Inspiring Hijabers: Lia Karina Mansur, Atlet Taekwondo dengan Segudang Prestasi

26 April 2022 21:15 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lia Karina Mansur. Foto: Instagram/@liakrn
zoom-in-whitePerbesar
Lia Karina Mansur. Foto: Instagram/@liakrn
ADVERTISEMENT
Nama Lia Karina Mansur bisa dikatakan sudah tidak asing lagi di kalangan atlet Indonesia, terutama cabang olahraga taekwondo. Sepanjang kariernya, perempuan asal Yogyakarta ini bergabung di Timnas Indonesia dari tahun 2006 hingga 2013 dan berhasil mengantongi sejumlah prestasi, baik skala nasional maupun internasional.
ADVERTISEMENT
Lia berhasil meraih medali emas PON Jawa Barat 2016 dan medali perak di SEA Games XXVI kelas 57 kilogram. Di skala internasional, Lia berhasil menjadi runner-up Jeonju Open International Taekwondo Championship yang digelar di Korea Selatan beberapa tahun yang lalu.
Dibesarkan di keluarga yang memiliki background sebagai olahragawan, Lia sering diikutkan berbagai macam kegiatan olahraga. Setelah mencoba berbagai olahraga, akhirnya Lia menemukan potensinya di taekwondo. Pernah mendapatkan berbagai memar akibat pukulan saat bertanding, tak membuat Lia patah semangat untuk terus berlatih.
“Habis tanding misalnya bengkak-bengkak, terus pernah tanding pertama itu kena tendang sampai biru, dikiranya bakal kapok eh ternyata gak kapok. Aku sendiri juga bingung kalau ditanya orang kenapa bisa milihnya taekwondo, padahal taekwondo tuh lebih capek, lebih sakit daripada olahraga-olahraga sebelumnya,” ujar Lia saat wawancara dengan kumparanWOMAN sebagai sosok perempuan berhijab yang menginspirasi.
ADVERTISEMENT
Kegigihan Lia dalam berlatih ternyata membuahkan hasil, Ladies. Lia berhasil memenangkan beberapa pertandingan yang membuat dirinya semakin yakin bisa mengukir prestasi melalui bakat taekwondonya. Prestasi yang diraih Lia membuktikan bahwa hijab tak pernah menghalangi langkahnya untuk terus berjuang.
Perjuangan Lia sebagai atlet tidak berhenti sampai situ saja. Memasuki jenjang pendidikan SMP, Lia berhasil masuk ke Timnas cabang olahraga taekwondo. Saat itu, ia mengaku pendidikannya sempat terganggu akibat harus fokus dengan berbagai latihan yang diikutinya.
“Pertama terganggu, jadi gak cuma waktu timnas aja sebenarnya. Jadi kalau kita taekwondo itu kan memang latihannya berat apalagi kita cabornya individu, harus ekstra latihan. Jadi cabang bela diri itu ibaratnya tanggung sendiri ya kalau kenapa-kenapa, jadi memang dari akhir SD mau ke SMP tuh frekuensi dan intensitas latihannya udah mulai tinggi,” ujar Lia.
ADVERTISEMENT
Lia juga bercerita bahwa dirinya dari pagi hingga selesai magrib tidak memiliki waktu untuk pulang ke rumah, dan hanya memiliki sedikit waktu istirahat sebelum ia melanjutkan latihan hingga sore hari. Sesampainya di rumah, Lia masih harus mengerjakan PR dan belajar. Kemudian, saat kelas 2 SMP ia dipindahkan ke sekolah khusus olahraga di Jakarta, sehingga jam belajar dan latihannya bisa lebih disesuaikan.

Stigma yang pernah dialami sebagai atlet perempuan berhijab

Perjuangan Lia untuk menjadi seorang atlet tidak selalu berjalan lancar, Ladies. Ia mengaku pernah mendapatkan berbagai stigma dari keluarganya, bahkan pernah mendapatkan larangan untuk bertanding.
“Keluarga dari ayahku kan agak konservatif, ya, jadi kalau misalnya kita kumpul lagi lebaran dan bulan puasa gitu, pasti ada komentar, ‘ngapain sih cewek capek-capek latihan sehari dua kali, sehari tiga kali, apa sih yang mau dicari’, seakan kita mencari hal-hal duniawi sekali,” kata Lia.
ADVERTISEMENT
Stigma lain yang sering didapatkan adalah anggapan bahwa kalau perempuan berhijab ikut suatu cabang olahraga dan menekuni jadi atlet biasanya tidak memiliki kemampuan yang mumpuni dan hanya ‘ikut-ikutan’.
Selain stigma, Lia pernah mendapatkan larangan berhijab ketika akan bertanding. Saat itu, ia diminta untuk melepas hijab, karena kalau pertandingan ke luar negeri menggunakan hijab dianggap akan dipersulit.
Namun, menurutnya hal ini tidak masuk akal, karena ketika mengikuti pertandingan sebelumnya tidak ada yang mempermasalahkan pemakaian hijab. Akhirnya, Lia memutuskan untuk tetap memakai hijabnya dan memilih untuk berlatih lebih keras lagi. Hal ini ia lakukan sebagai pembuktian bahwa dirinya tidak bisa diragukan, dicurangi, hanya karena kemampuan yang biasa-biasa saja.
“Alhamdulillah ada hikmahnya dengan terkena peristiwa seperti itu jadi saya semakin semangat malah latihannya makin keras lagi, makin berusaha mendapatkan prestasi lebih bagus lagi, supaya gak dijadikan alasan apapun itu,” ujar Lia.
ADVERTISEMENT

