Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Momen Langka, Pejabat Senior Taliban Minta Sekolah Dibuka untuk Perempuan
26 Januari 2025 17:39 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Seorang pejabat senior Taliban dilaporkan meminta agar akses pendidikan buat perempuan Afghanistan dibuka. Sebelumnya, sejak 2021, perempuan berusia di atas 12 tahun dilarang untuk mengenyam pendidikan formal di sekolah dan universitas.
ADVERTISEMENT
Penjabat (Pj) Deputi Menteri Luar Negeri Sher Mohammad Abbas Stanekzai mengatakan, pembatasan akses pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan Afghanistan tidak sejalan dengan hukum Islam. Dilansir Reuters, hal ini ia sampaikan di sebuah pidato pada akhir pekan lalu.
“Kita meminta kepada para pemimpin Imarah Islam untuk membuka jendela pendidikan. Di zaman Nabi Muhammad SAW, jendela pengetahuan dibuka untuk laki-laki dan perempuan,” ucap Stanekzai, menurut stasiun televisi Afghanistan Tolo.
“Hari ini, dari jumlah populasi sebesar 40 juta penduduk, kita menunjukkan ketidakadilan terhadap 20 juta penduduk (perempuan), melepaskan hak-hak dari mereka. Ini bukan hukum Islam, tetapi pilihan atau sifat-sifat pribadi kita,” imbuh Stanekzai, yang merupakan salah satu anggota tim negosiasi Taliban di kantor Doha, Qatar, sebelum pasukan Amerika Serikat angkat kaki dari Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Independent, Stanekzai mengatakan, tidak ada alasan untuk membatasi pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan, baik di masa lalu maupun di masa kini.
Kabarnya, ini bukan kali pertama Stanekzai buka suara terkait hak pendidikan perempuan dan anak perempuan Afghanistan . Menurut Independent, pada 2022 lalu, Stanekzai turut mengungkapkan hal yang sama. Namun, ucapannya di 2025 merupakan permohonan pertama Stanekzai yang diarahkan langsung ke pimpinan Taliban, Hibatullah Akhundzada.
Saat mengambil alih kekuasaan Afghanistan pada 2021, Taliban menegaskan mereka berjanji akan menghormati hak-hak perempuan sesuai syariat Islam dan budaya. Namun, tak lama setelah Taliban berkuasa, anak-anak perempuan di atas kelas 6 dilarang melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah formal.
Dilansir Reuters, sebagai buntut pembatasan pendidikan tersebut, para perempuan beralih mengenyam pendidikan di madrasah. Namun, madrasah di Afghanistan memiliki kurikulum yang berbeda dengan sekolah sekuler atau sekolah formal pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, perempuan yang bersekolah di madrasah Afghanistan tidak memiliki kesempatan untuk mengejar karier yang diinginkan, seperti profesi dokter, karier di bidang hukum, jurnalistik, dan sebagainya. Taliban juga melarang perempuan untuk mengenyam pendidikan tinggi di universitas.
Berbagai negara dan organisasi dunia telah mengecam pembatasan akses pendidikan ini. Banyak diplomat yang menegaskan bahwa pengakuan resmi atas pemerintahan Taliban di Afghanistan tidak akan terjadi jika tidak ada perubahan dalam kebijakan mereka.
Baru-baru ini, penerima penghargaan Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai, mengkritik Taliban akibat kebijakan pembatasan pendidikan ini. Menurut Malala, Taliban tampaknya tidak memandang perempuan sebagai manusia.
“Di Afghanistan, masa depan satu generasi anak perempuan direnggut dari mereka. Sebagai pemimpin Muslim, inilah waktu Anda untuk bersuara, gunakan kuasa Anda,” tegas Malala di Konferensi Internasional tentang Pendidikan Perempuan dan Anak Perempuan di Negara Muslim, Islamabad, Pakistan, 12 Januari lalu.
ADVERTISEMENT