news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Inspiring Hijaber: Diandra Gautama, Pembalap dan Influencer Hijab

22 Mei 2019 17:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diandra Gautama, pembalap dan influencer hijab. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diandra Gautama, pembalap dan influencer hijab. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Perempuan dan dunia otomotif mungkin masih jadi pemandangan yang asing di Indonesia. Stigma kuat bahwa otomotif adalah dunia laki-laki, seolah menjadi penghubung erat kepopuleran industri ini. Namun, nyatanya, eksistensi perempuan di otomotif sendiri telah diwakilkan oleh beberapa perempuan, salah satunya perempuan bernama Diandra Gautama (29).
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian Anda, nama Diandra mungkin bukan nama yang asing lagi. Selain berprofesi sebagai pembalap kategori touring Mercedes-Benz Club Indonesia Championship 3.200cc, Diandra juga aktif berperan sebagai reviewer mobil dan influencer hijab di sosial media.
Menurut Diandra, kecintaannya terhadap dunia otomotif berasal dari pengaruh sang ayah, Chandra Gautama, yang juga seorang pembalap nasional. Diandra telah jatuh cinta dengan dunia otomotif sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar, dan mulai aktif terjun balapan di akhir Sekolah Menengah Atas.
Sejak November 2017 tahun lalu, perempuan kelahiran 28 Januari 1990 ini telah mantap berhijab. Dalam perjalanannya, Diandra sempat mengalami keraguan bahwa keputusan berhijab akan mempengaruhi kariernya di dunia otomotif. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Nama Diandra kian dikenal dan viral sebagai pembalap yang mengenakan hijab. Ia pun kini menjadi spokesperson salah satu brand kosmetik lokal halal Wardah.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparanWOMAN, Diandra menceritakan perjalanannya di dunia otomotif dan bagaimana cerita di balik keputusannya mengenakan hijab. Simak wawancara kami bersama Diandra Gautama di bawah ini.
Diandra Gautama, Pembalap dan influencer hijab. Foto: Instagram @diandragautama
Boleh diceritakan, bagaimana awal mulanya Anda bisa terjun ke dunia otomotif?
Kalau berbicara kenalan dengan dunia otomotif, awalnya Papa saya itu (Chandra Gautama, pembalap nasional) suka otomotif. Saya sering lihat dia ngoprek-ngoprek mobil, dan saya sering ikutan. Memang sudah terpapar bidang tersebut dari zaman SD. Nah, masuk ke SMP usia 13 tahun, saya sudah bisa bawa mobil, tapi hanya muter-muter di sekitar komplek saja karena memang belum punya SIM. Bisa dibilang hobi saya itu masih ketahan. Memasuki bangku SMP kelas tiga, saya akhirnya bergabung dengan Mercedes-Benz Club Indonesia. Dan akhirnya, di masa SMA, saya semakin aktif menjalani hobi di bidang otomotif ini.
ADVERTISEMENT
Tetapi untuk aktivitas balapan sendiri, bukan kenal karena Papa atau club, tapi justru teman-teman SMP dulu. Mereka mengenalkan saya sama dunia otomotif ini. Mulai dari diajak ke Sentul, lihat mobil balap itu seperti apa, hingga mencoba masuk trek itu rasanya bagaimana.
Waktu SMA, saya mulai minta ikut balapan, tapi belum diperbolehkan karena belum punya SIM. Setelah punya SIM, mulai saya coba-coba ikut balap. Akhirnya ketika masa kuliah, saya mulai benar-benar aktif dan ikut seri per tahun. Dalam satu tahun itu ada enam seri. Ini official dari nasional.
Sebelum benar-benar terjun di dunia otomotif secara profesional, pernahkah terpikirkan untuk mencoba bidang karier yang lain?
Awalnya saya juga nggak tahu kalau ini akan berjalan jadi karier. Saya dulu aktif balapan sambil kuliah jurusan psikologi, dan punya cita-cita untuk jadi dosen dan psikolog. Dulu saya juga sempat pengen jadi umbrella girl pas nonton F1, eh taunya sekarang saya yang dipayungin. Nggak menyangka sih sebenarnya, kalau sekarang saya hidup dari dunia otomotif. Balapan itu murni hobi saya saja dulu.
Diandra Gautama, pembalap dan influencer hijab. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Anda juga sering bertandang ke luar negeri, apa kunjungan Anda ke luar negeri untuk kompetisi balap mobil atau kegiatan otomotif lainnya?
ADVERTISEMENT
Sebenarnya untuk balap saya hanya sampai tingkat nasional di Sentul saja. Ke luar negeri itu biasanya untuk review mobil, seperti undangan review mobil-mobil yang nggak masuk ke Indonesia. Saya juga sempat jadi instruktur atau mentor di ajang Nissan GT Academy di sirkuit Silverstone, Inggris, dengan membawa enam peserta Indonesia untuk berkompetisi. Semua berhubungan dengan otomotif, tapi dengan cakupan pekerjaan yang luas.
