Kisah Masa Kecil Ratu Elizabeth II, Awalnya Tak Terlahir Sebagai Pewaris Takhta

9 September 2022 16:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Putri Elizabeth dari Inggris Raya, calon Ratu, melambai kepada orang-orang sambil mengenakan mahkota berlian pada 7 Juni 1951. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Putri Elizabeth dari Inggris Raya, calon Ratu, melambai kepada orang-orang sambil mengenakan mahkota berlian pada 7 Juni 1951. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Kepergian Ratu Elizabeth II pada Kamis (8/9) di Kastil Balmoral, Skotlandia, menyisakan duka mendalam bagi masyarakat Inggris dan penggemarnya. Ratu yang telah berkuasa selama 70 tahun ini tidak hanya meninggalkan warisan berharga bagi negaranya, tetapi juga sejarah masa kecil yang menarik untuk digali.
ADVERTISEMENT
Siapa sangka, penguasa terlama dalam sejarah Inggris ini ternyata tidak terlahir sebagai pewaris takhta. Layaknya dua anak Pangeran Harry dan Meghan Markle, Elizabeth merupakan anak dari adik seorang raja. Saat itu, kendati Elizabeth masih berada di dalam garis suksesi takhta Inggris (line of succession), ia bukanlah “putri mahkota”.
Lantas, bagaimana seorang putri yang “jauh” dari takhta, justru menjadi salah satu penguasa Inggris paling ikonis? Simak kisah masa kecil Ratu Elizabeth II, yang telah kumparanWOMAN kutip dari situs resmi Kerajaan Inggris.

Masa kecil Ratu Elizabeth II, Putri ‘Lilibet’ yang tumbuh di keluarga normal

Pada 21 April 1926, Elizabeth Alexandra Mary lahir di Mayfair, Inggris, dari pasangan Pangeran Albert, Duke of York dan Elizabeth Bowes-Lyons, Duchess of York. Putri Elizabeth dilahirkan sebagai seorang putri tanpa “akses” langsung ke mahkota Kerajaan.
ADVERTISEMENT
Pangeran Albert, Duke of York merupakan anak kedua dari pasangan Raja George V dan Ratu Mary of Teck. Sementara, anak pertama yang juga pewaris takhta setelah raja adalah Pangeran Edward, yang menjadi Raja Edward VIII selepas kematian Raja George V pada awal 1936.
Putri Elizabeth memiliki panggilan sayang tersendiri dari orang-orang terdekatnya: Lilibet. Panggilan ini tercipta karena saat kecil, Elizabeth balita kesulitan untuk menyebut namanya sendiri. Ya, alih-alih mengucapkan ‘Elizabeth’, ia justru mengatakan ‘Lilibet.’ Nama panggilan inilah yang menjadi inspirasi nama anak kedua Pangeran Harry dan Meghan Markle, Lilibet Diana.
Selama 10 tahun pertama kehidupannya, Putri Elizabeth menjalani hari-hari yang normal—normal untuk ukuran anggota Keluarga Kerajaan Inggris—bersama kedua orang tua dan adiknya, Putri Margaret. Pasangan York memilih untuk membesarkan kedua anaknya di sebuah rumah di London, alih-alih di istana atau kastil. Putri Elizabeth dan adiknya bersekolah dari rumah; suatu kebiasaan keluarga kaya raya di Inggris pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Putri Elizabeth tidak memiliki kans besar untuk menjadi ratu, kendati ia berada di garis suksesi takhta Kerajaan Inggris. Sebab, dalam aturan Kerajaan Inggris kala itu, keturunan laki-laki lebih diutamakan untuk mewarisi takhta. Jadi, ketika Raja Edward VIII menjadi penguasa, ekspektasinya adalah posisi putra mahkota akan dipegang oleh anak sang raja kelak.
Namun, kehidupan Putri Elizabeth yang tenang harus berakhir pada Desember 1936. Paman Putri Elizabeth, Raja Edward VIII memutuskan untuk turun dari takhta Kerajaan Inggris kurang dari satu tahun kekuasaannya. Ia turun dari singgasananya untuk bisa menikahi perempuan bernama Wallis Simpson, sosialita Amerika Serikat yang sudah pernah bercerai dua kali.
Raja Edward VIII turun dari takhta tanpa memiliki keturunan. Oleh sebab itu, mahkota Kerajaan Inggris otomatis berpindah ke adik laki-lakinya: Pangeran Albert, Duke of York. Ayah Putri Elizabeth pun resmi menjadi raja dengan mengambil nama resmi (regnal name) Raja George VI pada Desember 1936.
ADVERTISEMENT
Karena Raja George VI tidak memiliki keturunan laki-laki, maka takhta pun akan diwariskan kepada keturunan pertama sang Raja: Putri Elizabeth.
Sejak itulah, kehidupan Putri Elizabeth berubah 180 derajat. Dari seorang putri bernama panggilan ‘Lilibet’, ia seketika menjadi pewaris takhta nomor satu di garis suksesi kerajaan.

