Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Saat ini, salah satu kekhawatiran terbesar dalam industri mode adalah kurangnya praktik sustainable fashion yang etis dan ramah lingkungan. Padahal, praktik ini sangat diperlukan, mengingat dunia mode adalah salah satu industri yang paling banyak menyumbang limbah di dunia.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa tahun terakhir, para pelaku industri pun mulai mencari solusi untuk masalah tersebut. Di Indonesia sendiri, ada beberapa brand dan pengusaha yang sudah berusaha mengusung konsep berkelanjutan dalam bisnisnya. Salah satunya, marketplace lokal yang bernama Tinkerlust.
Sejak 2015, marketplace online ini menjual sederet barang preloved yang mewah dan berkualitas baik. Mereka memberikan nyawa kedua terhadap barang-barang tersebut, sekaligus mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan oleh industri fashion.
Kepada kumparanWOMAN, Aliya Amitra Tjakraamidjaja, Co-founder sekaligus COO dari Tinkerlust, mengatakan bahwa marketplace ini memang sengaja dibuat untuk berkontribusi dalam dunia sustainable fashion.
"Dulu, di Indonesia masih agak tabu untuk beli barang preloved. Kayaknya (masih ada) gengsi. Makanya, ketika membangun Tinkerlust, konsepnya dibuat benar-benar berbeda," ujar Aliya setelah acara talkshow Tinkerlust di Jakarta Fashion Week atau JFW 2020, Senayan City, Jumat (25/10) malam.
ADVERTISEMENT
“Kami mempermudah jika ada orang yang ingin menjual barang preloved. Tidak perlu repot memikirkan harga ataupun pengiriman. Kami yang atur, pickup, bersihkan, bantu kasih harga, foto, dan upload di website. Seller (tinggal) terima uang," ujarnya menambahkan.
Aliya menjamin, barang-barang mewah yang dijual di Tinkerlust memiliki kualitas yang benar-benar baik. Sehingga, seseorang tak perlu merasa khawatir jika ingin memilih barang-barang yang dijual di marketplace tersebut.
Saat ini barang-barang di Tinkerlust--seperti baju, sepatu, tas, hingga aksesoris--dijual dengan harga Rp 50 ribu hingga ratusan juta dengan rata-rata pengguna Tinkerlust adalah perempuan berusia 18-45 tahun yang melek teknologi dan memiliki aneka latar belakang.
Ekspansi ke Tinkerjoy
Setelah empat tahun beroperasi, kini Tinkerlust juga mengembangkan bisnis ke arah rental barang fashion. Jumat lalu, mereka resmi meluncurkan Tinkerjoy, servis rental barang preloved dari Tinkerlust.
ADVERTISEMENT
Para pengguna jasa Tinkerjoy akan menerima sekitar tiga sampai lima baju dalam sekali pemesanan. Baju yang dikirimkan juga telah disesuaikan dengan preferensi dan ukuran mereka. Hal ini dimungkinkan karena bantuan dari para stylist Tinkerjoy, juga karena adanya pengisian data dan preferensi yang spesifik sebelum mulai menyewa baju.
"Kami sewakan, tapi pakai stylist. Daripada customer harus lihat puluhan ribu barang, kenapa enggak dia dibantu oleh stylist dalam memilihkan gaya apa yang cocok sama dia?" tutur Aliya.
Selain itu, bila merasa cocok dengan barang yang diterima, pelanggan juga dipersilakan untuk membeli barang-barang dari Tinkerjoy.
Anggis Dinda Pratiwi, seorang selebgram yang berkesempatan mencoba servis Tinkerjoy lebih awal, mengatakan dia merasa terbantu dengan adanya servis tersebut. Sejak lama, Anggis memang sudah tertarik dengan praktik rental baju. Sebab, dia merasa akan punya lebih banyak opsi bila melakukan rental, dibandingkan dengan ketika membeli baju baru.
"Aku kaget karena dapat lima buah baju dengan harga Rp 600 ribu. Padahal, kalau beli baru, satu baju bisa seharga Rp 600 ribu," ujar Anggis dalam sesi talkshow bersama Tinkerlust di Senayan City, Jakarta, Jumat (25/10).
ADVERTISEMENT
Hal serupa juga disampaikan oleh Cisca Becker. Perempuan yang berprofesi sebagai MC ini merasa, servis terbaru Tinkerlust itu telah menunjang keperluan profesinya.
"Nge-MC harus pakai baju berganti-ganti, tapi ini enggak sustainable untuk alam dan dompet. Kemudian datanglah Tinkerjoy ini," ungkap Cisca.
Tanggapan soal kekhawatiran pola hidup konsumtif
Secara garis besar, apa yang ditawarkan melalui Tinkerlust dan Tinkerjoy bisa menjadi solusi baru untuk mendukung konsep sustainable fashion di Indonesia. Namun, di saat yang sama, ada pula kekhawatiran bahwa servis seperti ini justru akan memperparah pola pikir konsumtif.
Terkait masalah itu, Aliya mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Tinkerlust sebenarnya bisa menjadi edukasi bagi pihak seller dan buyer.
"Pertama, kita melakukan pendekatan dari sisi seller dulu. Pokoknya, kalau mereka membeli beli barang dan bingung mau ngapain dengan barang itu, jual ke sini saja. Itu sustainable fashion dari sisi seller," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Dari sisi buyer, sebenarnya kita juga ada education-nya. Mereka bisa belanja, tapi ada edukasi untuk menjaga barang itu. Karena, setiap barang yang dibeli dari Tinkerlust bisa dijual lagi, selama kondisi barangnya terjaga dengan baik," ujar Aliya menambahkan.