Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Komnas Perempuan: Angka Kekerasan terhadap Perempuan Naik 14,17 Persen di 2024
11 Maret 2025 15:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Komnas Perempuan merilis CATAHU (Catatan Tahunan) 2024 dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada Sabtu (8/3). Tahun ini Komnas Perempuan mengangkat tema “Menata Data, Menajamkan Arah: Refleksi Pendokumentasian dan Tren Kasus Kekerasan terhadap Perempuan 2024.”
ADVERTISEMENT
Dalam catatannya, Komisioner Subkomisi Pendidikan Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, mengungkap adanya peningkatan kasus Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP) sebanyak 14,17 persen pada tahun 2024.
“Kasus yang tercatat mencapai 330.097, meningkat 14,17 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 289.111 kasus,” jelas Alimatul dalam siaran pers yang diterima kumparanWOMAN.
Kendati demikian, Komnas Perempuan juga mengungkap jumlah pengaduan kasus mengalami penurunan sebesar 4,48 persen dengan total 4.178 kasus atau rata-rata 16 pengaduan per hari, dibandingkan dengan tahun 2023 dengan total 4.374 kasus.
Tren kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan
Komnas Perempuan juga menyoroti tren kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah negara. Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Theresia Iswarini menyebut ada 95 kasus berbasis gender yang terjadi di ranah negara.
ADVERTISEMENT
“Tahun ini terdapat 95 kasus kekerasan berbasis gender di ranah negara, dengan DKI Jakarta yang masih menjadi provinsi dengan jumlah laporan tertinggi, yakni 23 kasus disusul oleh Jawa Barat dan Sumatera Utara,” ungkap Theresia.
Kemudian kasus perempuan yang berkonflik dengan hukum (PBH) menjadi kategori terbanyak dengan total 29 kasus, sementara kasus kekerasan terhadap Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM) meningkat menjadi 9 kasus pada 2024.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy juga menyoroti adanya tantangan perempuan yang berkiprah di bidang politik, termasuk mengakarnya budaya patriarki dan diskriminasi yang sering kali dialami perempuan.
“Budaya patriarki dan diskriminasi berbasis gender masih menjadi hambatan bagi perempuan dalam politik. Mereka rentan menghadapi ancaman, intimidasi, serta kekerasan selama kontestasi politik,” ujar Olivia.
ADVERTISEMENT
Komnas Perempuan desak pemerintah terbitkan 3 aturan pelaksana UU TPKS
Komnas Perempuan juga menyayangkan angka kekerasan seksual masih tinggi meski UU TPKS sudah disahkan sejak dua tahun lalu. Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Satyawanti Mashudi, mendesak pemerintah untuk menerbitkan tiga aturan pelaksana UU TPKS.
“Kami mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan tiga peraturan pelaksana UU TPKS dan meminta DPR RI serta Presiden RI untuk mendukung Komnas Perempuan dalam pengembangan sinergi database kekerasan terhadap aku perempuan,” ujar Satyawanti.
Menurutnya, regulasi yang lebih jelas dan sistem pendataan yang lebih baik dan terstruktur sangat dibutuhkan untuk menangani kasus kekerasan secara lebih efektif.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, yang menekankan pentingnya tata kelola data yang baik dalam menangani kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Tata kelola data yang kuat merupakan pondasi dalam menyusun kebijakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Dengan sistem dokumentasi yang lebih akurat, kita bisa menyusun strategi yang lebih efektif,” pungkas Andy.