news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kenapa Perempuan Sering Disalahkan dalam Kasus Perselingkuhan?

14 Agustus 2021 17:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan sering disalahkan dalam kasus perselingkuhan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan sering disalahkan dalam kasus perselingkuhan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Istilah perebut laki orang atau ‘pelakor’ sudah berkembang sejak lama di tengah masyarakat. Istilah ini seakan-akan membuat perempuan selalu berada di pihak yang salah dalam sebuah perselingkuhan. Namun, benarkah demikian?
ADVERTISEMENT
Menurut psikolog klinis dewasa yang memiliki spesialisasi di bidang hubungan, keluarga, dan pernikahan, Pingkan Rumondor, asumsi mengenai perempuan yang disalahkan dalam perselingkuhan bisa jadi karena adanya sebutan ‘pelakor’, yang mengesankan bahwa perempuan merebut suami orang. Sebaliknya, istilah 'pelakor' tersebut juga bisa jadi muncul karena adanya anggapan umum bahwa dalam sebuah tindak perselingkuhan, pasti perempuan lah yang salah, perempuan lah yang merebut suami atau pasangan orang lain.
"Penyebutan ‘pelakor’ bisa dilakukan oleh media, warganet, atau dikatakan secara langsung oleh istri yang suaminya selingkuh ke perempuan yang menjalin relasi dengan suaminya,” ujar Pingkan dalam wawancara khusus dengan kumparanWOMAN.
Pingkan menyampaikan bahwa kata ‘pelakor’ sebenarnya kurang tepat. “Karena pada kenyataannya perselingkuhan adalah interaksi dua orang yang tidak terpaksa, kalau terpaksa istilahnya lain lagi, yaitu pelecehan atau pemaksaan,” katanya lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Jadi, jelas bahwa pemberian label ‘pelakor’ kepada perempuan yang berselingkuh dengan pasangan atau suami orang lain sebenarnya tidak tepat.

Tidak hanya perempuan pelaku perselingkuhan yang disalahkan, perempuan yang diselingkuhi juga kerap disalahkan

Ilustrasi perempuan sering disalahkan dalam kasus perselingkuhan. Foto: Shutter Stock
Selain menyalahkan perempuan yang berselingkuh, tak jarang masyarakat juga menyalahkan perempuan yang diselingkuhi. Dalam kondisi ini, perempuan kerap dicap kurang dandan, tidak piawai merawat diri atau keluarga, dan lainnya.
Nah, kira-kira, kenapa perempuan cenderung sering disalahkan saat pasangan atau suaminya selingkuh?
Mengutip HealthyWay, terapis keluarga, pernikahan, dan seks asal Amerika Serikat, Georgia Nickles menyatakan bahwa secara historis, kebanyakan perempuan bergantung pada laki-laki. "Ada pembagian kerja. Laki-laki seharusnya berkonsentrasi pada penyediaan makanan dan tempat tinggal, sedangkan perempuan seharusnya menjunjung tinggi hubungan, menawarkan kenyamanan, kasih sayang, dan kepuasan seksual, serta merawat rumah dan anak-anak mereka. Stereotip ini berakar kuat dalam cara berpikir kita di era modern saat ini, meski ada perubahan yang terjadi karena peran-peran tersebut berkembang secara perlahan,” ujar Georgia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa meskipun perempuan sekarang bekerja di luar rumah, membesarkan anak-anak mereka, dan telah berusaha untuk mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki, mereka masih disalahkan secara tidak adil ketika ada yang tidak beres dalam sebuah hubungan.
Alih-alih mempersalahkan orang yang melakukan perbuatan menyimpang, dunia lebih suka mencari tahu alasan di balik itu dan kemudian menyalahkan. Seringkali, kesalahan itu dibebankan kepada perempuan, meski itu sebenarnya keliru.

