Mengenal Filisida, Kejahatan Pembunuhan Terhadap Anak oleh Orang Tua Sendiri

26 Januari 2025 10:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kekerasan pada anak. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan pada anak. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kasus pembunuhan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua akhir-akhir ini semakin menjadi sorotan. Salah satu kasus yang menggegerkan publik adalah pembunuhan balita berinisial RMR di Bekasi yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, AZR dan SD. Tindak penghilangan nyawa ini dikenal dengan nama filisida.
ADVERTISEMENT
Filisida didefinisikan sebagai pembunuhan anak oleh orang tua, baik orang tua kandung (biologis), adopsi, atau sambung. Pembunuhan anak disebut sebagai filisida ketika dilakukan oleh kedua orang tua korban.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspitarini, mengatakan bahwa ada dua jenis lainnya dari filisida, yakni mother filicide dan father filicide.
“Ada istilah mother filicide, pembunuhan yang dilakukan oleh ibu. Contohnya, ibu yang melahirkan saat di bawah umur, lalu bayinya langsung dibunuh. Kemudian ada father filicide, ketika pembunuhan dilakukan oleh ayah,” jelas Diyah ketika diwawancarai kumparanWOMAN, Selasa (21/1).
Ilustrasi kekerasan pada anak. Foto: Master1305/Shutterstock
Istilah filisida atau filicide masih belum banyak dikenal masyarakat. Namun, istilah ini cukup banyak digunakan belakangan ini. Salah satunya adalah oleh Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW). Dilansir situs resmi MPR RI, HNW menegaskan bahwa Indonesia saat ini menghadapi darurat filisida. Ini berkaca pada jumlah kasus pembunuhan anak yang tercatat di 2024.
ADVERTISEMENT
“Kondisi saat ini sangat memprihatinkan. Setelah berbagai kedaruratan, di antaranya darurat kejahatan seksual terhadap anak yang disampaikan oleh KPAI, kini KPAI mengumumkan Indonesia juga darurat filisida dengan jumlah 60 kasus pembunuhan anak oleh orang tuanya sepanjang 2024 lalu. Belum lagi data Simfoni di KemenPPPA yang menyebutkan adanya 3434 kasus kekerasan orang tua terhadap anak,” ucap HNW dalam siaran pers.

Faktor pendorong filisida

Ilustrasi pinjaman online. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Tindakan pembunuhan anak oleh orang tua didorong oleh berbagai faktor. Menurut Diyah, setidaknya ada lima faktor besar penyebab filisida.

1. Faktor ekonomi

Diyah menjelaskan, banyak dari kasus filisida didasari oleh masalah ekonomi yang dihadapi keluarga. Selain kemiskinan, tekanan ekonomi akibat pinjaman dalam jumlah besar, baik pinjaman konvensional maupun online, juga bisa mendorong orang tua membunuh anaknya.
ADVERTISEMENT
“Filisida dimulai itu ketika anak-anak libur sekolah, mulai bulan Juni sampai Juli, ekonomi atau tuntutan pengeluaran besar. Anak-anak di rumah, pengin bermain, pengin diajak liburan. Sementara itu, orang tua ada tekanan ekonomi, akhirnya melakukan filisida,” jelas Diyah.

2. Tekanan sosial

Tekanan sosial juga menjadi penyebab terjadinya filisida. Menurut Diyah, banyak orang tua yang belum siap untuk memiliki anak, baik secara ekonomi, pendidikan, maupun emosional.
“Contohnya, ada kasus ibu membunuh anaknya yang berusia 18 hari, karena ibunya cemburu, takut anaknya akan dapat perhatian lebih dari suaminya daripada ke dirinya,” papar Diyah.
Ketidaksiapan ini juga membuat orang tua cenderung mewajarkan tindak kekerasan terhadap anak. Menurut Diyah, salah satu gejala akan terjadinya filisida adalah kekerasan terhadap anak yang dilakukan secara berulang.
ADVERTISEMENT
“Di kasus-kasus filisida, kebanyakan pasti orang tua sering melakukan kekerasan pada anak dan menganggap kekerasan itu biasa,” imbuhnya.

