Maya, Virtual Influencer Pertama di Asia Tenggara yang Jadi Bintang Iklan PUMA

24 Februari 2020 12:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maya, virtual influencer pertama dari Asia Tenggara yang menjadi model PUMA. Foto: Instagram/@mayaaa.gram
zoom-in-whitePerbesar
Maya, virtual influencer pertama dari Asia Tenggara yang menjadi model PUMA. Foto: Instagram/@mayaaa.gram
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun belakangan, ada semakin banyak selebgram dan influencer tenar yang menjadi pilihan brand untuk memamerkan produk mereka. Namun, para selebgram dan influencer kini akan segera memiliki persaingan baru. Tidak cuma bersaing dengan sesama manusia, mereka juga akan berkompetisi dengan virtual influencers, karakter CGI (computer-generated imagery) yang sengaja dibuat oleh perusahaan teknologi untuk mempromosikan barang-barang tertentu, layaknya influencer biasa.
ADVERTISEMENT
Meski bukan manusia, para virtual influencer ini bisa berpose dan melakukan kegiatan seperti memamerkan produk fashion dan menghadiri acara penghargaan. Menurut Tiffany Hsu dari The New York Times, para influencer virtual ini bahkan bisa memiliki jutaan followers dan mendapatkan likes dari netizen di berbagai dunia.
Setelah selama ini diperkenalkan di negara seperti Uni Emirat Arab dan Amerika, kini virtual influencer juga mulai hadir di Asia Tenggara. Pada Sabtu (22/2), brand sportswear global, PUMA, memperkenalkan karakter bernama Maya yang diklaim sebagai virtual model pertama di kawasan Asia Tenggara. Mereka menjelaskan, Maya akan berkolaborasi dengan tiga selebriti dari Asia Tenggara, yaitu Tosh Zhang (Singapura), Adipati Dolken (Indonesia), dan Ismail Izzani (Malaysia) untuk Future Rider, kampanye sepatu terbaru dari brand itu.
Adipati Dolken (kiri) dan virtual influencer, Maya, untuk promosi sepatu terbaru PUMA. Foto: Dok. PUMA
"Bersama-sama, para wajah dari masing-masing negara ini akan tampil dalam kampanye yang baru dan segar, di mana mereka mengambil identitas sebagai 'pemain' di dalam game dan memasuki dunia virtual yang terinspirasi dari masa depan dan masa lalu," tulis PUMA dalam keterangan pers mereka.
ADVERTISEMENT
Menarik untuk diperhatikan bahwa meskipun Maya bukanlah manusia, namun diorbitkan seperti orang biasa. Bila kita mengunjungi akun Instagram Maya, kita akan menemukan beberapa foto yang dibuat sedemikian rupa, menunjukkan sosok Maya yang sedang beraktivitas seperti manusia biasa. Misalnya, saat Maya sedang menjalani proses makeup, berfoto bersama kru kamera, hingga berpose di samping selebriti Indonesia, Adipati Dolken. Jika tidak diperhatikan secara seksama, hampir tak kelihatan bahwa foto-foto itu merupakan hasil rendering yang telah diedit dengan sangat halus.
Hingga saat ini, tak banyak informasi mendetail mengenai proses maupun orang yang berada di balik pembuatan Maya. Namun, sesuai klaim PUMA, karakter ini disiapkan dengan berbagai personalisasi yang disesuaikan dengan kebudayaan di Asia Tenggara. Misal, cara tutur dalam Instagram yang menggunakan bahasa Inggris sekaligus Melayu, juga pemahaman mengenai kebudyaan, makanan, dan orang-orang setempat.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, Maya sendiri telah mendapatkan lebih dari 7 ribu followers dan beberapa postingannya telah mendapatkan lebih dari 200 likes. Meski belum diketahui apa saja aktivitas yang akan dilakukan oleh Maya, besar kemungkinan bahwa nantinya, karakter ini akan berkegiatan seperti virtual influencer lain, seperti Lil Miquela. Avatar yang berasal dari Los Angeles, Amerika Serikat itu sudah memiliki 1,6 juta followers dan telah menjadi model untuk brand seperti Calvin Klein dan Prada.
Selain itu, tak akan mengherankan bila nantinya akan ada semakin banyak virtual influencer yang dikembangkan di Asia Tenggara. Seperti dikatakan oleh Alexis Ohanaian, co-founder Reddit, virtual influencer memiliki kelebihan karena 'lebih mudah diatur' dibandingkan manusia biasa.
"Inilah kenapa brand suka bekerja sama dengan avatar, mereka tidak harus melakukan 100 take untuk pengambilan gambar yang sama," ungkapnya dalam The New York Times.
ADVERTISEMENT
"Sejauh ini, media sosial adalah tempat para manusia berpura-pura. Tapi, para avatar adalah masa depan dari storytelling," ujarnya menambahkan.