Mengintip Kain Tenun Batak dan Proses Menenun di Jabu Bonang Tobatenun

29 Juli 2022 12:49 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kain tenun Batak Tobatenun di rumah komunitas Jabu Bonang, Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/07/2022).  Foto: Judith Aura/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kain tenun Batak Tobatenun di rumah komunitas Jabu Bonang, Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/07/2022). Foto: Judith Aura/kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kain tenun Batak merupakan karya seni bernilai tinggi yang dihasilkan dari tangan-tangan cermat para perempuan perajin tenun—juga dikenal sebagai Partonun—di Sumatera Utara. Demi melestarikan karya tersebut, social enterprise Tobatenun pun langsung turun tangan dan memberikan kontribusi yang berarti.
ADVERTISEMENT
Pada 14 Juli 2022, tim kumparanWOMAN berkesempatan untuk mengunjungi langsung rumah pewarnaan alami dan rumah komunitas tenun milik Tobatenun di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Bernama Jabu Borna dan Jabu Bonang, kedua lokasi ini menyimpan banyak sekali fakta dan informasi menarik seputar tenun Batak.
Jabu Bonang, rumah komunitas yang berlokasi di perbatasan Simalungun–Pematangsiantar, merupakan tempat bagi para mitra perajin tenun Tobatenun untuk menciptakan kain tenun Batak dalam beragam motif dan jenis yang indah.
Kain tenun Batak Tobatenun di rumah komunitas Jabu Bonang, Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/07/2022). Foto: Judith Aura/kumparan

Sekilas seputar kain tenun Batak Tobatenun

1. Ulos dan revitalisasi motif ulos lama

Ladies, kamu mungkin sudah familiar dengan kain tenun tradisional Batak, yaitu ulos. Wastra ini memiliki kesakralan tersendiri dan pemakaiannya pun diatur dengan ketat.
Tak hanya itu, ulos juga memiliki namanya tersendiri di setiap daerah di Sumut. Misalnya, di Toba dan Mandailing, kain tenun Batak ini bernama ulos. Di Karo, namanya uis; di Simalungun, namanya hio; dan di Pakpak, namanya oles. Kendati berbeda-beda nama, seluruhnya merujuk pada satu kain yang sama: tenun Batak.
ADVERTISEMENT
Tobatenun sendiri memiliki tenun Batak dalam beragam jenis, seperti Tumtuman Tarutung, Bintang Maratur, Sadum, hingga Ragihotang. Dari setiap jenis tersebut, terdapat berbagai motif hasil karya para Partonun. Dalam langkah usahanya, Tobatenun juga memiliki misi untuk merevitalisasi motif-motif ulos yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu.
Kain tenun Batak Tobatenun di rumah komunitas Jabu Bonang, Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/07/2022). Foto: Judith Aura/kumparan
“Jadi maksud dari revitalisasi itu adalah membuat kembali motif-motif ulos yang usianya sudah 100 tahun, 50 tahun; para penenun aslinya sudah tidak bisa bikin motif itu lagi. Jadi, tim tekstil di sini mempelajari koleksi kain ulos Bu Devi Simatupang [pembina Yayasan Del] yang sudah lama sekali. Kebetulan kain-kain itu diserahterimakan kepada kami, nanti kita lihat kainnya. Kita ajak ngobrol perajin di sini, kita pelajari motifnya,” jelas COO Tobatenun, Melvi Tampubolon, saat ditemui di Jabu Bonang pada Kamis (14/7).
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, perusahaan yang resmi beroperasi sejak 2020 ini sudah berhasil merevitalisasi delapan motif ulos yang sudah berusia puluhan tahun. Kendati tidak memiliki target berapa banyak motif ulos yang ingin direvitalisasi, Melvi berharap para Partonun Tobatenun bisa merevitalisasi setidaknya dua motif setiap satu tahun.
“Kita tidak bikin target tertentu, karena kita tahu ini prosesnya lama. Kita [Tobatenun] juga tidak hanya fokus pada revitalisasi saja. Jadi untuk revitalisasi, dalam satu tahun. setidaknya ada dua yang kita revitalisasi, yang kita bicarakan ke teman-teman di Jabu Bonang dan mitra-mitra lainnya,” lanjut Melvi.
Kain tenun Batak Tobatenun di rumah komunitas Jabu Bonang, Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/07/2022). Foto: Judith Aura/kumparan

2. Selendang kreasi karya mitra penenun Tobatenun

Di Tobatenun, para Partonun tidak hanya menenun ulos Batak yang dikenal dengan pakem atau aturan penggunaan yang ketat. Mereka juga menenun selendang kreasi, yakni kain tenun Batak dengan motif-motif yang terinspirasi dari wastra nan sakral tersebut. Oleh sebab itu, selendang kreasi ciptaan para Partonun dapat berfungsi dalam berbagai penggunaan, mulai dari item fashion yang bernilai, home decor, kostum tarian kontemporer, hingga busana-busana ready-to-wear.
ADVERTISEMENT
“Selendang kreasi, yaitu selendang yang terinspirasi dari ulos-ulos tradisional. Jadi aman digunakan untuk tarian kontemporer atau busana penari. Sebab, ulos itu, kan, ada pakem-pakemnya dan enggak bisa sembarang dipakai,” jelas Textile Specialist Tobatenun, Fatimah Rangkuti, ketika diwawancarai di Medan pada Rabu (13/7).
Fatimah Rangkuti, Textile Specialist Tobatenun, di rumah komunitas Jabu Bonang, Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/07/2022). Foto: Judith Aura/kumparan
Selain terinspirasi dari ulos-ulos tradisional, Fatimah menjelaskan bahwa selendang kreasi ini juga memiliki motif yang memang dikembangkan sendiri oleh Tobatenun. Social enterprise yang didirikan oleh Kerri Na Basaria Pandjaitan ini mengarahkan para penenun dalam menciptakan selendang kreasi, mulai dari penyusunan warna dan motifnya.