Dunia otomotif sangat kental dengan stigma bahwa dunia tersebut adalah milik laki-laki dan masih jarang dimasuki perempuan. Apakah Anda pernah mengalami momen diremehkan dan diskriminasi karena seorang perempuan?
Pernah banget. Pertama kali turun balap itu saya masih newbie ya. Lawan saya itu Om-Om semua, teman-teman Papa. Kalau pun anak remaja, ya tetap cowo semua, nggak ada perempuan. Dulu, begitu saya mau mulai start, malah ditabrak-tabrak, disundul, dan lainnya. Awalnya kaget banget, langsung kepikiran bahwa balapan itu ternyata sama sekali nggak seperti membawa mobil di jalan raya. Butuh skill, butuh strategi, kalau nggak ya bakalan ga kekejar.
ADVERTISEMENT
Awal balap ya pasti nggak menang, malah sempat kecelakaan. Akhirnya, di seri berikutnya, saya mulai buat mobil sendiri. Dari situlah saya masuk podium terus. Dari juara empat, juara tiga, juara dua, akhirnya juara satu. Dan puncaknya di 2013, saya juara umum nasional dalam kategori Mercedes-Benz Club Indonesia Championship 3.200cc. Selama enam seri per tahun itu saya masuk juara satu terus.
Diandra Gautama, Pembalap dan influencer hijab. Foto: Instagram @diandragautama
Pas pertama kali masuk podium juara satu, lawan saya bilang: ‘Ini Diandra menang karena gue kasih dia menang, kebetulan ini lagi Hari Kartini.’ Bapak-bapak itu yang bilang, bahwa saya menang karena dia ‘biarkan’ saya menang. Tapi saya diam saja, walaupun sempat sebal.
Tapi ya sudah, hal itu nggak saya jadikan alasan untuk down dan hilang motivasi. Saya bertekad untuk membuktikan lewat kompetisi selanjutnya. Dan benar, setelahnya saya juara satu terus. Jadi hanya di masa awal saja yang mengintimidasi saya sebagai minoritas perempuan. Tapi setelahnya, balik lagi ke kitanya. Saya justru semakin percaya diri, karena saya perempuan dan bisa membuktikan lewat prestasi.
ADVERTISEMENT
Memang gap usia Anda dengan lawan seberapa jauh? Dan apakah Anda satu-satunya perempuan?
Gap usia lumayan jauh, karena mayoritas memang bapak-bapak. Balapan Mercedes-Benz itu kan balapan touring dengan metode 10 sirkuit, yang kalau di Indonesia biasanya diminati oleh orang dewasa. Anak muda itu biasanya larinya ke Gokart atau Formula.
Balap itu cabangnya banyak sekali, saya itu masuk ke cabang touring. Pada saat itu, saya memang perempuan sendiri. Tapi di cabang-cabang lain, pasti ada perwakilan perempuannya. Sekarang juga mulai banyak perempuan bermunculan di dunia balap ini.
Dari pengalaman Anda, bagaimana pandangan komunitas internasional terhadap Anda seorang perempuan dari Asia yang aktif di bidang otomotif?
Waktu saya pertama kali jadi mentor dan berkunjung ke sirkuit Silverstone, Inggris, mereka itu agak takjub. Ini kok bisa perempuan, dari Asia pula. Asia itu dipandangnya jauh di bawah kalau dibandingkan dengan orang Eropa dan Amerika. Dan mereka bilang: Anda adalah perempuan pertama yang ada di event ini dan percaya diri.
ADVERTISEMENT
Waktu di Silverstone itu, saya jadi mentor untuk Nissan GT Academy, sebuah balapan virtual game untuk orang-orang yang suka mobil tapi mungkin nggak cukup dana dan kesempatan untuk balap langsung, real racing di sirkuit. Sehingga mereka luapkan lewat game, dan ternyata ada kompetisinya sendiri. Mereka jago-jago banget. Dari 20 ribu peserta, dikarantina sampai akhirnya ketemu enam orang dari Indonesia sebagai perwakilan untuk tanding. Kebetulan Indonesia menang juara satu se-Asia. Jadi otomotif itu cabangnya banyak sekali.
Dan betul, sekalipun di luar negeri, perempuan itu memang masih minoritas sekali. Tapi semua pembalap perempuan itu tipikalnya sama, mereka berani.
Diandra Gautama, pembalap dan influencer hijab. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Diandra memutuskan berhijab saat karier Diandra sedang di puncak. Bagaimana ceritanya?
Saya berhijab baru di November 2017, satu setengah tahun lalu. Saya berhijab banyak alasannya sebenarnya. Mungkin karena saya mikir ini sudah saatnya saja. Banyak sekali rezeki yang Allah kasih ke saya, tapi kok sepertinya saya kurang bersyukur.
