Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Kisah 2 Perempuan dengan HIV, Tetap Positif Jalani Hidup & Sukses Berkarier
1 Desember 2023 17:51 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Setiap perempuan dengan HIV punya kisahnya masing-masing. Demikian pula dengan Ratri Suksma dan Ayu Oktariani. Di kala HIV masih menjadi momok, keduanya membuktikan bahwa hal itu tak menghalangi mereka untuk terus menjalani hidup dengan positif dan bahkan sukses melakoni karier.
Mereka berbagi kisah masing-masing kepada kumparanWOMAN saat berbincang dalam program Ladies Talk. Mari simak cerita keduanya berikut ini.
Belasan Tahun Hidup dengan HIV
Ratri Suksma dan Ayu Oktariani telah belasan tahun hidup dengan HIV. Ratri mengetahui dirinya positif HIV pada 2006, sementara Ayu pada 2009.
Sama-sama merupakan ibu satu anak, keduanya punya reaksi berbeda kala pertama kali mendengar diagnosis dokter tentang kondisi mereka. Ratri mengakui, ia merasa begitu marah saat mengetahui HIV ada dalam dirinya.
ADVERTISEMENT
Ratri tertular HIV dari mantan suami, yang pernah menggunakan narkoba suntik. Ia dilanda amarah tatkala laki-laki tersebut berbohong saat Ratri memintanya tes HIV; mengaku sudah pernah melakukan tes dan hasilnya negatif, padahal belum.
“Rasanya waktu itu kepercayaan saya dikhianati gitu. Aku lebih ke marah, marahnya bukan karena tertularnya, ya, tapi karena dia tidak jujur,” ucap Ratri.
Sementara itu, lain halnya dengan Ayu. Meski serupa—juga ditularkan oleh mendiang suami yang pernah mengonsumsi zat terlarang suntik, di antara perasaan campur aduknya ketika didiagnosis positif HIV, ia merasa amat kebingungan.
“Bingung, sedih, banyak pertanyaan. Pada saat itu, karena informasi belum sebanyak sekarang, jadi memang cukup lama fasenya untuk bisa memahami, ‘Ini saya kenapa, sih?’ gitu,” ungkap Ayu.
ADVERTISEMENT
HIV kemudian mengubah hidup Ratri dan Ayu dalam berbagai aspek. Selain beradaptasi dengan aktivitas dan kebiasaan yang berbeda, keduanya juga harus berproses dalam penerimaan diri hingga menghadapi pertanyaan demi pertanyaan dari keluarga besar tentang kondisi mereka.
Ayu melalui proses adaptasi yang cukup lama, yakni sekitar tiga sampai empat tahun pertama. Pada awalnya, psikologisnya cukup terdampak. Tak jarang ia dilanda prasangka buruk kala berhadapan atau berinteraksi dengan orang lain.
“Saya dulu selalu ngerasa, kalau ada orang ngeliatin saya, ‘Ini orang kayaknya tahu aku positif.’ Atau kalau layanan kesehatan cuek, ‘Oh, dia [begini karena] stigma, nih.’ Padahal, sebenarnya belum tentu, ya,” beber Ayu.
Berbeda dari Ayu, Ratri tak butuh waktu terlalu lama untuk beradaptasi dengan kondisinya. Hanya saja, ia pun mengakui, menaklukkan diri sendiri—termasuk stigma dari sendiri—merupakan tantangan berat.
Beruntung, pada masa-masa awal, Ratri didampingi konselor yang mumpuni dan sangat membantu ia menghadapi kenyataan hidup yang tidak mudah. Saat itu ia juga terus menguatkan diri sendiri demi anak perempuan sematawayangnya.
ADVERTISEMENT
“Saya enggak merasa khawatir, tidak terpikir bahwa hidup saya selesai, enggak ada sama sekali. Bisa dibilang, hampir tidak ada waktu di mana saya merasa galau,” ujar Ratri.
Usai melalui masa adaptasi, berhasil menerima kondisi masing-masing, Ratri dan Ayu menjalani hidup secara positif. Keduanya juga sukses dalam berkarier.
