Laporan Jakarta Feminist: 187 Perempuan Jadi Korban Femisida Sepanjang 2023

4 November 2024 13:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan . Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan . Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kasus femisida alias pembunuhan terhadap perempuan di Indonesia kian merajalela. Penghilangan nyawa terhadap perempuan ini seringnya diawali dengan tindakan kekerasan hingga pelecehan.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, sejak 2016, Jakarta Feminist terus mendokumentasikan femisida yang angkanya tampak mencengangkan setiap tahunnya sehingga menunjukkan bahwa kekejaman dan brutalitas terhadap perempuan tak pernah ada habisnya.
Lewat laporan bertajuk “Kekejaman Sistematis, Memahami Brutalitas Femisida dan Perlakuan terhadap Jenazah”, Jakarta Feminist mengungkap ada 180 kasus femisida di 38 provinsi di Indonesia sepanjang tahun 2023. Dari total itu, sebanyak 187 perempuan kehilangan nyawa yang melibatkan 197 pelaku dengan mayoritasnya adalah laki-laki dengan persentase 94 persen.
Ilustrasi Femisida. Foto: Shutterstock
Salah satu tim penulis laporan itu sekaligus anggota Jakarta Feminist, Nur Khofifah mengungkap, pada kebanyakan kasus femisida pihak berwajib hanya mendakwa pelaku dengan pasal pembunuhan padahal banyak kekejian lain yang dilakukan.
“Dalam kasus femisida yang kami himpun sepanjang tahun 2023, seringnya ada unsur kekerasan seksual namun di dalam prosesnya pihak berwajib hanya menjerat dengan pasal pembunuhan saja. Apalagi di banyak kasus pelaku tidak hanya membunuh tapi juga memastikan tubuh korban rusak,” ujar perempuan yang kerap disapa Khofi itu dalam peluncuran Laporan Jakarta Feminist bertajuk “Kekejaman Sistematis, Memahami Brutalitas Femisida dan Perlakuan terhadap Jenazah” di Hotel Morrissey, Jakarta Pusat (24/10).
ADVERTISEMENT

Femisida terjadi dalam relasi intim

Ilustrasi femisida. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Lebih mirisnya lagi, Jakarta Feminist juga menemukan 37 persen kasus femisida terjadi di dalam relasi intim, baik sebagai pasangan suami istri atau pacar. Selain itu, 13 persen korban lainnya bahkan memiliki relasi darah dengan pelaku, termasuk anak dan orang tua, kakak dan adik, sepupu sekeluarga, hingga menantu dan mertua.

Kekerasan sangat mengakar pada femisida

Ilustrasi kekerasan. Foto: Africa Studio/Shutterstock
Menurut Jakarta Feminist, tindak kekerasan terhadap perempuan menjadi akar dari femisida di sepanjang tahun 2023. Sebanyak 36 persen pelaku menggunakan tenaga fisik untuk menghilangkan nyawa korban, lalu 32 persennya menggunakan senjata tajam, dan 26 persen lainnya memanfaatkan benda yang ada di lokasi kejadian.
Dalam beberapa kasus, pelaku menggunakan lebih dari satu cara, termasuk dipukul, dicekik, dan ditusuk dengan senjata tajam. Bahkan setelahnya pelaku masih melakukan kekerasan terhadap jenazah korban, seperti diperkosa, dicor, dibakar, dan dirusak.
ADVERTISEMENT

Jakarta Feminist serukan #AkhiriFemisida

Ilustrasi stop femisida. Foto: Shutterstock
Belum lama ini publik juga dibuat geram atas vonis bebas pelaku femisida Ronald Tanur terhadap kekasihnya, Dini. Namun akhirnya terungkap bahwa keluarga Ronald memberikan suap terhadap hakim pemberi vonis yang membuat pelaku pun ditangkap kembali dan dijatuhi hukuman.
Kenyataan ini semakin menguatkan fakta bahwa femisida masih dianggap sepele di Indonesia. Oleh karena itu, Jakarta Feminist menyerukan agar semua pihak bersinergi untuk bersama-sama mengakhiri femisida. Meski sudah ada payung hukum untuk menindak femisida seperti Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, UU KDRT, hingga UU Perlindungan Anak, namun masih rendahnya sensitivitas gender di masyarakat dan penegak hukum membuat femisida tak kunjung berakhir.
Jakarta Feminist berharap agar pemerintah menyusun strategi jangka pendek dan panjang untuk pencegahan kekerasan berbasis gender, juga mendorong agar pemerintah dapat mengintegrasikan payung-payung hukum di atas dengan UU TPKS agar pelaku femisida bisa diganjar hukuman yang semestinya.
ADVERTISEMENT