Perubahan menjadi pewaris takhta Kerajaan Inggris

Ketika sang ayah resmi menjadi Raja George VI, Putri Elizabeth harus mempersiapkan diri untuk perannya di masa depan. Berbeda dengan remaja-remaja pada umumnya, Putri Elizabeth harus mempelajari sejarah dan hukum konstitusional.
Sang putri muda menerima pendidikan dari Raja George VI; Wakil Dekan Eton College Henry Marten; serta pendidikan agama Kristen langsung oleh Uskup Agung Canterbury.
Masa kecil Putri Elizabeth diwarnai dengan berkecamuknya perang “The Blitz” pada 1940–1941. The Blitz merupakan serangan bom oleh Jerman terhadap Inggris yang terjadi pada masa Perang Dunia II. Saat itu, situasi di Inggris sungguh mencekam. Putri Elizabeth dan Putri Margaret pun harus diungsikan ke Kastil Windsor.
ADVERTISEMENT
Namun, di tengah kekacauan tersebut, Putri Elizabeth remaja mencoba untuk hadir memberikan semangat kepada anak-anak Inggris. Pada usia 14 tahun, Putri Elizabeth memberikan pidato pertamanya lewat siaran radio “BBC Children Hour.”
Selain itu, sebagai hiburan di masa-masa kelam The Blitz, Putri Elizabeth dan Putri Margaret kerap bermain drama pantomim bersama anak-anak staf Kerajaan di hari-hari Natal.

Menjadi ratu di usia 25 tahun

Putri Elizabeth, yang menghabiskan masa remajanya untuk belajar menjadi seorang ratu, akhirnya menemukan tambatan hati. Ia adalah Philip Mountbatten, Pangeran dari Kerajaan Yunani dan Denmark, yang juga sepupu jauh sang putri. Di usia 21 tahun, Putri Elizabeth menikahi Philip pada 20 November 1947. Keduanya mengucap janji suci pernikahan di gereja Westminster Abbey, London.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, belum genap lima tahun Elizabeth dan Philip menikmati kehidupan pernikahan yang tenang, Kerajaan Inggris berhadapan dengan kabar duka.
Raja George VI mengembuskan napas terakhirnya pada 6 Februari 1952 di kediaman keluarga Kerajaan Inggris di Sandringham. Putri Elizabeth dan Philip saat itu tengah berada di Kenya, dalam rangka menjalani tur Kerajaan Inggris atas nama Raja.
Lewat kematian raja, lahirlah seorang ratu. Sebagai pewaris takhta, Elizabeth resmi menjadi Ratu Inggris menggantikan ayahnya. Ia pun mengambil regnal name Elizabeth II, menyongsong era Elizabethan kedua setelah kekuasaan Ratu Elizabeth I 400 tahun sebelumnya.
Dengan itu, dimulailah kekuasaan Ratu Elizabeth II yang kuat dan panjang umur, di tengah transisi menuju dunia modern.