tidak ditinggal pasangan itu ada hubungannya dengan kurangnya rasa percaya diri mereka?
Kalau menurut saya, itu karena kita sejak awal sudah dikondisikan dalam sebuah aturan budaya. Banyak yang bilang bahwa keperawanan itu adalah martabat dan harga diri kita. Tapi kalau kita melakukan itu dengan sadar dan sukarela, artinya kan itu pilihan. Kita bukan kehilangan dan tidak menyerahkan keperawanan kita ke pasangan, tapi memang kita mau melakukan itu. Kecuali kita diperkosa, berarti keperawanan kita direnggut jadi bisa dibilang kehilangan.
It’s a mutual decision juga. Jadi kasihan para perempuan yang masih merasa terperangkap dalam aturan budaya. Kalau tidak ada yang memberi tahu, seterusnya mereka akan tetap berpikiran seperti itu; bahwa hubungan seks dengan pasangan itu sebagai jaminan hubungannya akan baik-baik saja. Padahal tidak demikian. Itu kan hanya selaput dara. Your life doesn’t stop there just because you are not a virgin anymore. You can still be productive and achieve so many things.
Menurut pengalaman Anda, apa masalah utama soal relationship dan hubungan seksual yang banyak dialami perempuan?
Banyak sekali perempuan yang takut untuk di-judge ketika sudah tidak perawan. Followers saya juga banyak bercerita kalau masih banyak pria yang menanyakan soal keperawanan mereka. Dan belum lama ini ada followers perempuan yang cerita bahwa calon suaminya bertanya, dia dan mantannya sudah melakukan apa saja dan sudah pernah (berhubungan seks) sama berapa orang.
Saya enggak tahu kenapa pertanyaan itu kerap muncul. Menurut saya itu enggak ada nilainya dan tidak bisa mengubah masa lalu juga. Kalau memang enggak yakin, ada premarital test untuk mengecek kesehatan diri sendiri dan reproduksi. Kalau ada penyakit atau apapun, bisa ketahuan hasilnya, bisa dibicarakan dan diatasi dulu masalahnya.
Kalau misalnya ternyata enggak bisa punya anak, bisa ditanyakan apakah hubungannya perlu dilanjutkan apa enggak? Itupun juga bisa dilakukan sembari berkonsultasi dengan pihak yang lebih profesional.
Sebagai sexual health activist, apa yang ingin diubah soal pandangan orang terhadap seks? Secara selama ini seringnya seks dianggap sebagai hal tabu untuk diperbincangkan.
Menurut saya seks itu adalah sesuatu yang tidak berjarak. Seks itu juga kebutuhan biologis kita sebagai manusia. Jadi sebenarnya bagaimana cara kita harus memandang seks itu tergantung dengan kepercayaan masing-masing.
Kalau menurut mereka seks itu sebaiknya dilakukan setelah menikah, sakral, dan hanya dilakukan dengan satu orang saja, ya berarti harus dipandang atau dilakukan seperti itu. Tapi kalau memang percayanya seks itu bisa dilakukan sebelum menikah dan kita mau mencoba banyak hal sebelum menikah ya enggak masalah juga. Catatan pentingnya adalah kita harus melakukannya dengan tanggung jawab, tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Cinta dan seks adalah dua hal yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Dari setiap topik yang Anda bahas di media sosial, pertanyaan seputar apa yang paling banyak ditanyakan oleh netizen?
Saya prihatin karena pasti tiap minggu ada yang menanyakan soal klinik aborsi. Sedangkan kondom disini sangat mudah didapatkan dan harganya enggak mahal.
Biasanya saya akan bilang sama mereka kalau di Indonesia aborsi itu masih ilegal, jadi daripada datang ke klinik yang tidak jelas, saya menyarankan mereka untuk ke psikolog. Karena belum tentu dengan melakukan aborsi jiwa jadi tenang. Justru itu bisa membahayakan nyawa dan mental health-nya.