Menenun: Proses yang rumit, tetapi sepadan dengan hasilnya

Dalam acara kunjungan ke Jabu Bonang, Fatimah memberikan pemaparan singkat soal proses menenun tenun Batak. Mulai dari mempersiapkan benang dengan sedemikian rupa, seperti diikat dan dihani, hingga ditenun menggunakan salah satu dari dua alat yang tersedia di Jabu Borna: Gedogan (alat tenun tradisional) dan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
ADVERTISEMENT
Setidaknya, ada 11 langkah dalam menenun tenun Batak: 1. Gatip/mengikat; 2. Maniran; 3. Mangholting; 4. Pewarnaan; 5. Manganji/Mangunggas; 6. Mengelos; 7. Manghani; 8. Manggiuni; 9. Mamutik dan Menenun; 10. Menjahit; 11. Membuat Sirat.
Proses menenun dengan gedogan sendiri dimulai dari gatip atau mengikat benang yang akan digunakan, lalu maniran atau merapikan kembali benang. Langkah ketiga adalah mangholting, yaitu proses penghitungan benang yang mau diikat untuk membentuk motif pada tenun. Seorang Partonun harus cermat dan lihai dalam menghitung benang yang diikat, sebab jika salah hitung, ukuran motifnya akan berbeda-beda.
Fatimah Rangkuti, Textile Specialist Tobatenun, di rumah komunitas Jabu Bonang, Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/07/2022). Foto: Judith Aura/kumparan
“Dalam satu kain ini, kurang lebih 1.200 helai untuk menghasilkan satu kain ini. Jadi, kalau lupa hitung, ukurannya sudah beda. Apalagi kalau kita mainan ikat; kalau salah hitung, ya, berantakan,” jelas Fatimah.
ADVERTISEMENT
Langkah selanjutnya adalah melakukan pewarnaan. Setelah itu, perajin tenun akan melakukan proses yang disebut dengan manganji dan mangunggas. Fatimah mengatakan, proses ini ditentukan oleh bahan benangnya.
“Ada dua proses, tergantung seratnya itu apa yang dipakai. Kalau misalkan dia katun yang agak tebal itu harus pakai teknik mangunggas. Namun, kalau katunnya tipis bisa pakai kanji. Itu bisa ditentukan lewat jenis material yang dipakai,” jelas Fatimah. Mangunggas sendiri bermakna melicinkan benang yang dipakai, sedangkan manganji adalah membuat kaku benang agar mudah ditenun.
Selanjutnya adalah proses mengelos atau menggulung benang yang akan ditenun. Lalu, benang yang telah dikelos akan melalui proses manghani, yaitu menguntai benang dan menjadikannya benang lurus (lungsin).
Kain tenun Batak Tobatenun di rumah komunitas Jabu Bonang, Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/07/2022). Foto: Judith Aura/kumparan
Proses setelah menghani adalah manggiuni, yang menurut Fatimah adalah proses merapikan dan menyisir kain sebelum mulai menenun.
ADVERTISEMENT
Kemudian, mulailah proses menenun dan mamutik (membuat motif). Proses menenun dengan gedogan ini bisa memakan waktu cukup lama dan menghasilkan kain sepanjang 2 meter maksimal.
Setelahnya adalah proses menjahit, jika kain tenun Batak yang dibuat merupakan gabungan dari tiga kain tenun Batak berbeda yang ditenun oleh tiga perajin berbeda.
“Lalu, menjahit. Ada memang tenun yang dikerjakan terpisah lalu dijadikan satu. Jadi, tiga kali proses menenun yang melibatkan tiga penenun, baru disatukan dengan dijahit,” ungkap Fatimah.
Kain tenun Batak Tobatenun di rumah komunitas Jabu Bonang, Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/07/2022). Foto: Judith Aura/kumparan
Langkah terakhir dalam proses menenun yang panjang nan rumit ini adalah merapikan rumbai kain, yang disebut sebagai proses membuat sirat. Sirat inilah yang membedakan antara ulos dengan selendang kreasi: Banyak masyarakat Sumatera Utara yang berkeyakinan bahwa ulos adalah tenun Batak yang memiliki sirat, sehingga ulos tersebut memiliki pakem yang mengatur siapa yang bisa mengenakan kain tersebut dan bagaimana penggunaannya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan kain tenun Batak tanpa sirat, berarti disebut sebagai selendang kreasi yang aturan penggunaannya jauh lebih fleksibel. Kain tersebut dapat digunakan untuk dekorasi hingga item fashion oleh mereka yang di luar suku Batak sekalipun.
Para Partonun memang harus melewati proses yang panjang dan rumit dalam berkarya. Kendati demikian, rumitnya proses tersebut tentu sepadan dengan kain tenun Batak indah yang dihasilkan oleh kecermatan dan keterampilan mereka.