Menatap Hantu Masa Lalu lewat Pameran Korakrit Arunanondchai di Museum MACAN

4 Desember 2024 18:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karya seni seniman asal Thailand Korakrit Arunanondchai di pameran tunggal "Sing, Cry, Dance, Breathe" di Museum MACAN.  Foto: Museum MACAN
zoom-in-whitePerbesar
Karya seni seniman asal Thailand Korakrit Arunanondchai di pameran tunggal "Sing, Cry, Dance, Breathe" di Museum MACAN. Foto: Museum MACAN
ADVERTISEMENT
Biasanya, trauma, bayang-bayang, dan hantu masa lalu adalah entitas yang kita hindari dan tinggalkan. Namun, dalam pameran seni karya seniman kelahiran Thailand, Korakrit Arunanondchai, kita justru dibuai untuk berani menghadapi itu semua, bahkan merangkulnya.
ADVERTISEMENT
Korakrit Arunanondchai menggelar pameran tunggal pertamanya di Indonesia dengan tajuk “Sing, Dance, Cry, Breathe | as their world collides on to the screen”. Instalasi seni yang dihadirkan di Museum MACAN (Modern and Contemporary Art in Nusantara) ini diimajinasikan sebagai sebuah teater yang dimainkan oleh aktor non-manusia, dengan menghadirkan beragam karya Korakrit yang telah diciptakan sejak 2018 lalu hingga saat ini.
Pameran dengan kesan penuh misteri ini telah dikerjakan oleh Korakrit dan Museum MACAN sejak dua tahun lalu. “Sing, Dance, Cry, Breathe” merupakan perwujudan dari kelahiran kembali dari sesuatu yang telah mati atau sirna; bahwa sesuatu tak akan pernah selamanya hilang.
Karya seni seniman asal Thailand Korakrit Arunanondchai di pameran tunggal "Sing, Cry, Dance, Breathe" di Museum MACAN. Foto: Museum MACAN
Bagaikan hantu dan bayang-bayang, akan selalu ada sesuatu yang tinggal di dunia usai kepergian, termasuk memori, rasa, kenangan, hingga trauma.
ADVERTISEMENT
“Saya menggunakan hantu-hantu seperti alat budaya atau medium tertentu untuk mengutarakan banyak hal yang mungkin tak bisa diungkapkan. Ada sesuatu soal perasaan yang sering kali diasosiasikan dengan konotasi negatif, seperti rasa kehilangan, ketakutan, amarah, perasaan yang sangat mungkin ditinggalkan bahkan usai tubuh yang merasakan itu semua sudah tak ada lagi. Perasaan tersebut tidak membusuk, mereka selalu ada,” jelas Korakrit Arunanondchai di Museum MACAN, Jakarta Barat, Kamis (28/11) lalu.
Korakrit Arunanondchai mengajak pengunjung untuk menelusuri keterkaitan antara rasa takut untuk melepaskan dan hasrat akan pembaruan.
Karya seni seniman asal Thailand Korakrit Arunanondchai di pameran tunggal "Sing, Cry, Dance, Breathe" di Museum MACAN. Foto: Museum MACAN
Ketika memasuki area instalasi yang temaram, pengunjung akan disambut dengan animatronik sepasang tangan yang memainkan lagu sendu di atas tuts keyboard. Tangan tersebut merupakan cetakan tangan mendiang kakek Korakrit, memainkan lagu-lagu favorit mendiang semasa hidup.
ADVERTISEMENT
Pameran ini, menurut Korakrit, adalah instalasi soal perasaan manusia yang diimajinasikan ke dalam berbagai medium, objek, dan alam di sekitar kita.
“Saya ingin menghadirkan sebuah pameran yang seakan-akan adalah sebuah teater aktor-aktor non-manusia, berbagi ruang dengan kita, membawa serta emosi yang mereka pendam. Pameran ini adalah sebuah panggung yang mengundang penonton untuk menjadi penampil—bernyanyi, menari, menangis, bernapas, merasakan seluruh emosi yang dihadirkan, melalui layar-layar yang ditampilkan,” jelas Korakrit, yang kerap disapa dengan nama Krit.
Karya seni seniman asal Thailand Korakrit Arunanondchai di pameran tunggal "Sing, Cry, Dance, Breathe" di Museum MACAN. Foto: Museum MACAN
Krit menghadirkan seni rupa dalam berbagai bentuk, mulai dari lukisan, video, hingga pahatan. Ia menciptakan karya-karya tersebut menggunakan berbagai material dan medium, seperti cat, kertas logam, kain denim, sampai api dan abu.
Untuk lukisan-lukisan, Korakrit melukisnya dengan tangan dan bagian tubuhnya. Kemudian, ia membakarnya lukisan tersebut sembari memotret api yang membara. Bagian lukisan yang terbakar akan ia “jahit” dengan hasil potret api membara, menciptakan lukisan yang bernilai seni tinggi.
ADVERTISEMENT
Namun, mengapa api? Menurut Korakrit, api merupakan medium yang sungguh berkesan untuknya. Api yang membara seakan menghubungkan langit dan bumi; asap membubung ke langit, sementara abu hasil pembakaran kembali bumi. Hubungan langit dan bumi ini tak hanya dijelaskan lewat api, tetapi juga lewat beragam raga, baik yang membusuk maupun yang kembali bangkit.
Karya seni seniman asal Thailand Korakrit Arunanondchai di pameran tunggal "Sing, Cry, Dance, Breathe" di Museum MACAN. Foto: Museum MACAN
Pameran ini memunculkan banyak pertanyaan tentang kehidupan, kematian, dan kelahiran kembali dalam benak kita. Teater non-manusia ini menghadirkan rasa takut akan kehilangan dan ketidakpastian, yang acap kali muncul di lubuk hati manusia. Lewat karya-karyanya, Korakrit mengajak pengunjung untuk merangkul seluruh perasaan pelik tanpa perlu menjabarkannya dalam untaian kata.
“Pameran ini mencakup beragam karya Arunanondchai menghadirkan spektrum tema yang berulang, termasuk proses pembusukan dan kelahiran kembali yang berlangsung secara bersamaan, sesuatu yang gaib, hasrat kolektif terhadap kekuatan yang lebih besar, dan seni sebagai proses dalam memperbaharui spiritualitas,” jelas Direktur Museum MACAN, Venus Lau.
ADVERTISEMENT
Buat kamu yang ingin menelusuri dunia penuh pertanyaan dan bayang-bayang masa lalu lansiran Korakrit Arunanondchai, kamu bisa datang langsung ke Museum MACAN di Jakarta Barat. Pameran ini dibuka sejak 30 November 2024 hingga 6 April 2025.
Karya seni seniman asal Thailand Korakrit Arunanondchai di pameran tunggal "Sing, Cry, Dance, Breathe" di Museum MACAN. Foto: Museum MACAN
Karya seni seniman asal Thailand Korakrit Arunanondchai di pameran tunggal "Sing, Cry, Dance, Breathe" di Museum MACAN. Foto: Museum MACAN
Karya seni seniman asal Thailand Korakrit Arunanondchai di pameran tunggal "Sing, Cry, Dance, Breathe" di Museum MACAN. Foto: Museum MACAN