Kata Komnas Perempuan soal Advokat YLBHI Dilaporkan Usai Kawal Kasus Pelecehan

31 Juli 2024 19:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Seorang advokat di Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Meila Nurul Fajriah, ditetapkan sebagai tersangka usai mengawal kasus pelecehan seksual. Komnas Perempuan pun menyebut ini sebagai bentuk serangan terhadap mereka yang mendampingi para korban kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Meila ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda DIY pada Juni lalu. Ia dilaporkan oleh alumni UII dengan inisial IM. Saat itu, Meila menjadi pengacara sejumlah mahasiswi yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh IM.
IM sendiri sudah melaporkan Meila sejak 2021 dengan tuduhan dugaan pencemaran nama baik. Kemudian, pada 24 Juni 2024, Polda DIY menetapkan Meila sebagai tersangka dan menjeratnya dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3.
Surat penetapan tersangka pengacara YLBHI. Foto: Dok. YLBHI
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menyebut bahwa penetapan Meila sebagai tersangka bisa mempersulit penanganan berbagai kasus pelecehan dan kekerasan seksual ke depannya.
“Kriminalisasi ini tentunya akan berpengaruh buruk pada penanganan kasus TPKS (tindak pidana kekerasan seksual) karena ada ketidakamanan dan kekhawatiran pada pendamping yang memberikan bantuan hukum kepada korban TPKS. Padahal, kita masih sangat kekurangan pendamping,” kata Siti kepada kumparanWOMAN, Kamis (25/7).
ADVERTISEMENT
Siti mengatakan, Komnas Perempuan sudah memantau kasus ini sejak 2021 lalu. Ia menjelaskan, pelaporan terhadap Meila terjadi sebelum Undang-undang TPKS disahkan.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Seharusnya, kata Siti, pengalaman dan pembelajaran pendamping serupa ini melahirkan jaminan bahwa pendamping korban pelecehan seksual tidak bisa digugat secara perdata dan dituntut secara pidana.
Diketahui, salah satu tuntutan IM kepada Meila adalah agar identitas korban yang mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta diserahkan. Namun, Meila dan YLBHI menolak untuk menyerahkan nama-nama korban. Komnas Perempuan pun mengapresiasi upaya Meila dan YLBHI untuk melindungi para korban.
“Langkah Meila dan LBH Yogyakarta untuk tidak bersedia menyerahkan nama-nama korban adalah bagian dari pemenuhan hak korban atas perlindungan identitas,” tutup Siti.