Berbagai kesibukan saat ini tidak menjadi penghalang untuk terus menempuh pendidikan

Setelah tidak aktif dalam berbagai pertandingan lagi, kini Lia memiliki berbagai kesibukan lain, mulai dari mengelola bisnis keluarga berupa fitness center, merintis bisnis homestay dan villa bersama suaminya, menjadi pelatih taekwondo, dosen, dan influencer.
Selain itu, Lia juga sedang menempuh gelar doktornya di salah satu universitas di Yogyakarta. Menurutnya, pendidikan adalah sesuatu yang penting terutama bagi seorang perempuan.
“Pendidikan buat perempuan itu penting banget, kuliah penting banget, karena perempuan itu harus punya power juga jadi kita harus punya sesuatu yang bisa dijadikan pegangan istilahnya. Jadi kita punya suatu keahlian, walaupun nanti akhirnya perempuan itu jadi ibu dan istri, tapi pendidikan itu tetap penting,” kata Lia.
ADVERTISEMENT
Menjalani berbagai kesibukan dalam hidupnya, Lia mengatakan bahwa semua tidak bisa dijalankan dengan seimbang. Namun, baginya yang terpenting adalah selalu berusaha melakukan yang terbaik versi dirinya dalam semua bidang, mulai dari pekerjaan, keluarga, hingga pendidikan.

Peran keluarga sangat besar dalam perjalanan hidup Lia Karina Mansur

Sempat ingin menyerah beberapa kali, Lia menyampaikan bahwa keluargalah yang menjadi motivasi terbesarnya hingga berhasil menghadapi semua tantangan. Pengorbanan yang diberikan orang tua menjadi salah satu alasan terbesar dirinya mau berjuang.
“Karena memang dari kecil saat aku mulai latihan itu, aku ingat orang tua aku masih naik motor untuk antar jemput sekolah, antar jemput latihan, itu segitunya pengorbanan orang tua aku demi prestasi anaknya,” ujar Lia.
ADVERTISEMENT
“Aku pengen bikin mereka bangga dengan jerih payah mereka yang bener-bener support aku dari kecil sampai saat ini,” lanjutnya.

Makna hidup bagi Lia Karina Mansur

Sebelum berprestasi dalam taekwondo, ayahnya selalu mengingatkan agar Lia bisa mengukir sejarahnya sendiri tanpa mengikuti sejarah orang lain. Hal inilah yang kemudian menjadi makna hidup bagi Lia Karina Mansur dalam perjuangannya.
“Ayahku bilang ‘ayolah jangan hanya mengikuti histori orang aja, jadi kamu harus bisa membuat histori untuk diri kamu sendiri’. Nah, dari situ aku inget banget, oh itu yang memotivasi aku, ‘oke aku mau membuat histori diri aku sendiri, justru aku yang harus mencetak sejarah jangan cuma ikutin sejarah,” ungkap Lia.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa bermanfaat bagi orang lain menjadi hal yang penting dalam kehidupan. Ketika ingin menjadi manfaat bagi orang lain, itu akan menjadi alasan kita harus banyak belajar juga.
ADVERTISEMENT
“Jadi, sebenarnya belajar itu kan gak ada batasannya sampai kapanpun. Jadi kalau bisa ya memang walaupun kita sudah jadi ibu, jadi istri, walaupun kita udah lulus kuliah S1, lulus S2, apapun pendidikannya tapi belajar tuh jangan sampai berhenti karena kita gak bisa punya potensi, gak bisa bermanfaat buat orang lain kalau kita tidak punya ilmu,” kata Lia.

Tips untuk perempuan Indonesia agar bisa berprestasi

Pada kesempatan yang sama, Lia memberikan tips agar perempuan Indonesia bisa berkontribusi kepada masyarakat melalui prestasi yang diberikan. Menurutnya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah kenal dengan diri sendiri dan jangan mengikuti tren, serta jadilah diri sendiri.
“Kita harus tahu kemampuan apa yang kita punya, potensi apa yang kita punya, kelebihan apa dan kekurangannya apa yang kita punya, kita gak sukanya apa sih. Kalau kita bisa menjalani sesuatu dengan apa yang kita sukai, istilahnya dengan hati, pasti akan lebih enak daripada kita menjalani sesuatu, tapi kita gak enjoy,” kata Lia.
ADVERTISEMENT
Setelah mengenali diri sendiri, langkah berikutnya adalah memaksimalkan waktu untuk belajar. Ketika mengetahui kelemahan dalam diri, bukan berarti harus pasrah dan berdiam dengan keadaan, tetapi harus mencari cara untuk menutupinya dengan terus belajar.