news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menilik Upaya Pemberdayaan Perempuan dalam Langkah Usaha Tobatenun

20 Juli 2022 19:48 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Media Trip Tobatenun ke rumah komunitas Jabu Bonang di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 13-15 Juli 2022. Foto: Judith Aura/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Media Trip Tobatenun ke rumah komunitas Jabu Bonang di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 13-15 Juli 2022. Foto: Judith Aura/kumparan
ADVERTISEMENT
Tobatenun, sebuah social enterprise yang bergerak di bidang tekstil, bukanlah sekadar perusahaan kain tenun Batak biasa. Di balik karya-karya tenun Batak yang indah, kompleks, dan mewah mereka, berdiri sebuah visi dengan cita-cita mulia, yakni pemberdayaan perempuan perajin tenun di Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Resmi beroperasi pada 2020, perusahaan yang didirikan oleh Kerri Na Basaria Pandjaitan dan ibundanya, Devi Simatupang, ini telah memiliki 200 mitra perajin tenun Batak yang tersebar di lima kabupaten dan dua kota Sumatera Utara. Dari total jumlah tersebut, 95 persen di antaranya adalah perempuan.
Para perajin tenun di Tobatenun bukanlah karyawan yang terikat. Dengan prinsip pemberdayaan, Tobatenun memandang para perajin tenun sebagai mitra yang punya hak untuk menerima pendampingan, suara untuk menentukan harga, serta kebebasan untuk berkarya sesuai dengan kreativitas mereka.

Mengapa Tobatenun mengusung pemberdayaan perempuan?

CEO Tobatenun, Kerri Na Basaria Pandjaitan, padaorum Road to W20: Empowering Women in Rural Economies oleh Tobatenun dan BRI Prioritas di Mutia Garden, Medan, Sumut, pada Rabu (13/07/2022). Foto: Judith Aura/kumparan
Melihat keseriusan Tobatenun dalam memberdayakan serta memastikan kesejahteraan perempuan perajin tenun Batak, tentu hal yang pertama terlintas di pikiran adalah apa yang membuat Kerri terketuk pintu hatinya untuk melakukan itu semua? Jawabannya singkatnya, karena ia adalah seorang feminis yang peduli dengan isu-isu perempuan. Ditambah, ia juga merupakan seorang perempuan Batak yang mengetahui seperti apa kehidupan sebagai perempuan di tanah Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Sedangkan jawaban panjangnya Kerri jelaskan dalam sesi Thematic Discussion 2 dalam gelaran Women20 (W20) Summit di Parapat, Sumatera Utara, pada Selasa (19/7). Dalam paparan Kerri soal ketidakadilan yang dihadapi oleh para perempuan perajin tenun Batak, tampak jelas bahwa potret ketidakadilan tersebutlah yang menjadi roda penggerak hati Kerri.
“Seni tekstil sebagian besar diisi oleh perempuan, tetapi mereka hampir tidak memiliki kebebasan dalam seni mereka. Di Toba, pihak ketiga—yang di sini disebut tokek—sering kali mengeksploitasi mereka demi memperoleh uang dengan cara yang paling efisien. Para perempuan tidak memiliki akses ke bahan-bahan mentah [untuk menenun], dan inovasi mereka menjadi stagnan karena karya mereka sebagian besar hanya difokuskan untuk memenuhi pesanan,” jelas Kerri dalam bahasa Inggris.
Media Trip Tobatenun ke rumah komunitas Jabu Bonang dan Jabu Borna di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 13-15 Juli 2022. Foto: Judith Aura/kumparan
“Ditambah, kehidupan mereka juga terdampak. Dengan mereka berperan sebagai pihak penyedia keuangan terbesar di keluarganya, tetapi mereka tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan akibat sistem patriarki kaku yang masih ada di sini,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini? Kerri pun akhirnya mengambil sudut pandang pemberdayaan perempuan lewat budaya yang paling dekat dengan para perempuan perajin tenun: Seni tekstil tenun Batak mereka.
“Menenun menjadi platform untuk peningkatan kapasitas, kesempatan untuk membentuk ruang aman bagi perempuan, untuk membangun usaha skala mikro dan kecil, di mana mereka bertanggung jawab atas karya mereka sendiri. Karya mereka menjadi katalis untuk memperoleh kembali identitas mereka, bukan hanya sebagai individu, tetapi sebagai seorang perempuan Batak,” tegas Kerri.

