Kisah Soraya Tarzi, Ratu yang Dirikan Sekolah Perempuan Pertama di Afghanistan

19 Agustus 2021 14:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Prancis Gaston Doumerge menggandeng RatuAfghanistan Soraya Tarzi saat kunjungan kenegaraan ke Paris, Prancis, Januari 1928. Foto: AP Photo
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Prancis Gaston Doumerge menggandeng RatuAfghanistan Soraya Tarzi saat kunjungan kenegaraan ke Paris, Prancis, Januari 1928. Foto: AP Photo
ADVERTISEMENT
Saat ini, perempuan di Afghanistan tengah mengalami ketakutan karena negara mereka dikuasai kembali oleh Taliban. Dengan pendudukan Taliban di Afghanistan, kelompok perempuan menjadi yang paling rentan dan mengkhawatirkan.
ADVERTISEMENT
Ketika Taliban berkuasa di Afghanistan pada 1996 hingga 2001, perempuan di Afghanistan mengalami opresi di berbagai lini kehidupan. Perempuan tidak diperbolehkan bekerja, anak perempuan tak boleh bersekolah, dipaksa menikah, mereka diwajibkan memakai burqa untuk menutup wajah, hingga tak boleh bepergian sendiri tanpa ditemani laki-laki.
Sejak lama, perempuan Afghanistan memang sudah berjuang untuk mendapatkan kebebasan. Bahkan sejak masih pada awal abad ke-20. Di masa itu, salah satu sosok yang turut memperjuangkan hak-hak perempuan di Afghanistan adalah Ratu Soraya Tarzi. Ia adalah permaisuri sekaligus istri dari Raja Amanullah Khan yang dulu memimpin Afghanistan pada 1919. Ratu Soraya dikenal sebagai perempuan pemberani yang tak segan melanggar peraturan untuk membantu perempuan di masa itu.
ADVERTISEMENT
Perempuan kelahiran 24 November 1899 ini juga merupakan anak dari tokoh penting di Afghanistan, Mahmud Tarzi. Ia adalah politikus dan intelektual yang juga dikenal sebagai bapak jurnalisme di Afghanistan. Sebagai permaisuri pertama di Afghanistan, ia juga menjadi perempuan paling berkuasa dan punya pengaruh besar di kawasan Timur Tengah pada 1920-an.

Membuat sekolah pertama untuk perempuan di Afghanistan

Pada 1921, Ratu Soraya Tarzi mendirikan sekolah khusus untuk perempuan bernama Masturat School di Kabul, Afghanistan. Sekolah tersebut berada di bawah naungan Soraya yang pada 1926 diangkat menjadi menteri pendidikan di Afghanistan.
Setelah upayanya tersebut, banyak sekolah-sekolah baru mulai bermunculan. Keberadaan sekolah tersebut memberikan kemajuan yang sangat besar bagi perempuan di Afghanistan. Pada 1928, 15 siswi dari Masturat School dikirim ke Turki untuk melanjutkan pendidikan. Ini merupakan langkah yang besar.
Ratu Afghanistan Soraya Tarzi saat kunjungan kenegaraan ke Paris, Prancis, Januari 1928. Foto: AP Photo
"Mengirimkan perempuan muda yang belum menikah ke luar negeri adalah bahaya besar bagi sebagian orang tapi ini juga merupakan pertanda bahwa negara kami mulai melawan aturan budaya dan sosial yang sudah ada sejak dulu," jelas Shireen Khan Burki, penulis buku Land of the Unconquerable: The Lives of Contemporary Afghan Women.
ADVERTISEMENT
Soraya berperan penting dalam menegakkan perubahan bagi perempuan dan secara terbuka mendorong mereka untuk menjadi peserta aktif dalam pembangunan bangsa. Pada tahun 1926, pada peringatan ketujuh kemerdekaan dari Inggris, Soraya memberikan pidato penting.
"Ini (kemerdekaan) adalah milik kita semua dan itulah sebabnya kita merayakannya. Namun apakah menurut Anda bangsa kita sejak awal hanya membutuhkan laki-laki untuk berbakti? Perempuan juga mengambil bagian, sama halnya seperti yang dilakukan perempuan di awal-awal adanya bangsa Islam. Dari mereka, kita harus belajar bahwa kita semua harus berkontribusi terhadap pembangunan bangsa dan bahwa ini tidak dapat dilakukan tanpa dilengkapi dengan pengetahuan. Jadi kita semua harus berusaha memperoleh pendidikan sebanyak mungkin, agar kita dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat seperti para pendahulu," ungkap Soraya seperti dikutip dari Arab News.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, pada 1927 Soraya juga mendirikan majalah perempuan pertama di Afghanistan yang diberi nama Ershad-I-Niswan atau Guidance for Women.

Bersama suami memperjuangkan hak-hak perempuan

Langkah Ratu Soraya Tarzi ini juga sejalan dengan kampanye yang dilakukan oleh suaminya, Raja Amanullah Khan. Keduanya menyuarakan isu-isu perlawanan atas poligami dan penggunaan penutup kepala bagi perempuan.
Pada 2020, Ratu Soraya masuk ke dalam daftar perempuan paling berpengaruh versi majalah TIME. Dalam artikelnya, TIME melaporkan bahwa Raja Amanullah dan Ratu Soraya adalah sosok penting dalam perjuangan perempuan Afghanistan untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik. Mereka juga mengangkat isu mengenai pakaian perempuan di Afghanistan.
"Islam tidak menyuruh perempuan untuk menutupi tubuh mereka atau menggunakan penutup kepala khusus," ungkap Raja Amanullah dalam sebuah pidato seperti dikutip dari Journal of International Women's Study. Saat mengutarakan pidato tersebut, dalam waktu yang bersamaan, Ratu Soraya membuka penutup kepalanya di hadapan publik. Langkah tersebut juga diikuti oleh istri dari para pejabat yang hadir di acara yang sama.
ADVERTISEMENT
Menurut jurnal yang ditulis oleh Huma Ahmed-Ghosh pada 2003, semasa hidupnya Ratu Soraya sering mengenakan topi lebar dengan kain tipis yang menutupi sebagian wajahnya. Ini merupakan cara Soraya untuk menunjukkan bahwa perempuan bebas mengenakan apa saja.
Karena seluruh jasa dari Raja Amanullah dan Ratu Soraya, keduanya mendapatkan gelar kehormatan dari Universitas Oxford pada 1928. Keduanya dipandang sebagai promotor nilai-nilai Barat di Afghanistan yang membuat masyarakat mendapatkan harapan baru.
Sayangnya, pada 1929 Raja Amanullah turun tahta untuk mencegah terjadinya perang saudara dan pergi ke pengasingan. Ratu Soraya sendiri tinggal di pengasingan di Roma, Italia bersama keluarganya dan meninggal pada 20 April 1968.