Sejak 2015, Ratri menjabat sebagai Senior Communications Officer & Gender Focal Point di Solidaridad Indonesia. Sementara itu, Ayu mengelola kedai kopi sekaligus melakoni peran sebagai Koordinator Nasional IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia).
Terkait karier, Ayu mengaku mendapatkan diskriminasi pada pekerjaan pertamanya usai dinyatakan positif HIV. Saat itu, ia—yang bekerja sebagai admin di sekolah musik—diminta mengundurkan diri karena kondisinya.
Bicara soal diskriminasi, hal itu memang masih menjadi dampak yang dirasakan oleh orang-orang dengan HIV. Hanya saja, Ratri maupun Ayu mengaku selama ini tak ambil pusing akan diskriminasi yang orang lain mungkin lakukan atau stigma yang barangkali dilekatkan kepada mereka.
ADVERTISEMENT
“Kalau orang tahu status saya, terus dia memutus hubungan pertemanan misalnya, saya anggap saja dia enggak suka sama saya. Enggak masalah. Jadi, kalau ditanya, ‘Pernah enggak, sih, ngalamin diskriminasi?’ Mungkin pernah, tapi saya enggak ngerasa,” tutur Ratri.
Tantangan Terbesar Terkait Anak
Di samping itu, menyoal tantangan yang dihadapi sebagai perempuan dengan HIV, Ratri dan Ayu setuju bahwa salah satu yang paling berat ialah perihal anak. Teramat menantang ketika keduanya harus menyiapkan diri untuk memberi pemahaman tentang kondisi mereka hingga menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar HIV dari anak, juga memastikan sang buah hati tak mendapatkan tekanan sosial.
Tantangan besar lainnya, menurut Ratri, adalah menghadapi sikap orang lain yang terasa seperti memandang sebelah mata. Beberapa orang rupanya—entah karena bersimpati atau minim pengetahuan—memperlakukan orang dengan HIV berbeda.
ADVERTISEMENT
“Kadang ada orang yang underestimate sama kemampuan saya. Misalnya, ‘Ah, dia HIV gitu, jangan dikasih kerjaan yang berat-beratlah.’ Sebetulnya mereka men-support banget, menerima, tapi di satu sisi seolah-olah ada diskriminasi sedikit karena tahu status aku,” tutur Ratri.
“Kita itu sama aja, kok. Bedanya cuma kami punya virus, yang lain enggak tahu, ya. Kan, belum tes. Jadi, sebenarnya kami justru enggak pengin dibedain,” tambahnya diselingi gurauan.
Pada akhirnya, tantangan demi tantangan mampu ditaklukkan oleh Ratri dan Ayu. Kini, keduanya tak sebatas tetap hidup positif sembari sukses berkarier, melainkan turut menyebarkan kesadaran dan pemahaman terkait HIV kepada masyarakat luas.
“Pada saat saya terinfeksi HIV, justru sebenarnya semua tantangan yang terjadi, semua persoalan yang muncul, baik karena HIV itu sendiri atau karena dampak yang ditimbulkan, itu justru bikin saya survive,” tegas Ayu sembari tersenyum.
Pesan Ratri & Ayu untuk Perempuan dengan HIV
Ratri dan Ayu tak lupa menyampaikan pesan untuk para perempuan yang hidup dengan HIV. Ratri mengaku tak akan lelah mengajak para perempuan dengan HIV untuk terus bersemangat menjalani hidup.
ADVERTISEMENT
“Yang penting adalah bagaimana kita mengisi keseharian kita selama ini. Baik ada virus atau tidak, itu sebenarnya enggak relevan menurut saya. Tetap semangat, jangan lupa jaga kesehatan—fisik, mental. Sering berdialog dengan diri sendiri dan jangan terlalu banyak ketakutan akan hal-hal yang belum pasti,” ucap Ratri.
Tak jauh berbeda dengan Ratri, Ayu juga memberi kata-kata penyemangat untuk para perempuan dengan HIV.
“Hidup dengan HIV itu tidak pernah mudah tapi juga bukan tidak mungkin untuk dijangkau. Saya percaya bahwa hidup dengan HIV itu tidak melimitasimu untuk menjadi apa, jadi kamu pun bisa melakukan hal yang sama. Love yourself first karena hidup ini menyenangkan, mari kita nikmati,” pungkas Ayu.