Tiap minggu ada saja yang tanya soal itu, paling enggak dalam seminggu, ada dua orang yang bertanya. Kalau enggak dari pria, ya dari perempuannya, tapi mereka pakai fake account. Ada juga pertanyaan seputar seks, sepertinya ini pria, karena dia tanya ‘Ci kalau sperma gue ada di bibir vagina pacar, bisa bikin hamil enggak ya?’ Ya secara logika dan biologi, kalau di bibir vagina saja tidak apa-apa. Setelah itu dia banyak tanya lagi soal keraguan lainnya yang kemudian saya jawab; kalau memang ragu pakailah pengaman. Jangan mempersulit diri sendiri dan pasangan, sekali lagi kalau memang mau melakukannya, lakukan dengan bertanggung jawab.
Sebagai seseorang yang belum menikah, pernahkah Anda mendapat kritikan dari netizen karena membicarakan soal seks dan pernikahan? Jika pernah, bagaimana cara menanggapinya?
Pasti ada saja yang bilang begitu. Waktu itu pernah ada yang bilang kalau saya saja putus, kenapa saya harus bicara soal relationship. Lalu saya jelaskan, tidak hanya orang yang pernah kena kanker payudara saja kan yang boleh bicara soal kanker payudara. Orang sehat pun bisa bicara soal kanker payudara sebagai upaya pencegahan.
Menurut saya itu tidak membuat apapun yang saya bicarakan jadi tidak valid hanya karena saya memilih untuk putus. Kasusnya sama seperti dokter dan psikolog yang juga bisa sakit dan mengalami gangguan kesehatan mental. They are not immune to that, sama dengan saya yang juga bisa putus cinta.
Bicara tentang putus cinta, Andrea sendiri pernah mengalami berbagai hal dalam dunia percintaan. Bagaimana cara Anda berdamai dengan masa lalu dan bisa memulai lembaran baru dalam hal percintaan?
Saya sendiri punya mindset bahwa semua masalah akan berlalu. Jadi kalau kita tahu sedang berada di neraka, ya kenapa harus terus-terusan berada disitu.
Dulu saya pernah down sekali waktu batal nikah tahun 2015 lalu. Saat itu saya bilang saya mengalami depresi karena berbulan-bulan saya enggak bisa ikhlas. Sampai akhirnya teman saya enggak tega dan membiayai saya untuk terapi.
Saat itu yang membuat saya enggak bisa ikhlas karena I made him my universe. Jadi ketika bubar saya merasa enggak ada pegangan lain, ketika saya menggantungkan hidup pada orang lain dan orang itu pergi, saya hancur dan merasa enggak punya apa-apa. Bisa dibilang saya sempat kehilangan jati diri karena saya menggantungkan mimpi dan cita-cita saya ke dia.
Apakah pengalaman tersebut pernah membuat Anda mengalami trauma dan takut menjalani hubungan?
Saya belajar, sebelum menjalin hubungan dengan orang lain, kita memang harus memastikan diri kita sembuh dulu dari trauma masa lalu. Jadi sekarang saya lebih realistis dan enggak bucin seperti dulu dalam urusan cinta.
Hal itu perlu dilakukan agar kita enggak menggantungkan diri pada orang lain. Karena saya enggak percaya dengan konsep ‘the one’ karena kalau misalnya si the one ini meninggal, masa iya kita selamanya akan sendiri? Segala sesuatu dalam hubungan itu harus diusahakan.
Misalnya kita ketemu dengan seseorang dan merasa dia adalah the one, lalu kita menikah. Hubungannya tetap saja bisa memburuk kalau kita enggak menjaga segala hal yang sudah dibangun. Menurut saya, meskipun sudah menikah, pasangan kita itu belum tentu dia jodoh kita selamanya. Saya percaya bahwa enggak hanya ada satu pria yang bisa menjadi jodoh kita. Mungkin mindset-nya harus diubah. Di dunia ini adanya orang-orang yang memang diciptakan untuk kita dan kompatibel dengan kita. Dan itu bukan hanya satu.