Komnas Perempuan soal Ronald Tannur Divonis Bebas: Catatan Buruk Penegakan Hukum

28 Juli 2024 15:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi menghadirkan tersangka kasus dugaan penganiayaan Gregorius Ronald Tannur saat konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Jumat (6/10/2023).  Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Polisi menghadirkan tersangka kasus dugaan penganiayaan Gregorius Ronald Tannur saat konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Jumat (6/10/2023). Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komnas Perempuan buka suara soal vonis bebas terhadap Ronald Tannur, terdakwa penganiayaan pacar hingga tewas. Mereka mengungkapkan kekecewaan atas putusan majelis hakim dan menyebutnya sebagai catatan buruk penegakan hukum kasus kekerasan terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan resmi, Komnas Perempuan menyebut, rangkaian perlakuan terdakwa, CCTV yang beredar, dan hasil visum menunjukkan Ronald Tannur melakukan penganiayaan terhadap kekasihnya, Dini. Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, mengaku kecewa dengan vonis bebas tersebut.
“Upaya terdakwa untuk menolong korban bukan berarti menghilangkan fakta bahwa terdakwa tidak melakukan penganiayaan, bahkan seharusnya dapat dilihat upaya pertolongan yang dilakukan terdakwa terlambat atau lalai yang menyebabkan korban tewas,” kata Tiasri pada Sabtu (27/7).
Kantor Komnas Perempuan. Foto: Twitter/@komnasperempuan
Komnas Perempuan menegaskan bahwa tindak penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur dapat dikategorikan sebagai femisida.
Femisida adalah pembunuhan perempuan dengan alasan tertentu atau hanya karena korban adalah perempuan. Dalam femisida, terdapat relasi kuasa timpang berbasis gender terhadap pelaku.
Data Komnas Perempuan mencatat adanya 159 kasus dengan indikator femisida sepanjang 2023. Kasus femisida tertinggi yang terpantau adalah femisida intim atau intimate partner femicide, yakni pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar, atau pasangan kohabitasi.
ADVERTISEMENT

Komnas Perempuan apresiasi Penyidik dan JPU

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Dalam keterangannya, Komnas Perempuan mengapresiasi penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU) yang terlibat dalam penegakan hukum kasus ini.
Mereka mengatakan, penyidik dan JPU menambahkan restitusi dalam tuntutan sebagai bagian dari upaya pemulihan keluarga korban. Komisioner Siti Aminah Tardi menyebut, restitusi ini merupakan bentuk keberpihakan kepada keluarga korban, khususnya anak korban.
“Kami mengapresiasi penyidik dan jaksa penuntut umum yang telah mengonstruksikan kasus ini dengan dakwaan yang berlapis mulai dari pembunuhan, penganiayaan yang menyebabkan kematian, penganiayaan, dan kelalaian yang menyebabkan kematian,” ucap Siti dalam keterangannya.
“Kami mengharapkan pola penggabungan tuntutan pidana dan pembayaran ganti kerugian ini dapat diadopsi oleh jaksa penuntut umum lainnya,” imbuhnya.

Sekilas soal kasus penganiayaan oleh Ronald Tannur

Terdakwa Gregorius Ronald Tannur saat menjalani sidang putusan di PN Surabaya, Rabu (24/7/2024). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
Kasus penganiayaan terhadap korban bernama Dini oleh Gregorius Ronald Tannur terjadi pada 3 Oktober 2023. Ronald merupakan anak dari anggota DPR RI Fraksi PKB, Edward Tannur.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Ronald menganiaya Dini di tempat karaoke Blackhole KTV, Lenmarc Mall, Surabaya. Ronald memukul, menendang, dan melindas tubuh Dini dengan mobil di area parkir basement.
Saat tubuh Dini sudah terkulai lemas, Ronald mencoba memberikan napas buatan dan membawanya ke National Hospital Surabaya. Dini dinyatakan meninggal dunia pada 4 Oktober 2023 saat tiba di rumah sakit. Luka-luka fatal menjadi penyebab kematian Dini.
Polisi menghadirkan tersangka kasus dugaan penganiayaan, Gregorius Ronald Tannur (kedua kanan) saat konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Jumat (6/10/2023). Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
Ronald Tannur dijadikan tersangka dan dijerat dengan Pasal 351 ayat 3 KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP, yang mengatur tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian. Ia terancam hukuman 12 tahun penjara.
Namun, hakim memutuskan bahwa Ronald tak bersalah. Ia dibebaskan dari tuntutan penjara 12 tahun dan tuntutan membayar restitusi kepada ahli waris Dini sebesar Rp 263,6 juta.
ADVERTISEMENT
Ada dua pertimbangan majelis hakim terkait vonis bebas tersebut. Satu, tidak ada saksi yang menyatakan satu pun penyebab kematian Dini. Dua, menurut hasil autopsi, hakim mempertimbangkan bahwa Dini meninggal akibat alkohol.