Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Mengenang Karier & Karya Desainer Kenzo Takada yang Meninggal karena COVID-19
6 Oktober 2020 13:29 WIB

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Dengan kesedihan mendalam, label K-3 mengumumkan telah kehilangan creative director kenamaan, Kenzo Takada. Ia meninggal pada 4 Oktober 2020 karena komplikasi terkait COVID-19 pada usia 81 tahun di American Hospital, Neuilly-sur-Seine, Prancis," begitu pernyataan resmi dari pihak Kenzo seperti dikutip dari CNN.
Desainer ikonis yang kerap tampil dengan gaya rambut beruban di bagian depan ini lahir di Himeji, Hyogo pada 1939 silam. Keluarganya merupakan pebisnis di bidang perhotelan, tetapi ia lebih memilih dunia mode setelah sering membaca majalah adik perempuannya.
Kenzo menjadi desainer Jepang pertama yang mendapat pengakuan baik di industri fashion Paris. Karya-karyanya selalu memiliki tempat tersendiri di hati pencinta fashion.
Untuk mengenang kepergian Kenzo dan mengetahui karya-karyanya, kumparanWOMAN telah merangkum perjalanan karier, keputusannya untuk pindah dari Jepang ke Paris, hingga kisah awal mula mendirikan brand Kenzo dari awal hingga berhasil melirik penikmat industri mode di Paris. Simak kisahnya berikut ini.
ADVERTISEMENT
Pindah ke Paris dengan naik kapal selama enam minggu
Sebelum menjalani karier sebagai perancang busana, Kenzo Takada sempat menjalani kuliah hubungan internasional di Kobe City University di Jepang. Tetapi mengalami drop-out.
Ia kemudian memutuskan untuk menjalani apa yang ia sukai sejak kecil, yaitu mempelajari dunia fashion. Kenzo pun kemudian melanjutkan sekolah di Bunka College of Fashion di Tokyo pada 1958. Kebetulan, di tahun tersebut sekolah mode ini baru saja membuka kesempatan untuk pria yang ingin serius belajar soal fashion.
Semasa kuliah, Kenzo menjadi mahasiswa yang cukup gemilang. Ia pernah memenangkan lomba mode Soen Award pada 1961. Setelah lulus, ia pun bekerja di sebuah department store bernama Sanai dan berhasil merancang 40 desain busana perempuan tiap bulannya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, Kenzo tak bisa melanjutkan karier di Jepang. Apartemen yang menjadi tempat tinggalnya digusur ketika Jepang tengah bersiap-siap menjadi tuan rumah Olimpiade 1964. Akhirnya, dengan mengantongi uang ganti rugi biaya sewa, Kenzo pun memutuskan untuk pindah ke Paris sesuai dengan saran dosennya.
Sebagai penggemar desainer Prancis kenamaan, Yves Saint Laurent dan Karl Lagerfeld, tentunya Kenzo sudah sangat tidak sabar untuk bisa bekerja di kota yang sama dengan idolanya. Untuk mewujudkan impiannya itu, Kenzo pun rela menempuh perjalanan yang tidak mudah.
Pria yang suka tampil bergaya vintage ini pergi ke Paris naik kapal laut dengan tiket satu arah dan menempuh perjalanan selama enam minggu.
Tak langsung menjadi desainer, setelah sampai di Paris Kenzo memutuskan untuk menjual hasil sketsa yang ia buat kepada desainer lain seperti Louis Feraud supaya bisa mendapatkan uang demi meraih impiannya membuat label fashion sendiri.
ADVERTISEMENT
Enam tahun kemudian, tepatnya pada 1970-an, ia pun resmi membuka butik pertamanya yang ia rancang sendiri di Galerie Vivienne, Paris. Menurut laporan dari New York Times, Kenzo terinspirasi dari pelukis Prancis Henri Rousseau untuk mengecat butiknya dengan motif bunga-bunga tropikal dan menyebut tempat tersebut sebagai Jungle Jap.
Karyanya berani dan membuat perempuan percaya diri dengan tubuh mereka sendiri
Kehadiran Kenzo Takada seakan menjadi angin segar bagi industri mode di Paris. Koleksinya didominasi oleh busana kasual, sportswear, dan sangat jauh dari haute couture yang menjadi ciri khas desainer Paris kala itu.
Koleksi Kenzo begitu vibran dengan warna-warna dan motif yang berani. Menggambarkan kebahagiaan dan semangat dari budaya dunia. Ia pun juga menghadirkan sentuhan khas Jepang dalam koleksi-koleksinya.
ADVERTISEMENT
Busana-busana karya Kenzo yang memiliki potongan longgar dan terkesan ceria memang dibuat untuk merayakan tubuh perempuan sebagai mana mestinya, bukan untuk membuat pemakai tampak lebih ramping atau berbeda dari aslinya. Jadi bisa dibilang, sebelum isu body positivity merambah industri mode di era modern, Kenzo sudah lebih dulu menerapkan konsep tersebut pada karyanya. Sebab desainer ikonis ini memang tak hanya sekadar merancang baju, tetapi juga memikirkan apa yang bisa membuat perempuan merasa nyaman serta percaya diri dengan tubuhnya.
Pada 1993, label Kenzo dibeli oleh perusahaan raksasa mode, LVMH, yang menaungi brand besar seperti Louis Vuitton dan Gucci dengan nilai 80 juta dolar AS atau sekarang sekitar Rp 1.2 triliunan. Enam tahun kemudian, ia memutuskan untuk pensiun dari rumah mode miliknya dan fokus menekuni kecintaannya pada dunia seni.
ADVERTISEMENT
Tak ingin benar-benar keluar dari industri mode, Kenzo pun kemudian mendirikan label baru bernama K-3 yang masih eksis dan aktif mengeluarkan koleksi setiap tahunnya hingga Kenzo tutup usia.