3. Baby blues tanpa dukungan suami dan keluarga

Ilustrasi baby blues. Foto: Shutter Stock
Kondisi baby blues atau depresi pascamelahirkan tak jarang dialami oleh para ibu. Ketika ibu tersebut tidak mendapatkan dukungan yang menyeluruh dari suami dan keluarga, kondisi sang ibu bisa berpotensi berujung pada mother filicide atau pembunuhan anak yang dilakukan oleh ibunya sendiri.
Diyah menekankan, dukungan suami dan keluarga besar sangatlah penting dalam mencegah terjadinya filisida.
“Filisida itu akan terus berulang apabila tak ada upaya keluarga besar untuk merangkul. Filisida bisa dicegah ketika ada pengawasan atau bantuan dari kakek, nenek, atau keluarga besar. Hanya saja, terkadang, seseorang bisa merasa paling sendiri, takut, sungkan. Perasaan sendirian itulah menjadi awal penyelesaian masalah dengan tidak rasional,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT

4. Perkawinan anak

Ilustrasi perkawinan anak. Foto: Shutterstock
Perkawinan anak merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya filisida. Menurut Diyah, anak di bawah umur cenderung belum punya kesiapan untuk menjalani pernikahan dan membesarkan anak. Sebab, orang tua yang terlalu muda belum memiliki kesiapan pendidikan dan ekonomi. Selain itu, emosi mereka cenderung masih labil.
Diyah mengatakan, kasus tewasnya RMR di Bekasi merupakan salah satu contoh filisida akibat perkawinan anak. Orang tua korban, yakni AZR dan SD, masih berusia sangat muda. Saat RMR muntah di minimarket tempat mereka biasa mengemis, AZR dan SD emosi, lalu memukuli dan menendang RMR hingga tewas.

5. Hambatan dalam beradaptasi dengan anggota keluarga baru

Hambatan dalam adaptasi antara orang tua sambung atau adopsi dengan anak juga bisa mendorong terjadinya filisida. Banyak kasus pembunuhan anak yang dilakukan oleh ayah atau ibu sambung dari korban.
ADVERTISEMENT

Filisida bisa dicegah

Ilustrasi perempuan belajar soal filisida. Foto: Shutterstock
Fenomena filisida bisa dicegah lewat kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah. Ini mencakup edukasi dan sosialisasi yang menyeluruh ke masyarakat, hingga penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku.

1. Edukasi dan sosialisasi

Diyah menerangkan, lewat edukasi dan sosialisasi, masyarakat akan semakin tahu apa saja penyebab filisida dan cara terbaik untuk mencegah pembunuhan anak oleh orang tua.

2. Bimbingan pernikahan

Filisida bisa dicegah jauh sebelum anak terlahir ke dunia. Menurut Diyah, caranya adalah lewat persiapan bimbingan pernikahan yang komprehensif.
“Saya pernah sampaikan ke Kementerian Agama, bimbingan pernikahan itu bukan cuma fisik, psikis, dan biologis, tetapi juga bagaimana keluarga menghadapi kerentanan atau resiliensi keluarga, terutama ketika menghadapi masalah ekonomi,” jelas Diyah.
Bimbingan pernikahan juga harus mencakup materi khusus soal pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), salah satunya adalah pemahaman bahwa kekerasan fisik terhadap anak bukanlah hal wajar. Selain itu, perencanaan keluarga juga harus dilakukan secara matang.
ADVERTISEMENT

3. Penegakan hukum yang tegas

Ilustrasi penjara perempuan. Foto: Bignai/Shutterstock
Diyah menerangkan, penegakan hukum harus dilakukan setegas-tegasnya untuk menghindari terjadinya filisida. Selain mengadili pelaku, pihak berwajib juga harus mengentaskan filisida dari akarnya. Segala yang berkaitan dengan filisida, mulai dari kekerasan terhadap anak sampai perkawinan anak harus diusut.

4. Mendata dan membantu keluarga rentan

Menurut Diyah, pemerintah harus memiliki data keluarga rentan sebagai salah satu cara mencegah filisida. Keluarga rentan adalah mereka yang mengalami masalah-masalah pelik, termasuk masalah keuangan hingga pinjaman dalam jumlah besar.
“Bagaimana pemerintah ini mulai mendata kelompok rentan. Sensus penduduk sudah bagus, tapi harusnya dijelaskan, ini keluarga termasuk rentan atau tidak? Data itulah yang bisa dipakai pemerintah desa hari ini untuk bisa memberikan pendampingan kepada masyarakat,” jelasnya.
Pendampingan keluarga, jelas Diyah, bukan sekadar pemberian bantuan sosial (bansos). Pendampingan juga harus mencakup edukasi keluarga dan intervensi, sehingga tidak ada anak yang menjadi korban kekerasan.
ADVERTISEMENT

5. Saling peduli terhadap sesama

Diyah menegaskan, peran dan kepedulian masyarakat terhadap sesama sangat penting dalam menyelamatkan nyawa anak. Contohnya, ketika melihat ada kekerasan, jangan tinggal diam.
“Kepada semua pihak, kalau ada yang melihat gejala awal, misalnya anak sering dipukul berkali-kali dan masyarakat tahu, tolong jangan hanya diam, itu harus dilaporkan. Itu awal dari filisida. Kalau kita laporkan ke RT atau RW dan kita tidak tinggal diam, itu bisa mencegah lebih awal,” tutup Diyah.