ADVERTISEMENT
Saya sebenarnya sudah ingin pakai hijab dari tahun-tahun sebelumnya. Tapi ketahan, karena jujur saya sempat takut kehilangan banyak pekerjaan. Saya mempertanyakan hal-hal seperti: Dunia balap bisa nggak ya nerima saya? Kalau saya review ke luar negeri, mereka percaya dan takut nggak ya? Ini yang sempat menahan saya. Tapi justru setelah saya berhijab, respon masyarakat itu malah berkali-kali lipat lebih besar.
Nggak nyangka, waktu saya jadi pembalap, saya biasa aja nggak terkenal-terkenal banget. Jadi reviewer mobil juga biasa aja. Tapi begitu berhijab, kok jadi viral. Hal yang tadinya saya takutkan, justru malah semakin dihargai. Kalau dulu saya dikenal hanya di segmen otomotif, sekarang orang yang nggak tau otomotif saja jadi kenal. Malah sekarang jadi spokesperson Wardah, jadi sesuatu yang jauh dan tidak disangka.
ADVERTISEMENT
Jadi bisa dibilang, tidak ada tantangan dalam berhijab yang akhirnya membatasi Anda berkarier?
Tidak sama sekali. Hijab yang tadinya saya pikir akan membatasi dan menghilangkan pekerjaan, yang saya sudah ikhlaskan jika memang keputusan ini membuat saya berpisah dengan dunia otomotif, malah terjadi sebaliknya. Dulu saya sampai berdoa layaknya orang minta jodoh. Saya berdoa kalau memang ini rezeki saya dan baik untuk diri saya, tolong lancarkan. Kalau memang tidak, maka gantikan dengan hal yang lebih baik. Dan Alhamdulillah, saya dapat dua-duanya. Di otomotif iya, dan di dunia lainnya juga iya. Semakin banyak yang ngajak kerjasama. Nggak nyangka banget, asli.
Lalu bagaimana keputusan berhijab ini mempengaruhi pekerjaan Anda di luar negeri?
ADVERTISEMENT
Tidak berpengaruh, dan malah sama responnya baik sekali. Setelah mulai berhijab, saya sempat review mobil dengan menyetir dari Singapura ke Thailand membawa mobil Porsche. Orang-orang Porsche dari Malaysia, Singapura, dan Thailand, semua amazed banget terhadap fakta bahwa saya seorang perempuan berhijab dan me-review mobil. Dan ya memang kenapa? Pengguna hijab itu nggak menakutkan.
Hijab semakin membuat saya dikenal, termasuk di dunia otomotif luar negeri sekali pun. Saya berteman baik dengan Porsche, dan mereka semakin kenal saya dengan ciri khas hijab ini. Karena siapa lagi yang pakai hijab, kan.
Diandra Gautama, Pembalap dan influencer hijab. Foto: Instagram @diandragautama
Sebagai reviewer mobil perempuan berhijab, apakah kompetensi Anda pernah dipertanyakan?
Nggak, justru yang menyimak review saya itu semakin appreciated. Sampai ada hashtag #KamiSukaDiandra, itu awalnya teman-teman yang buat, eh jadi viral.
ADVERTISEMENT
Sebelum pakai hijab, banyak sekali komentar-komentar yang saya nggak suka. Mulai dari soal fisik, soal suara, semua dikomentari. Saya kesal, kok bisa sih komentarin perempuan dari sisi-sisi fisiknya saja. Dulu sempat stres kenapa setiap review ada aja orang yang komentar nggak baik. Harusnya kan mereka fokus simak konten yang saya bawakan, tapi ini malah fisik dan suara. Tapi begitu berhijab, udah nggak ada komentar seperti itu, bersih. Otomatis mereka langsung respect dan menjaga omongan-omongan.
Apa momen paling membanggakan dalam hidup Anda?
Kalau dari segi karier, banyak sekali jika hubungannya dengan balapan. Mungkin salah satunya, saya jadi satu-satunya mentor perempuan di Silverstone, Inggris. Dan overall, saya bersyukur karena dikasih kesempatan oleh Allah untuk jadi pelaku otomotif perempuan berhijab dengan jalan yang mudah. Saya bersyukur.
Diandra Gautama, Pembalap dan influencer hijab. Foto: Instagram @diandragautama
Apa tips dari Anda untuk perempuan lainnya yang ingin terjun juga ke dunia otomotif?
ADVERTISEMENT
Sebenarnya poinnya satu, untuk perempuan manapun, jangan takut untuk berkarya di dunia yang mayoritas adalah laki-laki. Jika merasa punya passion, skill, dan percaya diri, ya fokus saja mengejar itu. Saya sendiri nggak menyangka bisa berkecimpung di dunia ini. Sudah minoritas, semakin minoritas lagi mengenakan hijab. Dan buktinya, saya bisa berkarya di bidang tersebut. Percaya saja bahwa tidak ada waktu telat untuk belajar sesuatu hal yang baru. Apa pun itu. Shout out to all the girls in the world!