Bentuk pemberdayaan perempuan di Tobatenun

Tobatenun saat ini memiliki 200 mitra di lima kabupaten dan dua kota, dan 95 persen dari total itu adalah perempuan. Selain itu, social enterprise ini juga memiliki dua rumah komunitas tenun Batak, yakni Jabu Borna yang berlokasi di Tanjung Pinggir, Pematangsiantar, dan Jabu Bonang yang berlokasi di perbatasan Pematangsiantar dan Simalungun, Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT

- Pembangunan kepercayaan

Media Trip Tobatenun ke rumah komunitas Jabu Bonang dan Jabu Borna di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 13-15 Juli 2022. Foto: Judith Aura/kumparan
Dalam memberdayakan para mitra, hal pertama yang Tobatenun pastikan adalah membangun kepercayaan para perempuan perajin tenun Batak. COO Tobatenun, Melvi Tampubolon, menceritakan bagaimana perjalanan Tobatenun mengajak para perempuan itu untuk bisa bermitra dengan mereka. Pada mulanya, membangun kepercayaan ini sulit dilakukan lantaran mereka pernah menjadi korban hit and run.
“Dari awal 2020 kita mengetuk dari desa ke desa. Kita lihat, siapa yang mau bergabung menjadi mitra dan mau kita dampingi. Mereka [para mitra Tobatenun] sudah banyak mendapat program dari mana-mana yang hit and run, one time project. Jadi kita harus bangun kepercayaan, mengetuk pintu, terus kita dampingi hasil mereka. [Jika] hasil tenunannya tidak langsung bagus, kita tetap beli [kain mereka]. Biar mereka terus berkreasi,” ungkap Melvi ketika diwawancara di rumah komunitas Jabu Bonang pada Kamis (14/7).
ADVERTISEMENT
Pembangunan kepercayaan terus dilakukan lewat pendampingan dan memastikan bahwa Tobatenun akan membeli hasil karya tenun para perajin. Sebab, menurut Melvi, para perajin tenun adalah seniman yang harus diapresiasi karyanya. Jika tidak ada yang mengapresiasi dan membeli hasil tenunannya, mungkin mereka akan berhenti berkarya.

- Pembangunan kapasitas para mitra perajin tenun

COO Tobatenun, Melvi Tampubolon, pada Media Trip Tobatenun ke rumah komunitas Jabu Bonang di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 13-15 Juli 2022. Foto: Judith Aura/kumparan
Kemudian, Tobatenun juga melakukan program pembangunan kapasitas para mitra, yaitu lewat pendampingan. Para mitra diarahkan untuk bisa memaksimalkan potensi kreativitas mereka dengan mulai berkarya di luar zona nyaman. Awalnya, ini sulit dilakukan, mengingat banyak mitra perajin tenun yang hanya ingin menciptakan wastra adat, bukan yang kontemporer dan non-adat.
“Kita bilang sama mitra kita, ‘Banyak yang tertarik juga [dengan tenun motif] non-Batak. Buatlah yang bukan selendang adat, bikinlah kreasi sendiri.’ Awalnya sulit, mereka tidak langsung mau. Mereka pikir, ‘Siapa yang mau beli?’” jelas Melvi.
ADVERTISEMENT
“Tetapi kita janjikan, ‘Kalian bikin, kita [Tobatenun] yang tampung. Benang dari kita.’ Akhirnya mereka mulai percaya, dan dua pihak yang menentukan harga. Berapa lama mereka bikin, kesulitannya apa, full motif atau tidak? Perkiraan harga berapa? Lalu, [karya mereka] kita serap,” imbuhnya.
Di setiap komunitas tenun mitra Tobatenun yang tersebar di lima kabupaten dan dua kota, terdapat seorang perajin tenun yang ditunjuk sebagai champion atau “Ketua Kelas”. Seorang champion biasanya memiliki keahlian menenun yang lebih baik dan skill komunikasi yang mumpuni, dengan tujuan untuk membantu memberikan pendampingan kepada para mitra penenun di komunitas.
Tak hanya itu, Tobatenun juga memberikan pendampingan mulai dari pewarnaan benang, proses produksi, teknik tenun, menjahit, hingga mengajari motif-motif baru atau memperkenalkan dengan kain ulos tua yang motifnya ingin direvitalisasi.
ADVERTISEMENT