Dampak bagi perempuan yang disebut ‘pelakor’

Ilustrasi perempuan sering disalahkan dalam kasus perselingkuhan. Foto: Getty Images
Kembali bicara soal ‘pelakor’, pelabelan ini sebenarnya menimbulkan dampak tersendiri. Jika ada seorang perempuan disebut ‘pelakor’, karena menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah berkomitmen dengan perempuan lain, hal ini memang mengesankan bahwa ia adalah pihak yang aktif sementara laki-laki adalah pihak pasif.
ADVERTISEMENT
Padahal, kenyataan yang sebenarnya tidak demikian. Seperti yang diungkapkan Pingkan di awal, perselingkuhan merupakan interaksi dua orang yang tidak terpaksa. Karena itu, menurut Pingkan, bila seorang perempuan mendapatkan label ‘pelakor’, reaksi yang mungkin muncul ialah perasaan marah.
“Perasaan marah muncul karena ada persepsi mengenai ketidakadilan, kembali ke poin awal bahwa selingkuh adalah interaksi dua arah,” ujar Pingkan.
Jika pelabelan ini terjadi terus-menerus, ada beberapa kemungkinan dampak yang dapat terjadi. Pertama, pelabelan secara langsung yang terjadi terus-menerus bisa mengganggu fungsi keseharian orang tersebut.
“Pelabelan yang memunculkan rasa marah ini dapat memicu pikiran irasional atau memori pengalaman traumatis (jika ada), misalnya seperti pikiran ‘Saya orang jahat’, ‘Saya kotor’, atau memori ketika mendapatkan cemoohan di masa kecil,” ungkap Pingkan.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Pingkan menekankan bahwa dampak ini bisa sangat berbeda-beda, tergantung sejarah kehidupan seseorang. Jika ada memori traumatis, dampak pelabelan secara terus-menerus akan semakin memperkuat pikiran irasional dan memperbesar perasaan marah, sedih, serta frustrasi.
Pada akhirnya, hal ini bisa mengganggu fungsi kehidupannya, seperti sulit berkonsentrasi, merasa lelah dan kehilangan minat mengerjakan pekerjaan atau hobi, dan lainnya. Selain rasa marah, respons lain yang bisa muncul ialah menghindar dari sumber pelabelan.

Disalahkan dalam perselingkuhan, perempuan harus apa?

Ilustrasi perempuan sering disalahkan dalam kasus perselingkuhan. Foto: Getty Images
Jika dikonfrontasi dan disalahkan secara langsung dalam sebuah kasus perselingkuhan, perempuan harus berusaha tenang. Orang yang mengonfrontasi dan menyalahkan itu sedang marah dan frustrasi. Jadi, tidak ada guna berargumentasi dengannya.
“Bisa jadi, ia tidak tahu persis apa yang terjadi antara Anda dan suaminya. Tapi, kurang efektif kalau Anda mencoba berlogika dengan seseorang yang sedang marah. Jadi, fokus pada mengelola emosi Anda dan buat batasan, hindari situasi tersebut,” ujar Pingkan.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa yang harus dilakukan bila kamu dikonfrontasi dan disalahkan melalui media sosial dalam sebuah kasus perselingkuhan? Jika demikian yang terjadi, kamu punya pilihan untuk tidak melihat komentar tersebut.
“Anda punya pilihan untuk tidak melihat komentar tersebut. Gunakan pilihan mute atau blok, lalu kelola emosi Anda,” kata Pingkan.
Lantas, bagaimana bila seorang istri disalahkan, entah dicap kurang dandan atau kurang pintar merawat tubuh, atas perselingkuhan yang dilakukan suaminya?
Pingkan sendiri menyatakan bahwa selingkuh sebenarnya bisa terjadi pada hubungan yang kelihatannya baik-baik saja. “Mau istrinya dandan seperti apa, bisa saja terjadi, karena selingkuh itu sebenarnya masalah komitmen dari orang yang melakukannya,” ujar Pingkan.
Menurutnya, yang harus dicek adalah soal komitmen dari orang yang melakukan perselingkuhan. “Bagaimana dan sejauh mana dia berkomitmen? Ada apa dengan komitmennya?” ungkap Pingkan.
ADVERTISEMENT