Lawan Aturan Taliban, Perempuan Afghanistan Bernyanyi Ramai-ramai

8 September 2024 12:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Ilustrasi perempuan Afghanistan. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan Afghanistan. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Para perempuan Afghanistan angkat suara sebagai bentuk protes terhadap aturan terbaru Taliban. Agustus lalu, Taliban merilis aturan yang melarang perempuan mengeluarkan suara mereka di ruang publik, baik itu dengan berbicara, bernyanyi, atau membaca dengan keras.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari The Guardian, para perempuan Afghanistan beramai-ramai mengunggah video mereka bernyanyi. Dibalut dalam burka yang menutupi seluruh bagian tubuh, mereka menyanyikan lagu dengan lirik yang menunjukkan perlawanan terhadap aturan tersebut.
“Anda telah membungkam suara saya hingga batas waktu yang ditentukan. Anda telah memenjarakan saya di dalam rumah saya, atas kejahatan ‘terlahir sebagai perempuan,’” nyanyi seorang perempuan dalam sebuah video yang dikabarkan direkam di Ibu Kota Kabul, Afghanistan.
Dalam video lainnya, seorang perempuan menegaskan bahwa tidak ada perintah, sistem, atau laki-laki yang bisa menutup mulut perempuan Afghanistan. Dalam beragam video yang beredar, tampak para perempuan bernyanyi sendiri atau berkelompok.
Dilansir Independent, lirik lagu yang berkumandang di media sosial menyatakan bahwa para perempuan Afghanistan akan terus berjuang mendapatkan suara mereka kembali.
ADVERTISEMENT
“Sepatu mereka mungkin menginjak leher saya. Atau kepalan tangan mereka di wajah saya. Namun, dengan cahaya dalam diri saya, saya akan berjuang melewati malam ini,” demikian nyanyian para perempuan yang ramai di media sosial.
Dikutip dari The Guardian, video tersebut disebarkan dengan menggunakan tagar “suara saya tak terlarang” dan “tidak untuk Taliban”.

Aturan terbaru Taliban yang disebut merenggut hak

Wanita Afghanistan berburqa berjalan melalui jalan di Kabul pada 28 Desember 2022. Foto: AFP
Agustus lalu, Taliban merilis Undang-undang pertama mereka sejak mengambil alih kekuasaan pada 2021. Aturan tersebut terkompilasi dalam dokumen 114 halaman yang terbagi ke 35 pasal. Dokumen tersebut, mengutip Independent, ditujukan untuk mencegah keburukan dan mendorong kebajikan warga Afghanistan.
Para perempuan dilarang mengeluarkan suaranya di publik, baik lewat bernyanyi, berbicara, maupun membaca dengan keras. Selain itu, suara perempuan juga tak boleh sampai terdengar hingga ke luar rumah mereka.
ADVERTISEMENT
Alasan Taliban menciptakan aturan ini adalah suara perempuan dianggap bisa mendorong perilaku amoral dan keburukan.
Ilustrasi perempuan Afghanistan. Foto: AFP
Aturan berpakaian juga diperketat. Para perempuan diharuskan menutup seluruh bagian tubuh, termasuk wajah, dengan baju berkain tebal dan tidak membentuk tubuh. Perempuan juga dilarang berteman dengan perempuan lainnya. Mereka yang melanggar akan dianggap sebagai seorang kafir.
Aktivis, organisasi HAM, hingga PBB mengecam aturan terbaru Taliban itu. Mereka memandang larangan tersebut sebagai langkah untuk menghapus perempuan dari ruang publik. Sementara itu, PBB menyebut aturan-aturan terhadap perempuan sebagai “apartheid yang berbasis gender”.
“Ini adalah aturan aneh dan brutal terbaru yang dikeluarkan oleh Taliban untuk menolak hak kebebasan berekspresi serta pergerakan perempuan dan anak perempuan, dan juga otonomi dan identitas mereka,” ucap periset Human Rights Watch, Fereshta Abbasi, sebagaimana dilansir Independent.
Wanita Afghanistan berburqa berjalan di sepanjang jalan di pinggiran Jalalabad pada 22 Oktober 2023. Foto: SHAFIULLAH KAKAR/AFP
Sementara itu, Amnesty International menyebut aturan ini sebagai “serangan terhadap HAM yang harus segera dicabut.”
ADVERTISEMENT
Sejak Taliban berkuasa di Afghanistan, mereka telah menerapkan berbagai aturan keras terhadap perempuan. Salah satunya adalah melarang anak perempuan di atas 12 tahun untuk mengenyam pendidikan sekunder formal. Perempuan juga dilarang bekerja, termasuk di sektor publik seperti pemerintahan.