- Memastikan kesejahteraan dan kesehatan para mitra perempuan

Media Trip Tobatenun ke rumah komunitas Jabu Bonang dan Jabu Borna di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 13-15 Juli 2022. Foto: Judith Aura/kumparan
Salah satu upaya pemberdayaan perempuan Tobatenun yang sangat prominen adalah penjaminan kesejahteraan dan pengawasan kesehatan para perajin tenun perempuan. Contohnya saja, Tobatenun memfasilitasi pemeriksaan kesehatan reproduksi para mitranya.
50 persen dari total mitra perempuan Tobatenun masih belum memiliki BPJS Kesehatan. Selain itu, masih banyak dari mereka yang kekurangan informasi mengenai kesehatan reproduksi.
“Tobatenun dan Jabu Bonang ini pendekatannya dari bawah; gali dulu potensinya, isunya apa. Ketika cerita mereka didengarkan, ternyata ada isu kesehatan yang terungkap. Ada sakit punggung, ada yang mengalami gejala seperti ini. Tahun lalu akhirnya kita bilang, ‘Sudah, deh, kita bikin program, kita periksakan semua mitra kita.’ Mereka [para mitra] sukarela mendaftar, diatur oleh champion-champion setempat, ayo kita fasilitasi ke tempat rumah sakit terdekat atau puskesmas terdekat untuk memeriksakan diri,” jelas Melvi.
ADVERTISEMENT
Selain memfasilitasi soal kesehatan perempuan, Tobatenun juga menyediakan sesi konseling dan advokasi terhadap tindakan kekerasan domestik. Hal ini dilakukan akibat berkaca dari banyaknya kasus pelecehan seksual yang dialami oleh banyak perempuan pedesaan di Sumatera Utara.
Tobatenun juga mengupayakan untuk memperhatikan kesejahteraan keluarga para mitranya. Contohnya, selama pandemi COVID-19. Tobatenun memberikan bantuan berupa peralatan sekolah, sembako, dan menggelar lomba untuk anak-anak para mitra.

Mengapa kesejahteraan perempuan penting bagi Tobatenun?

Media Trip Tobatenun ke rumah komunitas Jabu Bonang dan Jabu Borna di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 13-15 Juli 2022. Foto: Judith Aura/kumparan
Bagi Melvi, para mitra perajin tenun di Tobatenun adalah seniman. Jika tidak mood atau tidak dalam kondisi prima, mereka tidak akan bisa berkarya.
“Penting sekali untuk memperhatikan mitra atau artist di balik karya yang ingin kita fokuskan untuk diangkat ke nasional dan internasional. Pada saat hati mereka senang, kita dampingi. Kebutuhan mereka terpenuhi, fisik mereka kita perhatikan, maka hasil karyanya akan bagus,” ungkap Melvi.
ADVERTISEMENT
Kesehatan perempuan juga sangat berpengaruh pada produktivitas. Melvi menjelaskan, posisi duduk ketika menenun yang dilakukan selama berjam-jam bisa berdampak pada sakit punggung dan juga sakit mata.
“Supaya hati tenang, pikiran tenang, fisik juga sehat, nah, mereka akan menghasilkan karya-karya yang baik. Jadi, secara tidak langsung, itu bisa mengangkat karya mereka ke tingkat yang lebih luas dan tinggi lagi,” tegas Melvi.

Harapan Tobatenun dari upaya pemberdayaan perempuan

Kain tenun Batak Tobatenun yang dipamerkan di rumah komunitas Jabu Bonang di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 13 Juli 2022. Foto: Judith Aura/kumparan
Lewat pemberdayaan perempuan yang diusung oleh Tobatenun dalam langkah usaha mereka, Melvi berharap komunitas-komunitas tenun di Sumatera Utara menjadi komunitas yang maju dan bisa mandiri,
“Kita cukup setidaknya delapan kabupaten sudah ada kelompok-kelompok penggerak, ada success story-nya, dan bisa menularkan ke kelompok lain. Kita mau semakin banyak mitra yang bisa berdaya dan mandiri, kapasitas kita tingkatkan, itu semakin bagus. Berarti, kan, sisi sosial ekonominya terangkat,” tutup Melvi.
ADVERTISEMENT