Mengenal Prof. Dr. Sulianti Saroso, Tokoh Perempuan di Google Doodle Hari Ini

10 Mei 2023 17:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Google Doodle Prof. Dr. Sulianti Saroso. Foto: Google
zoom-in-whitePerbesar
Google Doodle Prof. Dr. Sulianti Saroso. Foto: Google
ADVERTISEMENT
Salah satu tokoh perempuan Indonesia kembali menjadi Google Doodle. Kali ini, Rabu (10/5), ialah Prof. Dr. Sulianti Saroso yang sosoknya terpampang dalam logo di beranda Google tersebut.
ADVERTISEMENT
Sulianti Saroso, menurut laman indonesia.go.id, berdasarkan catatan sejarah kebijakan bidang kesehatan di Indonesia, merupakan tokoh penting dalam setidaknya dua hal, yakni pencegahan dan pengendalian penyakit menular serta keluarga berencana (KB).
Pemilik nama lengkap Julie Sulianti Saroso ini berkiprah sebagai peneliti dan perancang kebijakan kesehatan. Ia disebut tak tertarik menjadi dokter praktik.
Dilansir laman Doodles Archive di Google, Sulianti Saroso mengabdikan hidupnya dalam membantu komunitas rentan—kelompok masyarakat yang tak dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak dan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah—untuk mendapatkan akses perawatan kesehatan berkualitas.
Ingin tahu lebih banyak tentang sosok Prof. Dr. Sulianti Saroso? Yuk, simak profil singkatnya berikut ini, seperti dikutip dari laman indonesia.go.id.

Punya minat jadi dokter karena terinspirasi sang ayah

Sulianti Saroso. Foto: Dok. Keluarga
Google Doodle menampilkan sosok Sulianti Saroso tepat di hari lahirnya. Ya, ia lahir pada 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali.
ADVERTISEMENT
Ayahnya, M. Sulaiman, berprofesi sebagai dokter. Beliau pula yang menginspirasi dan membuat Sulianti Saroso punya minat serta ketertarikan lebih terhadap kedokteran.
Sulianti Saroso menempuh pendidikan dasar berbahasa Belanda ELS (Europeesche Lagere School), lalu pendidikan menengah elite di Gymnasium Bandung.
Selanjutnya, Sulianti Saroso melanjutkan pendidikan tinggi di Geneeskundige Hoge School (GHS). GHS kala itu adalah sebutan baru untuk Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia. Ia lulus sebagai dokter pada 1942.

Kiprah Prof. Dr. Sulianti Saroso terkait dunia kedokteran

Sulianti Saroso. Foto: rspisuliantisaroso.co.id
Sesudah lulus, ia bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat di Jakarta, yang kini bernama RS Cipto Mangunkusumo, pada masa pendudukan Jepang. Sulianti Saroso kemudian pindah dan bekerja di RS Bethesda Yogyakarta ketika ibu kota negara pindah ke Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Di Yogyakarta, ia mengirimkan obat-obatan ke para gerilyawan republik. Sulianti Saroso juga terlibat dalam sejumlah organisasi, seperti Wanita Pembantu Perjuangan, Organisasi Putera Puteri Indonesia, juga KOWANI.
Pada 1947, Sulianti Saroso menjadi salah satu delegasi KOWANI yang menghadiri Konferensi Perempuan se-Asia di New Delhi, menggalang pengakuan resmi bagi kemerdekaan Indonesia.
Ketika Yogyakarta diserbu dan diduduki pasukan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda atau NICA pada Desember 1948, Sulianti turut ditahan. Ia dipenjara selama dua bulan.

Pimpin program-program yang tingkatkan akses kesehatan bagi perempuan hingga anak-anak

Sulianti Saroso. Foto: massbiologicshistory.umassmed.edu
Sulianti Saroso menerima beasiswa dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mempelajari sistem kesehatan ibu dan anak di seluruh Eropa. Selama 2 tahun, pada 1950—1951, ia sempat belajar di Inggris, Skandinavia, Amerika Serikat, dan Federasi Malaya (Persekutuan Tanah Melayu yang dibuat pada masa penjajahan Inggris, kini bernama Malaysia).
ADVERTISEMENT
Certificate of Public Health Administrasion lalu didapatkannya dari Universitas London. Ketika kembali ke Indonesia tahun 1952, Sulianti Saroso membantu membawa pengendalian kelahiran dan pendidikan perencanaan keluarga.
Sekembalinya ke Indonesia itu pula, ia kemudian bergabung dengan Kementerian Kesehatan untuk memimpin program-program yang meningkatkan akses kesehatan bagi perempuan, anak-anak, dan penduduk desa.
Pada 1962, ia mendapat gelar MPH (Master of Public Health) dan TM (Tropical Medicine). Setelahnya, Sulianti Saroso meraih gelar Doctor of Public Health (Epidemiologi) pada 1965 setelah mempertahankan disertasi berjudul The Natural History of Enteropathogenic Escherechia Coli Infections di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana, Amerika Serikat.
Sulianti Saroso menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan, dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada 1967. Ia juga sempat menjadi Direktur Lembaga Riset Kesehatan Nasional (LRKN). Dalam posisi itu, dirinya memberi perhatian besar terhadap Klinik Karantina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Klinik itu dikembangkannya menjadi RS penyakit menular sekaligus untuk keperluan riset penyakit menular.
ADVERTISEMENT
Sesudahnya, Sulianti Saroso membangun pos-pos kesehatan masyarakat. Lalu mulai lahir rekomendasi-rekomendasi, seperti vaksinasi massal, vaksinasi reguler untuk anak usia dini, pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, produksi cairan oralit untuk korban dehidrasi akibat diare, hingga perencanaan dan pengendalian kehamilan.

Namanya dijadikan nama rumah sakit pusat infeksi

Sulianti Saroso. Foto: rspisuliantisaroso.co.id
Pada 1969, Sulianti Saroso mulai mengajar di Universitas Airlangga. Kemudian, pada pertengahan 1970-an, ia aktif sebagai konsultan untuk lembaga internasional WHO dan Unicef.
Setelah pensiun, ia diminta gabung di tim penasihat untuk Menteri Kesehatan. Ia pun terus mengawal gagasan-gagasannya tentang tata kelola kesehatan masyarakat, KB, dan pengendalian penyakit menular.
Pengembangan RS Karantina Tanjung Priok menjadi RS Pusat Infeksi dengan teknologi terbaru, piranti mutakhir, serta sumber daya manusia yang mumpuni pun menjadi salah satu yang terus dikawal olehnya. Ia ingin rumah sakit itu bisa menjadi rumah sakit rujukan sekaligus lembaga pendidikan serta pelatihan.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, menjelang RSPI itu dibangun, Sulianti Saroso meninggal dunia, tepatnya pada 29 April 1991. Namanya pun kemudian digunakan sebagai nama rumah sakit yang diresmikan pada 1995 tersebut.